Home → Bacaan → Warisan Naga Branjangan
Tinggal Di Gua Jantera Pawaka
Sudah lima tahun, aku tinggal di sebuah gua terpencil sejak lari dari kediaman seorang yang aku sebut sebagai paman. Gua di mana aku tinggal sekarang terletak di sebuah lembah di lereng gunung, yang aku sendiri tidak tahu pasti namanya. Tapi pernah aku ingat orang menyebutnya sebagai gunung Jantera Pawaka. Penampakan gunung itu memang memutar bulat seperti roda, dan selalu mengeluarkan asap sebagai tanda gunung berapi yang aktif. Mungkin, karena serupa dengan roda (Jantera) dan selalu berapi (Pawaka), gunung itu disebut Jantera Pawaka.
Selama tinggal di gua itu kecuali aktivitas harian seperti makan, minum, mandi dan lain-lain, setiap hari aku sibuk dan bertekun mempelajari berbagai ilmu yang tanpa sengaja aku temukan di dalam gua. Sebelum aku menempatinya, gua itu pernah ditinggali oleh seseorang bernama Bratasenawa yang menurut pengakuannya disebut-sebut sebagai Naga Branjangan.
Tidak banyak keterangan yang ditinggalkan oleh orang itu. Hanya nama, gelar dan beragam ilmu yang sebagian terukir di dinding gua dan sebagian lagi di batu-batu besar yang berada di dalam gua. Keterangan lain, dikatakan bahwa ia telah mendiami gua itu selama empat puluh tahun, dan kemudian pergi meninggalkannya untuk suatu sebab yang tidak diceritakannya.Terhadap peninggalannya, ia berpesan agar siapa saja yang menemukannya dapat mempelajari dan menggunakan secara bijak.
Ada banyak peninggalan Naga Branjangan sebagaimana terukir di dinding dan batu-batu di dalam gua, di antaranya olah meditasi dan teknik pernafasan, cara menghimpun tenaga murni, pengobatan dan gerakan-gerakan bela diri. Di luar itu, sang Naga juga meninggalkan banyak kitab mengenai ajaran-ajaran keutamaan dan kebijaksanaan kuno. Ada pesan yang ditulisnya: â€Siapa pun yang ingin mempelajari ilmu peninggalannya, harus memulai dengan olah meditasi dan teknik pernafasan serta cara menghimpun tenaga murni. Sambil melatih teknik-teknik itu, hendaknya diimbangi denganmembaca kitab-kitab keutamaan dan kebijakan yang aku tinggalkan agar jiwa menjadi lebih bersih dan tidak kosong. Jangan terburu-buru untuk mempelajari teknik gerak bela diri yang aku tuliskan karena sulit untuk dapat menyelami intisari dari gerak-gerak itu. Setidaknya butuh waktu lima atau enam tahun memperkuat batin dan jiwa untuk kemudian mempelajro teknik gerak bela diri: NAGA SEMESTA.â€
Kebetulan aku sendiri memang tidak begitu suka dengan olah kanuragan. Sewaktu di rumah Paman dulu pun aku lebih banyak memacu diri untuk belajar baca dan tulis. Tidak seperi teman-teman sebaya, termasuk juga dua anak paman, sangat mengandrungi olah kanuragan. Dibandingkan mereka, aku sangat jauh tertinggal, malah sering jadi korban latihan. Tetapi, untuk baca dan tulis, di usiaku yang baru menginjak sepuluh tahun banyak kitab sudah kubaca walaupun tidak sepenuhnya dapat dipahami. Kemampuan baca dan tulis yang aku miliki sudah sejajar dengan mereka yang berusia tujuah atau bahkan sepuluh tahun di atasku.
Seperti biasa, sehabis bangun tidur dan mencari makanan di hutan sekitar gua, aku terbenam dalam olah meditas. Sesuai petunjuk Naga Branjangan, tujuh cara meditasi terus aku praktekkan sepanjang tinggal di gua. Pertama, meditasi cakra dasar, yang menurutnya bermanfaat untuk memperkuat kepercayaan diri, kedisiplinan, dan daya tahan tubuh. Caranya, duduk bersila tangan di pangkuan (di bawah pusar), kedua telapak menghadap atas, yang kanan menumpang di kiri (menempel) dan Jari-jari rapat, jempol ditekuk. Cakra dasar sangat berpengaruh pada energi kehidupan. Kedua, meditasi cakra suci berdayaguna untuk merangsang daya cipta, antusiasme, dan memperlancar metabolism tubuh. Posisi meditasi cakra suci kedua tangan di depan dada, ujung jari menghadap atas, dan kedua telapak ditempelkan (telapak tangan kiri menghadap kanan, sedang yang kanan menghadap kiri). Cakra Suci berpengaruh pada kreativitas dan membangun keintiman dan kepekaan hubungan dengan alam sekitar. Ketiga, meditasi cakra ulu hati (solar plexus) untuk meredam ketegangan, ketakutan, rasa was-was dan menumbuhkan kedamaian dan ketenangan diri. Lalu, keempat, meditasi cakra jantung dengan posisi kedua tangan di depan dada, ujung-ujung jari menghadap bawah, dan jari kanan dan kiri saling menempel dan renggang, sehingga membentuk pola segitiga terbalik.Latihan ini membuat keseimbangan antara jiwa dan raga, juga untuk penyembuhan. Kelima, meditasi cakra tenggorokan dengan posisi kedua tangan di depan dada, posisi lengan horizontal, dan telapak tangan kiri menghadap atas, sedang yang kanan menghadap bawah. Jadi posisi menangkup.Keenam, meditasi cakra kening, dengan kedua tangan di atas lutut, kedua telapak menghadap atas, dan tempelkan jempol dengan telunjuk (membentuk pola lingkaran).Fungsi meditasi ini untuk membuka cakrawal berpikir, meningkatkan daya analisa terhadap kondisi sekitar, dan mempertajam intuisi. Terakhir, meditasi cakra mahkota,kedua tangan di atas lutut, dan jari-jari dikuncupkan.Meditasi cakra mahkota berpengaruh untuk mempertebal dan memperkuat daya batin dan spiritualitas.
Selain olah meditasi, aku juga melatih berbagai tekni pernapasa sesuai ajaran Naga Branjangan, seperti teknik pernapasan perut (menarik nafas dengan perut mengembang dan ketika mengembuskan nafas, perut mengempis), teknik pernapasan dada (ketika menarik napas, dada dikembangkan dan saat menghembuskan napas dada dikempiskan), teknik pernapasan pundak (saat menarik napas udara menuju kebagian pundak atau dada bagian atas, sehingga pundak akan naik. saat menghembuskan napas pundak diturunkan kembali ke posisi biasa), dan teknik pernapasan sempurna. Untuk teknik terakhir itu, bertujuan untuk membuat udara masuk dengan sempurna dan memenuhi seluruh ruang didalam paru paru. Tekniknya ditempuh dengan melakukan pernapasan gabungan yaitu dengan menggabungkan tehnik pernapasan perut, dada dan pundak sekaligus pada saat bersamaan. Saat menarik napas udara menuju kebagian perut, kemudian dada dikembangkan dan pundak diangkat keatas. Kemudian hembuskan napas dimulai dengan mengempiskan perut dilanjutkan dengan menurunkan dada dan pundak.
Dengan latihan-latihan meditasi dan olah pernapasan yang telah aku jalani bertahun-tahun, aku merasa lebih tenang menjalani hidup, tidak banyak dihantai oleh was-was dan kekhawatiran. Untuk mengisi dan mempertebal kekuatan batin dan jiwa, Naga Branjangan memberi petunjuk yang memuatu empat inti ajaran mengenai Tresna (cinta kasih), Gumbira (bahagia), Upeksa (tidak mencampuri urusan orang lain) dan Kamitraan (setia kawan). Petunjuk-petunjuk itu ditulisnya diguratkan di atas lepengan batu yang sudah berulang-ulang aku baca dan salami setiap saat melakukan olah meditasi dan pernapasan. Ternyata, gabungan latihan meditasi, pernapasan dan mengulang-ulang ajaran sebagaimana yang dianjurkan Naga Branjangan tanpa aku sadari telah membangkitkan tenaga dalam di dalam diriku.
Apalagi di dalam gua terdapat mata air yang terus mengalir tanpa henti yang membentuk kolam. Kolam itu menjadi tempat biasa aku membersihkan diri sekaligus melatih teknik pernapasan di dalam air. Melatih pernapasan di dalam air memberi kemajuan yang sangat berarti bagi penghimpunan tenaga murni. Naga Branjangan juga menuliskan petunjuk mengenai teknik meditasi dan pernafasan di dalam air, dan ini menjadi peganganku unuk melatihnya. Bila pada tahun-tahun awal aku hanya dapat bertahan 2 hingga 5 menit di dalam air, setelah tahun ketiga terus menerus melatih teknik yang diuraikan Naga Branjangan, aku dapat terus meningkatkan kemampuan untuk bertahan di dalam air, kini aku bisa bertahan hingga 3o menit di dalam air tanpa perlu naik ke permukaan untuk menghirup udara.
Jati Diri?
Aku dipanggil dengan nama Argo. Ya, karena memang nama lengkapku adalah Arga Triwikrama. Arga berarti gunung. Sementara, Triwikrama diambil dari tiga langkah “Dewa Wisnu†atau Atma Sejati (energi kehidupan) dalam melakukan proses penitisan. Sejak kecil aku tidak mengenal ayah dan ibu. Orang yang aku kenal adalah paman, yakni paman Samaragrawira, yang merupakan pejabat utama pemerintahan kota Tembelang, yang terletak di kaki gunung Jantera Pawaka. Selain menjadi pejabat, paman Wira juga merupakan ketua perguruan, Merak Mas, yang sering melakukan pengembaraan selain melakukan perjalanan tugas pemerintahan ke berbagai kota, termasuk kota raja. Menurut kabar berita, paman Wira masih memiliki ikatan yang dekat dengan Raja yang sekarang berkuasa, dan diberi tugas oleh sang raja untuk mengurus pemerintahan di kota Tembelang, salah satu bagian penting dari kerajaan di luar ibukota.
Sebelum aku ada dan tinggal menetap di kediaman paman, perguruan Merak Mas sudah berdiri. Perguruan ini sebenarnya didirikan oleh Dharanindra, kakek guru dari paman Wira. Sejak dipilihnya paman Wira menjadi ketua perguruan, agar tidak meninggalkan urusan pemerintahan, pergurunan itu dipindahkan dari tempat semula, yakni Mamrati, ke Tembelang dimana paman duduk menjalankan pemerintahan.
Pengarang | onomarp |
---|---|
Tamat | Tidak |
HitCount | 30.158 |
Nilai total | ![]() |
Baca semua komentar (373)
Tulis Komentar
#369 | ![]() |
elsiansu
23 Oktober 2012 jam 1:26pm
 
Suhu Cikeng udah sampe tapi ko halaman 417 s.d 460 ga ada terganti sama halaman 101 s.d 144 jadi halaman 101 s.d 144 ada dua kali... terima kasih |
#370 | ![]() |
gigih
6 Desember 2012 jam 2:53pm
 
lanjut please.......... |
#371 | ![]() |
yasin
8 Desember 2012 jam 8:00pm
 
lanjut dong...... |
#372 | ![]() |
kuntoro
24 Desember 2012 jam 11:26pm
 
Mirip nagabumi |
#373 | ![]() |
diazsaid
18 Juli 2013 jam 10:24pm
 
kuntoro 24 Desember 2012 jam 11:26pm icon_biohazard16 Lapor bukan mirip mas kuntoro, tpi emang sama ceritanya |