Home → Cerita Pendek → PANJI, BACK TO FUTURE
Cerita pendek ini terilhami oleh Untold History Of Pangeran Diponegoro yang diunggah Suhu tsr_benny.
=====
Aryo terbaring lemah. Sudah dua hari dia sakit. Dukun kampung dan tabib belum bisa menyembuhkannya.
"Gimana atuh, Gusti. Si Aa teh belum sembuh juga," kata Euis yang duduk di samping Aryo dengan mata berlinang.
Panji terdiam sesaat. Tiba-tiba dia menepuk jidatnya.
"Hanya Pil Klentheng (biji randu) yang bisa menyembuhkannya. Aku lupa telah menitipkannya pada Wulan Retno," kata Panji seperti baru ingat.
"Wulan Retno? Siapa dia?" tanya Euis.
"Dia adalah keturunanmu yang hidup di masa Raja Amangkurat I. Ratusan tahun yang akan datang dari sekarang," terang Panji.
Alis Euis naik. Dahinya berkerut.
"Wulan Retno hidup di masa depan. Dia pemimpin regu Trisat Kenya, pasukan elit pengawal Susuhunan Amangkurat I. Kita akan menemuinya untuk meminta Pil Klentheng yang aku titipkan padanya," kata Panji lagi.
"Gusti serius?" tanya Euis ragu.
"Nanti kamu lihat sendiri kalau Wulan Retno wajahnya mirip kamu," sahut Panji sambil bangkit. "Ayo...!" ajaknya sambil melangkah keluar.
Dengan ragu Euis mengikuti langkah Panji keluar dari kamar Aryo...
=====
Alun-alun Kraton Plered, 1647 M.
Hari sudah mulai gelap. Alun-alun Kraton Plered dipenuhi ribuan orang yang semuanya duduk bersila menghadap ke sebuah bukit. Mereka adalah ulama, guru ngaji, anak-anak santri dan santriwati beserta seluruh keluarganya. Di sekeliling mereka prajurit Mataram bersenjatakan pedang dan tombak berjaga dan mengepung mereka.
Suasana begitu mencekam. Tiba-tiba dari gapura batu kali setinggi enam meter keluar serombongan orang membawa obor. Di belakang mereka terlihat sepuluh orang gadis cantik berpakaian lelaki bersulam emas. Mereka adalah regu Trisat Kenya, pasukan khusus pengawal Raja Amangkurat I yang semuanya terdiri dari gadis cantik, mereka menyandang pedang dan tombak. Diterangi cahaya ratusan obor, mereka terlihat anggun dan gagah. Namun di balik keanggunan mereka tersimpan keangkeran tiada terkira. Mereka yang rata-rata berilmu kanuragan tinggi akan membabat siapa saja musuh junjungannya.
Tiba-tiba di atas alun-alun sebuah lubang dimensi ruang dan waktu muncul. Cahaya terang benderang keluar dari lubang dimensi ruang dan waktu dan dengan cepat merambat menyapu area dalam radius ratusan kilometer dan menghentikan semua pergerakan. Waktu berhenti seketika dan apa saja yang terpapar cahaya yang keluar dari lubang dimensi ruang dan waktu terhenti atau tidak bergerak.
Dua sosok tubuh melompat keluar dari lubang dimensi ruang dan waktu. Tubuh mereka melayang turun dan mendarat di depan regu Trisat Kenya.
"Gusti, kenapa mereka semua menjadi patung?" tanya Euis keheranan melihat semua orang yang ada di alun-alun tidak bergerak dan tetap pada tempatnya.
"Waktu berhenti. Kita harus cepat agar selisih waktu di sini dan tempat yang waktunya tidak berhenti tidak terpaut jauh," sahut Panji yang sudah menghentikan waktu (time stop) sambil melirik seorang gadis dari regu Trisat Kenya yang sesaat tertegun melihat rekan-rekannya menjadi patung. Hanya dirinya yang tidak menjadi patung dan tetap bisa bergerak.
"Hai, Wulan! Aku datang membawa nenek moyangmu. Jadi berikan pil itu padaku!" kata Panji pada gadis dari regu Trisat Kenya yang menatap ke arahnya.
Si gadis yang dipanggil Wulan tiba-tiba melompat ke arah Panji. Pedang di tangannya berkelebat menebas leher Panji. Panji menangkap pedang si gadis dengan tangan kirinya. Kaki si gadis melesat menendang selangkangan Panji. Panji cepat menghindar.
"Hentikan, Wulan!" cegah Panji.
"Bangsat kamu, Panji! Kamu tinggalkan aku begitu saja. Kamu laki-laki bajingan!" geram si gadis sambil berusaha menarik pedangnya namun pedangnya bagai terkunci.
"Wulan, itu nenek moyangmu yang sering aku ceritakan. Bukankah kamu ingin bertemu dengannya?" kata Panji sambil menunjuk Euis yang sedang bengong karena Wulan Retno mirip dirinya.
Wulan melepas pedangnya dan menghampiri Euis. Ikatan darah yang mengalir di tubuh mereka membuat mereka tanpa sadar langsung berpelukan.
"Nenek...," kata Wulan terisak di pelukan Euis yang membelai rambutnya dengan perasaan haru. Dirinya bagai mimpi bisa berjumpa dengan keturunannya yang ada di masa depan...
=====
"Gusti, bagaimana nasib orang-orang yang di alun-alun itu?" tanya Euis sambil menyuapi Aryo yang terlihat mulai sembuh setelah menelan Pil Klentheng (biji randu).
"Setiap bangsa mempunyai sejarah. Dari sejarah kita belajar kehidupan. Hidup memang keras dan kejam. Tetapi karena itulah umat manusia bertahan hidup. Hidup yang keras dan kejam akan menjadi indah bila bisa bertahan sampai badai reda. Yakinlah, pelangi akan muncul setelah hujan," kata Panji yang memahami kengerian Euis.
Sejarah penuh warna dan bisa terulang. Di setiap zaman, GORO-GORO, GONJANG-GANJING dan PAGEBLUG selalu ada. Karena itu harus ELING dan WASPADA (selalu ingat dan mohon perlindungan Yang Maha kuasa dan mencermati setiap gejala untuk antisipasi cegah-tangkal).
.
.
.
Pengarang | Nur S |
---|---|
HitCount | 331 |
Nilai total |
Baca semua komentar (1) Tulis Komentar
#1 |
tsr_benny
20 Juni 2019 jam 1:32pm
 
lanjut terus gan masalah cerita itu saya copas bukan karya saya |