JALAN CINTA Hong Si-nio, Sim Bik-kun, dan Pin-pin

HomeUlasanNovelJALAN CINTA Hong Si-nio, Sim Bik-kun, dan Pin-pin

avatar danivn
2 Juli 2007 jam 1:47am

gifckspsx9.gif 1. Gu Long, Xiao Shi Yi Lang (1973), dalam Inggris The Legend of the Deer Carving Sabre/Treasure Riders, diterjemahkan menjadi Anak Berandalan dan juga diberi judul Cinta Kelabu Seorang Pendekar (Cetakan Pertama, 1979; Cetakan Kedua, 2006).

gifbppiz8.gif 2.Gu Long, Huo Bing Xiao Shi Yi Lang (1976), dalam Inggris The Sequel to the Deer-Carving Sabre, diterjemahkan menjadi Bentrok Para Pendekar (Cetakan Pertama, 2007).

SEBETULNYA ini resensi yang bukan resensi. Namun, menarik untuk menulis hal ini sebagai pengantar diskusi ending buku Bentrok Para Pendekar.

Awal musim rontok, cuaca panas. Sinar matahari menembus lubang jendela kertas, menyorot masuk menyinari tubuh putih montok nan getas. Suhu air tidak dingin tidak panas. Hong Si-nio rebah dalam bak mandi dengan kaki diangkat tinggi-tinggi ke atas. Dia bukan tipe perempuan yang mau dikendalikan perasaannya tapi hari itu hatinya benar-benar bimbang dan cemas (BPP Jilid 1, suntingan bebas Bab “Tujuh Orang Buta”, hlm 5).

Itulah sepenggal pembuka Huo Bing Xiao Shi Yi Lang, yang versi Indonesianya entah kenapa jadi berjudul Bentrok Para Pendekar (BPP, 2007). Kisah ini dibuka Gu Long (GL) dengan adegan yang hampir sama dengan Xiao Shi Yi Lang, yang dalam versi Indonesia diberi judul Cinta Kelabu Seorang Pendekar (CKSP, cetakan pertama 1979, cetakan kedua 2006).

1. Hong Si-Nio

Dalam dwi-logi CKSP-BPP, kedua kisah berawal pada tokoh wanita bernama Hong Si-nio (HSN). Sejak bab-bab pembuka CKSP, pembaca telah diberi gambaran betapa dalam cinta HSN pada Siau Cap-it-long (SCIL).

Kisah BPP sendiri terjadi dalam kurun dua tahun setelah CKSP. Dalam CKSP disebut bahwa usia HSN 34 tahun, tapi mengapa dalam BPP usianya dikatakan 35? Haruskah usia HSN pada naskah CKSP diubah menjadi 33 tahun? Misalnya, seperti ini:

Di ujung ruang di bawah dinding terdapat kaca tembaga. Melamun dia menatap bayang diri di dalam kaca. Bayangan orang dalam kaca masih terlihat muda, bila tertawa belum terlihat keriput di ujung matanya, siapa pun tak percaya bahwa perempuan di dalam kaca berusia tiga puluh tiga (catatan: dalam CKSP bukan 33 tapi 34 itu tadi, sementara BPP menyebut usia HSN 35). Mungkin ia bisa menipu orang lain tapi tak bisa menipu dirinya.

Saat dia melengos pula, cahaya rembulan menyinari sisi wajahnya, wajah yang dihiasi butiran air mata. Selama tahun-tahun belakangan ini selalu timbul pikiran gila: buat kawin dengan siapa saja yang mau mempersunting dirinya! Tapi dia tidak bisa. Bila melihat lelaki seketika timbul muak di hatinya (CKSP, suntingan bebas Bab “Alunan Lagu di Tengah Malam”, hlm 30-31).

Cinta HSN memang sudah direnggut SCIL. Semua ini berawal ketika SCIL masih bocah bertelanjang dada menyongsong derasnya air terjun. Sejak itulah dalam benak HSN terukir bayangan pemuda yang berusia jauh lebih muda darinya itu. Bahkan setelah usianya terus bertambah.

Masa muda akan sirna begitu saja. Beberapa tahun lagi bahkan lelaki yang sekarang ia pandang jijik pun ganti tak mau menyunting dirinya.

Di luar sana terdengar ramai lelaki tergelak, tawa kawanan lelaki dimabuk arak. Lelaki apakah yang tawanya begitu tergelak? Pasti lelaki kasar, jelek, berbau arak!

Bila lelaki berbau arak menerjang masuk berlutut meminang dirinya, relakah dia menyerahkan diri dipersunting olehnya? Seorang wanita berusia tiga puluh tiga, apakah pilihannya masih sepelik gadis berusia dua puluh tiga? Tanpa terasa senyum getir menghias ujung bibirnya.

Entah mengapa sanubarinya mendadak dihinggapi sepi. Tubuhnya lunglai seakan mati tak berarti. Pergi sajalah dan minum beberapa cangkir lagi! Lalu tidur sampai esok hari. Mungkin segalanya berubah di esok pagi (CKSP, suntingan bebas Bab “Alunan Lagu di Tengah Malam”, hlm 31).

Seandainya saya editor buku ini, tentu usia HSN akan saya ubah menjadi 33 tahun di CKSP sebagaimana di atas, sehingga bisa menjadi 35 tahun di BPP. Bukan saja supaya lebih muda, tapi juga bisa menciptakan rima. :)

Di luar ketidakkonsistenan GL atas usia ini, dikisahkan bahwa lelaki yang digilai HSN ternyata kepentok cinta dengan wanita bersuami, Sim Bik-kun (SBK). Kisah cinta SBK-SCIL-HSN inilah yang mewarnai CKSP.

2. Sim Bik-kun

Sewaktu kecil sering ia duduk di undakan batu depan rumahnya. Menunggu ayah bunda yang sepanjang tahun berkelana. Sering ia harus menunggu dan menunggu tanpa bosan, malah hingga beberapa bulan. Menunggu senyum mesra di wajah ayahnya yang selalu kereng dan serius itu, juga menanti pelukan kasih bunda serta ciuman mesra dan gemas sang ibu.

Hingga tiba suatu hari dia tahu ayah bundanya tak kan pernah datang lagi. Hari itu seperti biasa ia menanti di depan pintu, bukan ayah bundanya yang kembali, tapi dua buah peti mati.

Lambat laun dia tumbuh dewasa, namun setiap hari dia tetap dalam kebiasaan lama: hari demi hari dia tetap harus menunggu saja.

Pagi-pagi sekali dia sudah bangun, namun tetap rebah di pembaringan menunggu ibu inangnya datang menyuruhnya bangun, lalu membawanya menghadap nenek yang belum lagi pikun (CKSP, suntingan bebas Bab “Rumah Siau Cap-it-long”, hlm 247-248 )

SBK terlahir dari keluarga kaya dan ternama. Sejak ayah dan ibunya tiada, nenek SBK menjadi pengasuhnya, menceritakan kisah jenaka, atau mengajarkanya inti sari Bu-te-kim-ciam warisan keluarga berikut segala tata krama. Sayang sekali saat-saat bahagia itu teramat pendek dan SBK harus menanti lagi hingga esok hari. Setelah dewasa, jenis yang ditunggunya berbeda lagi.

Apakah sebetulnya yang selalu dinantikan? Sim Bik-kun sendiri tidak tahu dan tidak bisa memberi jawaban.

Sim Bik-kun tak ubahnya anak perawan umumnya, menunggu sang perjaka pujaan hati menjemputnya, datang menunggang kuda putih perkasa.

Yang terang nasib Sim Bik-kun jauh lebih baik dibanding anak gadis umumnya. Dan yang ditunggu serta diharapkan akhirnya tiba juga.

Lian Shia-pik memang lelaki sejati. Suami ideal, lembut, tampan, dan baik hati. Dalam usia muda di kalangan kangouw sudah punya kedudukan dan wibawa yang disegani. Perempuan mana pun kalau menjadi isterinya bukan saja merasa puas tapi juga berbangga hati.

Sebetulnya Sim Bik-kun tahu diri, dia sudah merasa puas dan berkecukupan sejauh ini. Tapi sejak menjadi isteri, dia tetap juga menunggu dan menanti. Sering dia menunduk bertopang dagu di jendela sendiri, menanti sang suami, terkadang hingga berhari-hari.

Di kala menunggu hatinya selalu diliputi rasa kuatir, takut serta ngeri: bahwa yang pulang bukan suaminya, tapi mayatnya dalam peti mati.

Mungkin takdir sudah menentukan hidupnya melulu dihabiskan untuk menungu selamanya. Tak pernah terjadi orang lain menunggu dirinya. Baru sekarang akhirnya seseorang mau dan sedang menunggunya (CKSP, suntingan bebas Bab “Rumah Siau Cap-it-long”, hlm 247-248).

Dan lelaki yang menantinya itu adalah SCIL, si berandal besar: yang benarkah keji dan telengas?

SBK, wanita cantik isteri Lian Shia-pik (LSP) berulang kali ditolong SCIL. Lantas salahkah SBK jika akhirnya mencintai SCIL. Bagaimana pula dengan suami sendiri?

Bagi Anda yang belum pernah membaca CKSP, ada baiknya mencermati salah satu dari 10 karya GL terbaik ini.
CKSP cetakan pertama terbit pada 1979, dan cetakan kedua pada 2006. Akhir dari CKSP berupa pertarungan antara SCIL dengan Siau-yau Hou (SYH), tokoh silat tertangguh pada masanya. Sebagaimana karya GL lainnya, ending CKSP dibiarkan menggantung dan jadi misteri.

Setelah pembaca Indonesia harus menunggu hampir delapan tahun (dari cetakan pertama CKSP, 1979), akhirnya BPP cetakan pertama diluncurkan pada 2007 ini. Di BPP inilah hasil pertarungan SCIL vs SYH dijelaskan. Di BPP juga muncul wanita berikutnya dalam kehidupan SCIL bernama Pin-pin (PP).

3. Pin-pin

Perasaan Sim Bik-kun seperti makin tenggelam saja. “Demi Pin-pin dia rela mengorbankan apa saja keinginannya. Kalau Pin-pin ingin dia mengorek bola mata sendiri, pasti akan dia lakukan tanpa sangsi.” (BPP Jilid 1, suntingan bebas Bab “Di Mana Siau Cap-it-long?”, hlm 95 ).

Dia yang dimaksud dalam petikan di atas tentunya SCIL. Siapakah PP? Benarkah SCIL lebih memilih PP ketimbang SBK? Bagaimana pula nasih SBK yang rela meningalkan suami demi mengejar cintannya pada SCIL tapi justeru menemukan pemuda itu begitu mesra pada PP? Cintakah PP pada SCIL atau PP hanya memanfatkan SCIL demi mencapai tujuannya saja?

“Pin-pin memang setimpal jadi pasangan Siau Cap-it-long. Dia masih belia dan belum menikah. Pasangan yang tidak akan membuat Siau Cap-it-long kesal, risau, dan resah.” (BPP Jilid 1, suntingan bebas Bab “Di Mana Siau Cap-it-long?”, hlm 96 ).

BPP konon juga merupakan terjemahan terakhir yang dirampung-tuntaskan oleh Gan KH (?). Dan Gan KH pun meninggalkan misteri:

Di atas pedang emas itu semula diukir empat huruf “Hiap Gi Bu Siang”.

Empat huruf itu tidak berubah, tetap keempat huruf itu, cuma urutan keempat huruf itu berubah terbalik, menjadi “Hiap Gi Siang Bu” (BPP Jilid 2, hlm 260, dikutip sebagaimana terjemahan Gan KH).

Hiap Gi Bu Siang berarti jiwa satria tiada duanya (BPP Jilid 2, hlm 238). Tapi apakah arti kata ini setelah dibalik menjadi Hiap Gi Siang Bu? Gan KH seperti lupa menerjemahkanya. Yang pasti, perubahan ini ternyata berdampak besar pada diri LSP.

Membaca BPP banyak yang gemas dengan gaya menulis GL. Tapi, memang di sinilah kekuatan GL. Dalam Milis Tjersil, Hi-Tiok, salah satu pecandu GL menulis seputar SCIL, “Itulah khasnya dia. Tokoh muncul from now where. Ujug-ujug sakti mandra guna. Dan punya kemampuan aneh-aneh dan mengalami kejadian yang penuh dengan muslihat, tipuan, persekongkolan yang berbelit… Yang bikin nikmat adalah jalinan cerita yang berbelit-belit… Puah. Bagaimana pun membaca GL bikin semua terlupa. Sekali baca susah berhentinya.”

Catatan Akhir
(sebuah Awal Diskusi)

Bagi Anda yang belum membaca BPP, sebaiknya segera mengkhatamkan cinkeng ini. Bagi yang sudah menamatkannya, dan penasaran dengan ending BPP termasuk pertarungan akhir antara LSP sang suami SBK dengan SCIL dipersilahkan mampir ke blog ini: Seputar Ending Bentrok Para Pendekar<<awas spoiler>> atau terlibat langsung dalam diskusi di Milis Tjersil.

Nilai 4 stars
Kategori Novel
Negara Indonesia
Tahun 2007
HitCount 28.982

4 komentar

icon_comment Baca semua komentar (4) icon_add Tulis Komentar

#1 avatar
sugito 2 Juli 2007 jam 9:32am  

Xiao Shi Yi Lang judul Indonesianya selain Anak Berandalan juga Bentrok Para Pendekar?
Kalau baca JALAN CINTA Hong Si-nio, Sim Bik-kun, dan Pin-pin jilid 1 diatas sepertinya benar. Anak Berandalan di Indozone ada dari jilid 1 s.d 15 (tamat bagian pertama).
Mungkin dilanjut??

#2 avatar
ririn 2 Juli 2007 jam 12:56pm  

klo gak salah ending BPP masih ngegantung,apa setelah BPP masih ada kelanjutannya lagi?

#3 avatar
danivn 2 Juli 2007 jam 1:33pm  

sugito menulis:
Xiao Shi Yi Lang judul Indonesianya selain Anak Berandalan juga Bentrok Para Pendekar?
Kalau baca JALAN CINTA Hong Si-nio, Sim Bik-kun, dan Pin-pin jilid 1 diatas sepertinya benar. Anak Berandalan di Indozone ada dari jilid 1 s.d 15 (tamat bagian pertama).
Mungkin dilanjut??
Terimakasih atas pertanyaan. Tulisan di atas sudah diedit, dilengkapi informasi sesuai yang ditanyakan. Mohon maaf jika ada kekeliruan.

Salam,

#4 avatar
danivn 3 Juli 2007 jam 1:52pm  

ririn menulis:
klo gak salah ending BPP masih ngegantung,apa setelah BPP masih ada kelanjutannya lagi?
Kalau saya lihat di daftar buku GL hingga terbitan terakhir Qun Hu 1984 (?), sepertinya seri Xiau-Shi-Yi-Lang/Siau-Cap-It-Long ini hanya berupa dwilogi. Kalau toh ingin ia lanjutkan, sepertinya sudah harus pulang ke "Langit Barat".

Entah kalau ada yang punya informasi lain.