Home → Bacaan → Bara di Borobudur
Seusai pertempuran di Kademangan Sumur Welut yang terletak di sebelah barat Kali Brantas, Bondan pulang kembali ke Pajang atas panggilan gurunya, Resi Gajahyana. Sementara itu terjadi banyak gangguan keamanan yang menimpa daerah sekitar Pajang. Ki Demang Sayuti membina satu kelompok pengawal yang tangguh. Kekuatan pengawalnya sedikit banyak telah membantu memberi rasa aman kepada para pedagang ketika berhubungan dengan Kademangan Grajegan yang dipimpinnya.
Lalu ditambah kehadiran para pelarian dari Tiongkok menjadikan Kademangan Grajegan semakin kuat, setelah sebelumnya ditempa dengan latihan – latihan oleh Ki Wisanggeni.
Keadaan semakin bertambah gelap ketika pasukan berkuda yang dipimpin oleh Ki Nagapati, seorang senopati tangguh yang setia pada Lembu Sora dan Gajah Biru, memasuki wilayah Pajang.
Kehadiran Bondan di Pajang telah membuka mata Bhre Pajang. Setelah berkenalan dengan Jalutama, putra Ki Argajalu pemimpin Tanah Perdikan Menoreh, Bondan mulai melangkah sesuai pesan gurunya. Keamanan Pajang mulai dipulihkan oleh Patih Brang Wetan yang dibantu Ken Banawa dan Ki Banyak Abang serta Ra Pagawal.
Ki Manyuran, seorang pedagang yang sangat kaya, merasa kuat untuk menolak kekuasaan Bhre Pajang. Ia melakukan serangan ke Pajang akan tetapi segera dapat dikalahkan oleh Ki Nagapati. Kao Sie Liong turut dalam pasukan Ki Nagapati ketika serangan itu terjadi.
Sebuah kejutan kemudian terjadi di Kademangan Grajegan. Ki Demang Sayuti memanfaatkan kemelut di kotaraja untuk menguasai Pajang. Dibantu oleh empat pelarian dari Tiongkok menjadikannya semakin berhasrat menduduki Pajang.
Bondan dihadapkan pada pilihan sulit. Memilih Majapahit berarti dia akan menjadi musuh bagi orang yang dicintainya. Dalam kekalutan itu, Resi Gajahyana meninggalkan kehidupan untuk selamanya.
Lereng Merbabu dan Merapi pun membara. Pasukan Ki Demang Sayuti dapat dipukul mundur. Ia menyusun kembali kekuatan di sekeliling sebuah bangunan tua (sekarang dikenal sebagai candi Borobudur). Ilmu yang diwarisi Bondan dari Mpu Gandamanik membuat kemampuannya semakin berlapis-lapis lebih tinggi. Perang tanding dengan salah seorang dari Tiongkok membuat tebing di lereng Merbabu menjadi porak poranda. Pertempuran tingkat tinggi yang sulit dimengerti juga terjadi di bangunan kuno.
Kekuatan dari masa lalu semakin membayangi langit kotaraja. Karena beberapa alasan maka Bhre Pajang akhirnya digantikan oleh Dyah Wiyat. Peralihan ini dimanfaatkan untuk menempatkan Ra Pawagal di ujung tanduk.
Hingga pada akhirnya sebuah keputusan penting dari Gajah Mada mempengaruhi hukuman yang ditetapkan bagi Ra Pagawal.
Silahkan menikmati.
Selengkapnya kisah Bondan Lelana dapat diikuti Bara di Borobudur
Pengarang | Ki Banjar Asman |
---|---|
Tamat | Tidak |
HitCount | 1.721 |
Nilai total | ![]() |
1 | ![]() |
Bara di Borobudur 1
ronirisdianto 17 Januari 2018 jam 7:24pm |
2 | ![]() |
Bara di Borobudur 2
ronirisdianto 18 Januari 2018 jam 3:34pm |
3 | ![]() |
Bara di Borobudur 3
ronirisdianto 23 Januari 2018 jam 2:17pm |
4 | ![]() |
Bara di Borobudur 4
ronirisdianto 26 Januari 2018 jam 5:01pm |
5 | ![]() |
Bara di Borobudur 5
ronirisdianto 29 Januari 2018 jam 12:16pm |
6 | ![]() |
Bara di Borobudur 6
ronirisdianto 31 Januari 2018 jam 2:33pm |
7 | ![]() |
Bara di Borobudur 7
ronirisdianto 7 Februari 2018 jam 3:27pm |
8 | ![]() |
Bara di Borobudur 8
ronirisdianto 22 Februari 2018 jam 4:06pm |
Baca semua komentar (8)
Tulis Komentar
#4 | ![]() |
ronirisdianto
26 Januari 2018 jam 5:04pm
 
Zulhendra menulis:terima kasih ki sanak..mungkin akan menjadi panjang karena pemberontakan lumajang, ra kuti hingga jayanegara diungsikan ke bedander juga akan ditulis dalam "bara di borobudur".. |
#5 | ![]() |
andirahman
30 Januari 2018 jam 10:03pm
 
Masukan saja, jika setting waktu cerita ini adl masa awal majapahit, semestinya belum ada kota Demak, karena Demak ada di era akhir Majapahit yang dikembangkan dari daerah Glagahwangi. Demikian juga Madiun, baru ada setelah era akhir Pajang dan awal Mataram Islam, di era Demak sampai Pajang, wilayah Madiun masih disebut dengan nama Purabaya, baru di era Panembahan Jumeno, anak bungsu Sultan Trenggono di era Sultan Hadiwijaya Pajang, wilayah Purabaya berubah nama menjadi Madiun. |
#6 | ![]() |
Rifky1
31 Januari 2018 jam 2:09am
 
Mantap mas.. |
#7 | ![]() |
ronirisdianto
31 Januari 2018 jam 2:23pm
 
andirahman menulis:matur nuwun informasinya ki sanak ![]() |
#8 | ![]() |
ronirisdianto
31 Januari 2018 jam 2:24pm
 
Rifky1 menulis:semoga begitu ki ![]() |