Home → Forum → Books → Pendapat tentang saduran
| #41 |
Hattrick
20 Maret 2006 jam 3:38pm
 
jaman2 dulu mungkin orang kita lom ngerti soal royalti2an... dulu pertama diterjemahin itu uda berapa puluh taon yang lalu... |
|
| #42 |
Tasha
20 Maret 2006 jam 4:10pm
 
eeyore menulis:setuju... hehe memang jadi mikirin kepentingan sendiri sih, cuma kalo dia gak ngasih izin ke penerbit indo, masa kita gak bisa baca bukunya..... kalaupun gak jadi dicetak dalam bentuk buku, toh tetep aja terjemahannya beredar di internet... apakah itu pakai royalti juga? |
|
| #43 |
|
Soeprijo
20 Maret 2006 jam 4:31pm
 
oklah |
| #44 |
|
toan_ie
4 September 2006 jam 1:12pm
 
Menurut OKT cianpwee, karya-karyanya merupakan saduran karena OKT tidak menerjemahkan kata demi kata, tapi beliau membaca dahulu cersilnya, kemudian menulis kembali cerita tersebut dengan gaya bahasanya sendiri. Sementara GAN KL setahu gw lebih cocok disebut penerjemah, karena cenderung menerjemahkan kata demi kata. Di jamannya Gan KL, OKT, OAS dll.. penyadur atau penerjemah cersil sama sekali tidak pernah meminta izin atau membayar royalti ke JY, nggak tahu kalo terbitan yang sekarang. Hal ini diakui sendiri oleh JY ketika diwawancarai oleh wartawan Indo di HK, tapi JY sendiri tidak keberatan karyanya diterjemahkan atau disadur tanpa ijin, mungkin JY udah kaya kali, jadi nggak ngejar materi semata. Menurut JY asalkan para penggemar cersil dapat membaca karyanya, JY sudah puas..benar apa gak ya..hehe |
| #45 |
momongcha
22 Desember 2008 jam 7:14pm
 
Pada tahun 60an-70an, dunia novel persilatan ada 4 penulis yang diakui sebagai 'dewa'nya cerita silat (wu xia xiao shuo). Salah satu dari empat penulis ini adalah Gu Long (nama palsu, nama kiasan). Pada awal karirnya, Gu Long berusaha menulis novel silat dengan 'mencontek' teknik menulis Jin Yong (juga nama palsu), dan salah seorang lagi dari 3 penulis 'dewa' (namanya lupa). Awalnya dia memang berniat 'mencontek', tetapi setelah dia semakin merasa tertantang untuk menulis novel silat dengan nuansa baru. Akhirnya, setelah kurang lebih tiga tahun 'bertapa' di Mainland China, dia mengeluarkan sebuah novel yang ditulis dengan teknik yang berbeda dari 3 'dewa' penulis novel silat lainnya pada waktu itu. Apakah plagiarisme sama dengan 'menyadur'? Sepertinya tidak. Plagiarisme jauh lebih berat 'dosanya' daripada menyadur. Apakah plagiarisme 'dosa' yang terberat dalam dunia seorang penulis? Tergantung komunitas dimana sang penulis berlingkup, tergantung penulis itu, dan tergantung hukuman yang ada di negara tempat sang penulis berteduh... Jin Yong sendiri tidak menciptakan suatu teknik menulis novel silat yang baru. Dia justru mengikuti pasar dan masyarakat umum. Dia tahu dengan baik bahwa mau sukses, mau dapat duit, mau terkenal, maka apa yang dia buat harus bisa menembus pasar umum. Pasar umum pada waktu dia dulu yah pembaca-pembaca suratkabar/buku/novel di Hong Kong, Taiwan, dan Mainland China. Jin Yong juga pernah membuat pernyataan umum bahwa dari sekian banyak pembaca yang membaca novel-nya, ternyata mayoritas adalah 'teman-teman' berusia muda. Pembaca golongan ini, menurutnya, ternyata sangat setia sekali. Apalagi yang fanatik. Yang fanatik dengan karyanya sering memberikan kritik yang pedas. Misalkan kesalahan fakta mengenai perdana menteri Han Zhou di bab awal novel 'She Diao Ying Xiong Chuan'. Ada juga kritik pedas terhadap novel dia terakhir, yaitu 'Lu Ding Ji' (Duke of Mount Deer). Salah satunya mengkritik bahwa novel itu tidak ditulis dengan tangannya sendiri, dan bukan karya aslinya. Jin Yong membuat pernyataan bahwa novel itu asli ditulis dari tangannya sendiri, dan asli karyanya. Dia memang sengaja menulis 'Lu Ding Ji' dengan teknik menulis yang berbeda dengan novel-novel sebelumnya. Ucapnya, "bila seorang penulis tidak menantang dirinya sendiri untuk menulis sebuah novel dengan teknik menulis yang baru (atau berbeda), maka sang penulis tersebut telah menggali lobang untuk dirinya sendiri (menghambat kemampuan berkembang)." Seperti Gu Long, awal karirnya, dia 'meniru/mencontek' teknik menulis novel silat 'dewa' penulis novel silat. Tetapi akhirnya menemukan teknik menulis yang baru dan berbeda dengan para 'dewa' penulis lainnya. Hanya bedanya, Gu Long meninggal dunia karena alkohol, dan novel-novelnya pada bagian terakhir hidupnya sudah menurun kualitasnya. Ada yang menjelaskan bahwa kecanduan Gu Long dengan alkohol menyebabkan dia terinspirasi untuk menulis dan menemukan teknik menulis yang baru dan berbeda. Tetapi alkohol juga yang telah membuat teknik menulisnya jadi semakin jelek dan tidak berkembang. |