Home → Cerita Pendek → Alex Golok
Di dalam karung goni aku meringkuk. Kedua mataku ditutup kain dan tanganku terikat ke belakang. Kakiku juga terikat. Bukan cuma tangan dan kakiku yang terikat, tetapi badanku juga terikat. Orang-orang yang membawaku sepertinya takut aku terlepas kemudian melarikan diri. Itulah sebabnya, walau ketika ditangkap aku tidak melawan, aku tetap diikat kuat. Padahal, bila aku niat, melepaskan diri dan kabur dari penjagaan mereka adalah hal yang mudah bagiku. Tetapi untuk apa aku kabur? Bukankah aku sudah bosan dengan semua keadaanku. Aku ingin hidup normal seperti orang biasa. Dan satu keinginanku saat ini. Bisa mati walau di alam sana aku akan disiksa atas semua dosa-dosaku yang telah aku perbuat semasa hidup, tetapi aku rasa itu lebih baik dari pada aku menanggung derita hidup tidak mati-mati. Ya, hidup abadi alias tidak mati-mati itu ternyata tidak enak.
Aku terlahir dengan nama Liwung. Sebuah nama yang kuno. Ya, memang. Aku lahir belasan abad yang lalu di sebuah kerajaan yang ada di tanah jawa. Mulanya aku manusia biasa. Rakyat jelata. Sampai bapakku yang abdi dalem keraton mendaftarkan aku sebagai punakawan atau abdi Raden Soma, putra mahkota. Keinginan bapakku disetujui Raden Soma. Dan sejak saat itu aku menjadi abdi sekaligus pengawalnya Raden Soma. Saat itu aku masih manusia biasa sampai suatu hari Raden Soma membawaku dan beberapa prajurit kerajaan berkelana mencari Air Kehidupan. Sebagai abdi aku tidak banyak tanya dan ikut saja apa kehendak tuanku. Tetapi rupanya itulah langkah awal yang akan merubah hidupku. Bertahun-tahun kami berkelana mendatangi tempat-tempat yang jarang bahkan tidak pernah dikunjungi manusia untuk mendapatkan Air Kehidupan. Namun beberapa tempat bukan tempatnya sampai akhirnya kami tiba di sebuah tempat yang disebut Ujung Dunia. Di tempat itulah kehidupanku berubah. Bukannya Raden Soma yang mendapat dan meminum Air Kehidupan, tetapi aku. Dan sejak saat itu statusku berubah dari manusia biasa menjadi manusia abadi.
Kembali ke ceritaku di zaman modern. Tubuhku terguncang-guncang dan beberapa kali membentur bak truk. Beberapa tendangan mendarat. Orang-orang yang membawaku dan menjagaku di dalam truk menendangku setiap kali karung goni yang berisi tubuhku melorot ke arah mereka. Tendangan mereka tentu saja bermaksud agar karung goni berisi tubuhku kembali ke pojok bak truk.
Setelah cukup lama akhirnya aku merasa truk berhenti. Ku dengar pintu bak truk dibuka. Karung goni berisi tubuhku diseret dan dijatuhkan ke tanah. Beberapa saat kemudian terdengar perintah: "Lempar!!!". Aku merasa karung goni berisi tubuhku diangkat dan kemudian melayang. Byuurrr! Karung goni yang berisi tubuhku basah. Air perlahan masuk dari lubang-lubang halus di karung. Aku yakin karung goni yang berisi tubuhku dilempar ke sungai.
"Tembak!!!" sebuah suara menggelegar memberi komando.
Rentetan tembakan terdengar memecah kesunyian. Desing puluhan peluru bagai nyanyian malaikat maut yang akan mencabut nyawa. Karung goni berisi tubuhku dihujani peluru kaliber besar. Dalam sekejap karung goni berisi tubuhku hancur. Peluru kaliber besar dan tajam yang menerjang dan menghantam tubuhku membuat tubuhku terdorong dan tenggelam sampai ke dasar sungai. Terjangan peluru yang menghantam tubuhku membuat tali pengikat tubuhku putus. Begitu pula kain penutup mataku robek dan terlepas. Aku kini bebas tanpa terikat. Dan secara repleks aku berenang menjauh dari area yang masih dihujani peluru. Aku berenang mengikuti arus sungai yang cukup deras. Karena tidak melawan arus, berenangku cepat dan semakin jauh. Satu hal yang aku kagumi dari efek Air Kehidupan aku bisa bertahan hidup disegala keadaan. Seperti sekarang di air. Walau tidak punya insang seperti ikan, tetapi aku bisa menyelam lama tanpa kesulitan bernafas. Seperti layaknya hidup di darat.
Setelah merasa cukup lama di air, aku berenang ketepian dan menemukan sebuah tempat mirip gua. Aku masuk dan benar saja tempat itu memang gua tersembunyi. Ku rebahkan tubuhku di atas tanah becek berlumpur. Ku pandangi langit-langit gua. Ku tarik napas dalam-dalam. Shit! Aku masih hidup.
Sesaat aku mengingat jalan hidupku sebelum ditangkap dan dilempar ke truk.
Alex Golok, begitulah aku dikenal oleh orang-orang. Aku adalah kepala preman di sebuah desa. Nama golok disematkan karena kemana-mana aku membawa golok berkepala naga. Sebenarnya golok itu hanya golok biasa, tetapi untuk menutupi jati diriku dan untuk mengelabui orang-orang aku hembuskan berita bohong bahwa golok yang aku bawa bukan golok biasa tetapi golok pusaka yang membuatku kebal terhadap senjata tajam, peluru dan api. Dan agar pencitraan itu semakin diyakini orang, setiap kali aku bertempur dengan petugas dan ketika menaklukan para preman aku selalu memegang dan mengacungkan golokku. Saat itulah orang-orang melihat tidak ada senjata tajam dan peluru yang bisa melukai tubuhku. Sejak itu beredar kabar bahwa kesaktianku berasal dari golok berkepala naga itu dan berkat golok itu pula aku berhasil menaklukan para preman dan menjadi ketuanya.
Sepak terjangku di dunia premanisme meresahkan masyarakat. Aku yang sudah terlanjur basah berakting menjadi preman akhirnya menikmatinya dan memerankannya dengan baik. Walau tubuhku tidak bertato tetapi keganasan dan kekejamanku sudah dikenal orang. Di kalangan masyarakat sekitarku tidak ada yang berani membantah dan melawanku karena aku telah menanamkam idiom publik, yang berani melawanku berarti mencari mati. Dan hal itu berhasil aku tanamkan di benak mereka.
Saat itu, tahun 1982. Aku semakin menggila dan brutal. Entah berapa nyawa yang melayang di tanganku, entah berapa gadis yang aku renggut masa depannya, entah berapa istri yang harus berpisah dengan suaminya dan penderitaan-penderitaan lain yang aku timbulkan. Petugas dibuat kewalahan dengan ulahku. Dan kabar bohong yang aku ciptakan tentang kesaktianku yang berasal dari golok berkepala naga itu yang akhirnya menghentikan sepak terjangku dan mengakhiri dramaku. Petugas yang tahu "kelemahanku" menjebakku. Dikirimnya seorang agen wanita cantik untuk tidur denganku. Dan disaat aku tidur, diambilnya golok berkepala naga itu yang aku taruh di bawah bantalku. Ketika golok sudah lenyap atau tidak dalam genggamanku, saat itulah petugas menangkapku. Karena aku juga sudah bosan menjadi preman, aku pasrah dan tidak melawan hingga dengan mudahnya petugas meringkusku. Aku diikat kuat dan dimasukan ke dalam karung goni kemudian dilempar ke truk. Selesai sudah ceritaku menjadi preman. Permainanku game over. Dan kini setelah kejadian tadi berlalu, kini aku terbaring di tanah becek berlumpur di dalam gua tersembunyi sambil berpikir lakon apa lagi yang akan aku mainkan. Ide belum dapat, malah kantuk melanda. Aku pun memejamkan mata dan cerita ini pun berakhir.
.
.
.
* Cerita pendek ini hanya fiktif. Bila ada peristiwa yang sama, itu hanya kebetulan.
"Rahasiaku hanya aku yang tahu. Akan aku biarkan misteri itu tetap misterius." (Liwung)
.
.
.
Pengarang | Nur S |
---|---|
HitCount | 50 |
Nilai total |