Post 179 dari 357 dalam IndoSpcnet Wuxia Round Robin.
Home → Forum → Books → IndoSpcnet Wuxia Round Robin. → Post-6706
#179 | ![]() |
Azalae
13 Mei 2004 jam 9:24pm
 
Sekejab hari demi hari berlalu sudah (dua hari). Tak terukur jarak yang telah tertempuh (beberapa kilometer). Meninjau puluhan tempat pertemuan mencari petunjuk (restoran). Banyak informasi yang didapat (menu istimewa). Tetap tak dapat menemukan putri Eyyore membuat gelisah hati para pendekar (Azalae rindu makanan istana). Sementara menunggu tibanya utusan dari sisi musuh, jagoan kita melakukan kesibukan masing2. Azalae merenungkan kejadian beberapa hari yang lalu. Siang itu Bluenectar menghampiri Azalae yang duduk di bawah sebuah pohon. "Sudah kau pikirkan jawabannya?" Sastrawan bulat menenggok ke atas, "Jawaban?" Kedua alis turun membentuk sudut tajam. "Berhari2 aku menunggu. Jangan bilang kamu lupa." "Oh! Ga lupa dong." Beberapa detik berlalu dengan sunyi. "Jadi?" Bluenectar mulai tidak sabar. "Jawabanku: kamu benar. Tepat sekali. Aku kagum!" Suasana kembali sepi. Kedua pasang mata bertemu. Milik Bluenectar menunjukkan kejengkelan. "Apa arti: "Ooohh pertanyaan yang itu." Azalae memasang wajah serius dan seolah2 berpikir dalam dan jauh. Akhirnya ia berkata, "Kemajuan seni belakangan ini sungguh luar biasa sampe ada pembuat alat musik yang mampu menciptakan seruling super besar. Atau telah ditemukan pengeras suara yang luar biasa hebatnya. Atau alam semesta tidak sebesar yang kita bayangkan." "Azzy, kamu kok bisa lulus jadi sastrawan dan diterima kerja di istana sih?" "Dengan semangat dan kehandalan, kawan." Sephia dan RDAK bergabung ikut acara ngegosip ... err ... berembuk mencari ide. Sesampainya di pohon rindang mereka melihat sastrawan hitam putih menusukkan jarum dengan benang ke dalam pao, mengikat dengan beberapa pao yang lain. "Azzy, kamu ngapain?", Sephia yang pertama bertanya. "Belajar menjahit?", tebak RDAK. "Melihat kemajuan misi kita, belajar menjahit bukan ide jelek.", tutur Bluenectar "Paling tidak dia bisa jadi penjahit kalo gagal." "Pao Tak Sayang Gigi ringan seperti pao yang lain tapi tahan banting." Azalae menunjukkan pao2 yang sudah terjahit. "Ini baju pao pelindung dari segala macam senjata." Empat manusia, empat jalan pikiran. Sastrawan panda bangga dengan hasil karyanya. RDAK mulai merasa pipinya memerah karena malu. Sephia bingung mana yang lebih aneh: pao tahan tusukan pedang ato pendekar bulat yang memakainya. Bluenectar tidak berpikir apa2 ia sudah pasrah sejak lama. Di dunia ini ada beberapa hal yang sebaiknya ga usah ditanya. Berusaha mengalihkan topik pembicaraan, RDAK berseru, "Berapa lama lagi pasukan kerajaan akan tiba?" "Pasukan? Datang?" Azalae bertanya dengan muka polos. Enam mata berfokus ke satu orang. "Loh pesan yang kamu kirim ke istana?" Bluenectar mulai curiga. "Umm...." Azalae membuka mulut tapi batal melanjutkan. Salah bicara bisa habis dia. "Kamu ngirim pesan ke istana kan?" "Iya." "Supaya dikirim tentara mengepung telaga lima arus?" Sephia mendekat, tangan mengepal. "Tepatnya aku memohon tambahan tenaga." "Tenaga?" RDAK mulai menyadari apa isi pesan tersebut. "Tenaga dalam bentuk apa?" "Bahkan Sun Tzu pun berkata dalam perang, persediaan logistik sangat penting." Azalae berusaha menjelaskan. Serta merta ketiganya melompat. Di antara teriakan marah, terdengar sayub2 suara Sastrawan Tangan Cepat, "... tunggu ... tapi ... ada tentara ... jaga ... dicuri ... bandit ..." Malam itu Azalae merasakan betapa nyamannya tidur menggelantung terbalik terikat di dahan pohon berselimut baju pelindung dari pao. Untunglah Kaisar mengirim pasukan lebih untuk memberi bantuan. Dan Azalae dapat turun dari pohon. |