The Blade of the Courtesans

HomeBacaanThe Blade of the Courtesans

t0t0
9 April 2013 jam 8:20am

01

(5) :wub:

Tanggul Nihon

Di penghujung senja hari keempat belas, bulan kedelapan, tahun ketiga, menurut kalender lama—era Meireki (tahun 1657)—Matsunaga Seiichiro berdiri di atas Tanggul Nihon, sepanjang parit lebar di Asakura.

Sejauh mata memandang tampak hamparan batang padi yang tersisa usai panen menyembul di permukaan sawah dan meliuk pelan terbawa hembusan angin sepoi-sepoi. Pemandangan yang begitu kental dengan nuansa alam pedesaan membawa ketenangan dalam sukma Seiichiro.

Setelah melewati malam sebelumnya di penginapan di Kawasaki, ia berangkat pagi-pagi sekali guna menjelajahi kota Edo. Inilah pertama kalinya ia melihat kota besar yang sedang berkembang, namun entah bagaimana ia tidak terpukau.

"Hanya begini kota Edo yang mahsyur?" Ia bertanya-tanya.

Hiruk pikuk terdengar dari kerumunan orang yang berdesakan. Para saudagar saling berteriak dengan kasar, dan beberapa penjaja berlomba-lomba menawarkan dagangan mereka dengan suara melengking. Ia merasakan kesinisan dalam tatapan orang-orang yang berjejalan itu. Hal ini membuat semangatnya luntur.

"Manusia gunung," ia berkata pada dirinya sendiri, "lebih memiliki kedamaian dan kemurahan hati."

Sejak kecil Seiichiro menetap di gunung Higo, di kepulauan jauh yang terletak di selatan Kyushu. Ditempat itu orang-orang hidup dalam damai. Ia tidak pernah melihat tatapan kejam.

"Mengapa dalam pesan terakhirnya, guru menyuruhku datang ke kota yang brutal ini? Ia merasa bingung.

Sang guru adalah Miyamoto Musashi. Seiichiro dibuang sedari kecil, dan sejauh ingatannya, ia dibesarkan oleh Musashi di gunung Higo. Musashi merupakan guru sekaligus ayah baginya. Sekitar dua belas tahun silam—pada tahun kedua era Shoho—Musashi meninggal dunia, namun menjelang ajal dia menitipkan Seiichiro dalam pengasuhan muridnya yang ter-percaya, seorang bujang daimyo1 daerah Higo yang bernama Terao Magonojo.

"Jangan izinkan dia meninggalkan tempat ini hingga usianya dua puluh enam tahun. Begitu mencapai usia itu, utus dia ke kota Edo untuk menemui Shoji Jin’emon di Yoshiwara." Musashi juga menitipkan surat pengantar pada Terao bila kelak Seiichiro berangkat ke Edo.

Seiichiro masih berusia empat belas tahun, tapi ia masih ingat pancaran rasa sayang di wajah Musashi, dan jadi mengerti bahwa Shoji pastilah sosok yang sangat berarti bagi gurunya.

Toho shinan issai muyo—jangan ajari ilmu pedang.

Begitulah Musashi menitahkan Magonojo agar tidak memberi pelajaran lebih lanjut pada Seiichiro, dan Magonojo mematuhinya. Seiichiro, yang olah pedangnya ditempa langsung oleh Musashi hingga berusia empat belas tahun, terpaksa harus berlatih olah pedang sendirian.

Dalam benak Seiichiro, sosok Musashi selalu hadir di depannya, sorot mata setajam elang terpancang ke arahnya. Namun di musim gugur yang lalu, figur Musashi sirna. Tatapan mata Musashi, yang tak pernah meninggalkannya, kini lenyap.

Seolah-olah menunggu peristiwa itu terjadi, Terao Magonojo mengunjungi Seiichiro dan mengatakan telah tiba saatnya dia turun gunung. Usai dididik selama setengah tahun tentang berbagai adat istiadat, Seiichiro memulai pengembaraannya ke ibukota. "Andai aku tidak pernah berusia dua puluh enam tahun," pikirnya, lalu tersenyum kecut saat terbetik kesadaran ia terdengar seperti anak kecil yang cengeng.

Lengkingan burung membangunkannya dari lamunan.

Tiba-tiba ia disergap suatu firasat. Perlahan ia menghela napas, lalu melemaskan badan dari kepala hingga ke jari kaki. Beginilah caranya menghadapi bahaya. Kemudian ia berjalan ke arah beberapa rumah di mana para penghuninya mulai menyalakan lampion. Seiichiro tidak menyadari kalau langkahnya yang tertatih-tatih, tak berdaya, adalah gaya berjalan uho. Gaya berjalan seperti itu biasa dipakai para rahib selama upacara Mizutori di Biara Todaiji, walaupun di negara asalnya, Gina, itu merupakan salah satu teknik militer tonko. Tonko dalam bahasa Cina setara artinya dengan nmjutsu} Tanpa Seiichiro sadari, dia telah mencapai penguasaan teknik ninjutsu.

Seiichiro tidak menyadari bahwa hari itu—hari keempat belas, bulan kedelapan, tahun 1657, tahun ketiga, era Meireki—merupakan tonggak sejarah baru bagi kota Yoshiwara. Peresmian Shin-Yoshiwara, kota pelesir Yoshiwara yang baru.

Kota pelesir Yoshiwara yang lama dibuka oleh Shoji jin’emon di wilayah Fukiyacho, Nikonbashi, belakangan menjadi Horidomecho Itchome. Wilayah itu telah menjadi pusat bisnis selama empat dasawarsa ketika—sepuluh setahun lalu—hakim kota mengeluarkan perintah untuk merelokasi distrik tersebut. Pilihan lokasi ditawarkan: Honjo atau Tanggul Nihon Asakusa. Honjo terletak di seberang Sungai Sumida, dan waktu itu belum ada jembatan yang melintasi sungai. Para pemimpin Yoshiwara berembug dan memutuskan walaupun lokasi Tanggul Nihon merupakan pilihan yang lebih bijak.

Dana relokasi diberikan pada hari kedua puluh tujuh, bulan sebelas, tahun kedua, era Meireki. Para penguasa kota berjanji bahwa konstruksi akan dimulai pada musim semi berikutnya. Namun pada hari kedelapan belas, bulan satu, tahun ketiga, era Meireki, kebakaran melalap habis Edo. Kebakaran hebat itu dikenal sebagai Kebakaran Besar Meireki, atau Kebakaran Furisode yang menelan korban 35.000 hingga 100.000 jiwa.

Tak ada yang menyangka bahwa Seiichiro, saat ia melangkah dengan ragu-ragu, bukan termasuk pemburu kesenangan yang butuh selingan di tempat pelesir yang baru dibuka.

"Permisi, tuan."

Saat mencapai bagian tengah Tanggul, ia mendengar ada yang memanggil. Di depan salah satu kedai teh yang baru dibangun, seorang laki-laki dengan senyuman ramah berdiri seraya mengusap-usap tangan. Kedai teh itu adalah Doromachi-no-Nakashu-ku, semacam area singgah bagi mereka yang hendak pergi ke Yoshiwara. Berjalan pelan menyamping dan berbicara dengan nada yang sangat ramah, laki-laki itu menyapa Seiichiro, MSaya tahu Tuan pasti sudah tak sabar, tapi kalau tuan masuk dengan kaki kotor seperti itu, Anda tahulah, para oiran, begitulah, mereka akan…."

Orang tersebut menggerakkan kepala dengan gaya teatrikal.

Seiichiro hanya mengerti kurang dari separuh ocehannya. Apa maksudnya dengan tak sabar lagi? Apa pula oiran itu? Satu-satunya yang ia mengerti adalah kakinya kotor, dan tidak diragukan lagi kuranglah pantas bertamu dengan kaki sekotor ini.

"Terima kasih. Aku akan membasuh kaki." Membungkuk sedikit, Seiichiro menuruni tanggul ke arah parit Sanya.

"Hei, tunggu," pria itu tergagap karena bingung. "Datanglah ke tempat kami untuk membasuh kaki, dan juga rambut! Anda takkan membiarkan penampilan seperti itu, kan? Semprotkan sedikit minyak

wangi dan Anda akan mendapat sambutan hangat dari para oiran."

"Apa maksud Anda dengan oiran"

"Hah?" Pria itu berkata dengan suara melengking, tapi dengan cepat dia kembali menguasai diri lalu tertawa.

"Ha ha ha, Anda pandai sekali berolok-olok, ya?"

"Sungguh, apa oiran itu?" Kata Seiichiro dengan wajah serius.

"Anda… Anda akan ke cho?"

"Cho?"

"Ayolah, jangan bercanda," ujar pria itu sambil menggelengkan kepala, mencela.

"Cho adalah Cho. Goshiwara Go-cho"

"Begitu. Kalau memang benar begitu, berarti aku memang hendak ke sana."

"Anda mau ke cho tapi tidak tahu oiran" Pria itu merasa sedang diperolok, dan dia tampak kesal.

"Aku tidak bermaksud menemui orang yang bernama Oiran. Hanya ada urusan dengan Shoji Jin’emon."

Mendadak suasana menjadi kaku. Dari dalam tubuh laki-laki aneh itu memancar aura bengis yang tidak terduga. Dengan sedikit memalingkan pandangan mata, Seiichiro mengelak dari pengaruh jahat itu. Dalam sekejap, naluri pengisap darah lenyap. Hal itu terjadi sangat cepat sehingga tak ada yang merasakan perubahan selain Seiichiro.

"Bila yang Anda maksud toko Tuan Shoji, Anda akan menemukannya di pojok Edocho Itchome. Nama tokonya adalah Nishidaya."

Pria itu memberi petunjuk arah dengan gaya sangat sopan.

:oops:... Bersambung ke 02


Pengarang Keiichiro Ryu
Tamat Ya
HitCount 13.683
Nilai total rating_0

Bab

1 02
t0t0 9 April 2013 jam 8:29am
2 03
t0t0 9 April 2013 jam 8:36am
3 04
t0t0 9 April 2013 jam 8:42am
4 05
t0t0 9 April 2013 jam 8:47am
5 06
t0t0 9 April 2013 jam 8:53am
6 07
t0t0 24 April 2013 jam 7:57am
7 08
t0t0 24 April 2013 jam 8:15am
8 09
t0t0 24 April 2013 jam 8:20am
9 10 s.d 11
t0t0 24 April 2013 jam 8:27am
10 12
t0t0 1 Mei 2013 jam 3:52am
11 13
t0t0 1 Mei 2013 jam 4:05am
12 14
t0t0 1 Mei 2013 jam 4:48am
13 15
t0t0 6 Mei 2013 jam 6:09pm
14 16
t0t0 6 Mei 2013 jam 6:24pm
15 17
t0t0 6 Mei 2013 jam 6:29pm
16 18
t0t0 6 Mei 2013 jam 6:36pm
17 19
t0t0 6 Mei 2013 jam 6:39pm
18 20
t0t0 6 Mei 2013 jam 6:44pm
19 21
t0t0 21 Mei 2013 jam 5:51am
20 22
t0t0 21 Mei 2013 jam 5:58am
21 23
t0t0 21 Mei 2013 jam 6:05am
22 24
t0t0 21 Mei 2013 jam 6:13am
23 25
t0t0 21 Mei 2013 jam 6:18am
24 26
t0t0 21 Mei 2013 jam 6:23am
25 27
t0t0 21 Mei 2013 jam 6:29am
26 28
t0t0 21 Mei 2013 jam 6:34am
27 29
t0t0 21 Mei 2013 jam 6:39am
28 30
t0t0 21 Mei 2013 jam 6:47am
29 31
t0t0 8 Juni 2013 jam 9:57pm
30 32
t0t0 8 Juni 2013 jam 10:05pm
31 33
t0t0 8 Juni 2013 jam 10:10pm
32 34 s.d 35
t0t0 8 Juni 2013 jam 10:16pm
33 36
t0t0 8 Juni 2013 jam 10:20pm
34 37
t0t0 8 Juni 2013 jam 10:23pm
35 38
t0t0 8 Juni 2013 jam 10:27pm
36 39
t0t0 8 Juni 2013 jam 10:38pm
37 40
t0t0 8 Juni 2013 jam 10:44pm
38 41
t0t0 8 Juni 2013 jam 10:54pm
39 42 - TAMAT
t0t0 8 Juni 2013 jam 11:02pm

14 komentar

icon_comment Baca semua komentar (14) icon_add Tulis Komentar

#10 avatar
zuae 22 Mei 2013 jam 7:05pm  

Siiip dahh, akhirnya Seichiiio nongol jg hehe.. tp jgn lama Suhu t0t0 updatenya, kaga nahan nggunya hehe
Thanks

#11 avatar
musasi 24 Mei 2013 jam 10:57pm  

mohon dilanjutkan sensei ceritanya,domo

#12 avatar
zuae 7 Juni 2013 jam 3:26pm  

Mas Suhu t0t0 mna nih Seìichironya, udah lama nih nunggunya, please ya suhu.. hehe

#13 avatar
Barlinsamboja 9 Juni 2013 jam 12:56pm  

Trimakasih pa' toto
langsung tamat......
Sebelum baca ucapkan trimakasih dulu... He he he

#14
kurotagusu 9 Juni 2013 jam 8:00pm  

aduuuh menggantung ending nyoooo :(