Home → Bacaan → The Blade of the Courtesans
01
Tanggul Nihon
Di penghujung senja hari keempat belas, bulan kedelapan, tahun ketiga, menurut kalender lama—era Meireki (tahun 1657)—Matsunaga Seiichiro berdiri di atas Tanggul Nihon, sepanjang parit lebar di Asakura.
Sejauh mata memandang tampak hamparan batang padi yang tersisa usai panen menyembul di permukaan sawah dan meliuk pelan terbawa hembusan angin sepoi-sepoi. Pemandangan yang begitu kental dengan nuansa alam pedesaan membawa ketenangan dalam sukma Seiichiro.
Setelah melewati malam sebelumnya di penginapan di Kawasaki, ia berangkat pagi-pagi sekali guna menjelajahi kota Edo. Inilah pertama kalinya ia melihat kota besar yang sedang berkembang, namun entah bagaimana ia tidak terpukau.
"Hanya begini kota Edo yang mahsyur?" Ia bertanya-tanya.
Hiruk pikuk terdengar dari kerumunan orang yang berdesakan. Para saudagar saling berteriak dengan kasar, dan beberapa penjaja berlomba-lomba menawarkan dagangan mereka dengan suara melengking. Ia merasakan kesinisan dalam tatapan orang-orang yang berjejalan itu. Hal ini membuat semangatnya luntur.
"Manusia gunung," ia berkata pada dirinya sendiri, "lebih memiliki kedamaian dan kemurahan hati."
Sejak kecil Seiichiro menetap di gunung Higo, di kepulauan jauh yang terletak di selatan Kyushu. Ditempat itu orang-orang hidup dalam damai. Ia tidak pernah melihat tatapan kejam.
"Mengapa dalam pesan terakhirnya, guru menyuruhku datang ke kota yang brutal ini? Ia merasa bingung.
Sang guru adalah Miyamoto Musashi. Seiichiro dibuang sedari kecil, dan sejauh ingatannya, ia dibesarkan oleh Musashi di gunung Higo. Musashi merupakan guru sekaligus ayah baginya. Sekitar dua belas tahun silam—pada tahun kedua era Shoho—Musashi meninggal dunia, namun menjelang ajal dia menitipkan Seiichiro dalam pengasuhan muridnya yang ter-percaya, seorang bujang daimyo1 daerah Higo yang bernama Terao Magonojo.
"Jangan izinkan dia meninggalkan tempat ini hingga usianya dua puluh enam tahun. Begitu mencapai usia itu, utus dia ke kota Edo untuk menemui Shoji Jin’emon di Yoshiwara." Musashi juga menitipkan surat pengantar pada Terao bila kelak Seiichiro berangkat ke Edo.
Seiichiro masih berusia empat belas tahun, tapi ia masih ingat pancaran rasa sayang di wajah Musashi, dan jadi mengerti bahwa Shoji pastilah sosok yang sangat berarti bagi gurunya.
Toho shinan issai muyo—jangan ajari ilmu pedang.
Begitulah Musashi menitahkan Magonojo agar tidak memberi pelajaran lebih lanjut pada Seiichiro, dan Magonojo mematuhinya. Seiichiro, yang olah pedangnya ditempa langsung oleh Musashi hingga berusia empat belas tahun, terpaksa harus berlatih olah pedang sendirian.
Dalam benak Seiichiro, sosok Musashi selalu hadir di depannya, sorot mata setajam elang terpancang ke arahnya. Namun di musim gugur yang lalu, figur Musashi sirna. Tatapan mata Musashi, yang tak pernah meninggalkannya, kini lenyap.
Seolah-olah menunggu peristiwa itu terjadi, Terao Magonojo mengunjungi Seiichiro dan mengatakan telah tiba saatnya dia turun gunung. Usai dididik selama setengah tahun tentang berbagai adat istiadat, Seiichiro memulai pengembaraannya ke ibukota. "Andai aku tidak pernah berusia dua puluh enam tahun," pikirnya, lalu tersenyum kecut saat terbetik kesadaran ia terdengar seperti anak kecil yang cengeng.
Lengkingan burung membangunkannya dari lamunan.
Tiba-tiba ia disergap suatu firasat. Perlahan ia menghela napas, lalu melemaskan badan dari kepala hingga ke jari kaki. Beginilah caranya menghadapi bahaya. Kemudian ia berjalan ke arah beberapa rumah di mana para penghuninya mulai menyalakan lampion. Seiichiro tidak menyadari kalau langkahnya yang tertatih-tatih, tak berdaya, adalah gaya berjalan uho. Gaya berjalan seperti itu biasa dipakai para rahib selama upacara Mizutori di Biara Todaiji, walaupun di negara asalnya, Gina, itu merupakan salah satu teknik militer tonko. Tonko dalam bahasa Cina setara artinya dengan nmjutsu} Tanpa Seiichiro sadari, dia telah mencapai penguasaan teknik ninjutsu.
Seiichiro tidak menyadari bahwa hari itu—hari keempat belas, bulan kedelapan, tahun 1657, tahun ketiga, era Meireki—merupakan tonggak sejarah baru bagi kota Yoshiwara. Peresmian Shin-Yoshiwara, kota pelesir Yoshiwara yang baru.
Kota pelesir Yoshiwara yang lama dibuka oleh Shoji jin’emon di wilayah Fukiyacho, Nikonbashi, belakangan menjadi Horidomecho Itchome. Wilayah itu telah menjadi pusat bisnis selama empat dasawarsa ketika—sepuluh setahun lalu—hakim kota mengeluarkan perintah untuk merelokasi distrik tersebut. Pilihan lokasi ditawarkan: Honjo atau Tanggul Nihon Asakusa. Honjo terletak di seberang Sungai Sumida, dan waktu itu belum ada jembatan yang melintasi sungai. Para pemimpin Yoshiwara berembug dan memutuskan walaupun lokasi Tanggul Nihon merupakan pilihan yang lebih bijak.
Dana relokasi diberikan pada hari kedua puluh tujuh, bulan sebelas, tahun kedua, era Meireki. Para penguasa kota berjanji bahwa konstruksi akan dimulai pada musim semi berikutnya. Namun pada hari kedelapan belas, bulan satu, tahun ketiga, era Meireki, kebakaran melalap habis Edo. Kebakaran hebat itu dikenal sebagai Kebakaran Besar Meireki, atau Kebakaran Furisode yang menelan korban 35.000 hingga 100.000 jiwa.
Tak ada yang menyangka bahwa Seiichiro, saat ia melangkah dengan ragu-ragu, bukan termasuk pemburu kesenangan yang butuh selingan di tempat pelesir yang baru dibuka.
"Permisi, tuan."
Saat mencapai bagian tengah Tanggul, ia mendengar ada yang memanggil. Di depan salah satu kedai teh yang baru dibangun, seorang laki-laki dengan senyuman ramah berdiri seraya mengusap-usap tangan. Kedai teh itu adalah Doromachi-no-Nakashu-ku, semacam area singgah bagi mereka yang hendak pergi ke Yoshiwara. Berjalan pelan menyamping dan berbicara dengan nada yang sangat ramah, laki-laki itu menyapa Seiichiro, MSaya tahu Tuan pasti sudah tak sabar, tapi kalau tuan masuk dengan kaki kotor seperti itu, Anda tahulah, para oiran, begitulah, mereka akan…."
Orang tersebut menggerakkan kepala dengan gaya teatrikal.
Seiichiro hanya mengerti kurang dari separuh ocehannya. Apa maksudnya dengan tak sabar lagi? Apa pula oiran itu? Satu-satunya yang ia mengerti adalah kakinya kotor, dan tidak diragukan lagi kuranglah pantas bertamu dengan kaki sekotor ini.
"Terima kasih. Aku akan membasuh kaki." Membungkuk sedikit, Seiichiro menuruni tanggul ke arah parit Sanya.
"Hei, tunggu," pria itu tergagap karena bingung. "Datanglah ke tempat kami untuk membasuh kaki, dan juga rambut! Anda takkan membiarkan penampilan seperti itu, kan? Semprotkan sedikit minyak
wangi dan Anda akan mendapat sambutan hangat dari para oiran."
"Apa maksud Anda dengan oiran"
"Hah?" Pria itu berkata dengan suara melengking, tapi dengan cepat dia kembali menguasai diri lalu tertawa.
"Ha ha ha, Anda pandai sekali berolok-olok, ya?"
"Sungguh, apa oiran itu?" Kata Seiichiro dengan wajah serius.
"Anda… Anda akan ke cho?"
"Cho?"
"Ayolah, jangan bercanda," ujar pria itu sambil menggelengkan kepala, mencela.
"Cho adalah Cho. Goshiwara Go-cho"
"Begitu. Kalau memang benar begitu, berarti aku memang hendak ke sana."
"Anda mau ke cho tapi tidak tahu oiran" Pria itu merasa sedang diperolok, dan dia tampak kesal.
"Aku tidak bermaksud menemui orang yang bernama Oiran. Hanya ada urusan dengan Shoji Jin’emon."
Mendadak suasana menjadi kaku. Dari dalam tubuh laki-laki aneh itu memancar aura bengis yang tidak terduga. Dengan sedikit memalingkan pandangan mata, Seiichiro mengelak dari pengaruh jahat itu. Dalam sekejap, naluri pengisap darah lenyap. Hal itu terjadi sangat cepat sehingga tak ada yang merasakan perubahan selain Seiichiro.
"Bila yang Anda maksud toko Tuan Shoji, Anda akan menemukannya di pojok Edocho Itchome. Nama tokonya adalah Nishidaya."
Pria itu memberi petunjuk arah dengan gaya sangat sopan.
... Bersambung ke 02
Pengarang | Keiichiro Ryu |
---|---|
Tamat | Ya |
HitCount | 13.683 |
Nilai total | ![]() |
1 | ![]() |
02
t0t0 9 April 2013 jam 8:29am |
2 | ![]() |
03
t0t0 9 April 2013 jam 8:36am |
3 | ![]() |
04
t0t0 9 April 2013 jam 8:42am |
4 | ![]() |
05
t0t0 9 April 2013 jam 8:47am |
5 | ![]() |
06
t0t0 9 April 2013 jam 8:53am |
6 | ![]() |
07
t0t0 24 April 2013 jam 7:57am |
7 | ![]() |
08
t0t0 24 April 2013 jam 8:15am |
8 | ![]() |
09
t0t0 24 April 2013 jam 8:20am |
9 | ![]() |
10 s.d 11
t0t0 24 April 2013 jam 8:27am |
10 | ![]() |
12
t0t0 1 Mei 2013 jam 3:52am |
11 | ![]() |
13
t0t0 1 Mei 2013 jam 4:05am |
12 | ![]() |
14
t0t0 1 Mei 2013 jam 4:48am |
13 | ![]() |
15
t0t0 6 Mei 2013 jam 6:09pm |
14 | ![]() |
16
t0t0 6 Mei 2013 jam 6:24pm |
15 | ![]() |
17
t0t0 6 Mei 2013 jam 6:29pm |
16 | ![]() |
18
t0t0 6 Mei 2013 jam 6:36pm |
17 | ![]() |
19
t0t0 6 Mei 2013 jam 6:39pm |
18 | ![]() |
20
t0t0 6 Mei 2013 jam 6:44pm |
19 | ![]() |
21
t0t0 21 Mei 2013 jam 5:51am |
20 | ![]() |
22
t0t0 21 Mei 2013 jam 5:58am |
21 | ![]() |
23
t0t0 21 Mei 2013 jam 6:05am |
22 | ![]() |
24
t0t0 21 Mei 2013 jam 6:13am |
23 | ![]() |
25
t0t0 21 Mei 2013 jam 6:18am |
24 | ![]() |
26
t0t0 21 Mei 2013 jam 6:23am |
25 | ![]() |
27
t0t0 21 Mei 2013 jam 6:29am |
26 | ![]() |
28
t0t0 21 Mei 2013 jam 6:34am |
27 | ![]() |
29
t0t0 21 Mei 2013 jam 6:39am |
28 | ![]() |
30
t0t0 21 Mei 2013 jam 6:47am |
29 | ![]() |
31
t0t0 8 Juni 2013 jam 9:57pm |
30 | ![]() |
32
t0t0 8 Juni 2013 jam 10:05pm |
31 | ![]() |
33
t0t0 8 Juni 2013 jam 10:10pm |
32 | ![]() |
34 s.d 35
t0t0 8 Juni 2013 jam 10:16pm |
33 | ![]() |
36
t0t0 8 Juni 2013 jam 10:20pm |
34 | ![]() |
37
t0t0 8 Juni 2013 jam 10:23pm |
35 | ![]() |
38
t0t0 8 Juni 2013 jam 10:27pm |
36 | ![]() |
39
t0t0 8 Juni 2013 jam 10:38pm |
37 | ![]() |
40
t0t0 8 Juni 2013 jam 10:44pm |
38 | ![]() |
41
t0t0 8 Juni 2013 jam 10:54pm |
39 | ![]() |
42 - TAMAT
t0t0 8 Juni 2013 jam 11:02pm |
Baca semua komentar (14)
Tulis Komentar
#10 | ![]() |
zuae
22 Mei 2013 jam 7:05pm
 
Siiip dahh, akhirnya Seichiiio nongol jg hehe.. tp jgn lama Suhu t0t0 updatenya, kaga nahan nggunya hehe |
#11 | ![]() |
musasi
24 Mei 2013 jam 10:57pm
 
mohon dilanjutkan sensei ceritanya,domo |
#12 | ![]() |
zuae
7 Juni 2013 jam 3:26pm
 
Mas Suhu t0t0 mna nih Seìichironya, udah lama nih nunggunya, please ya suhu.. hehe |
#13 | ![]() |
Barlinsamboja
9 Juni 2013 jam 12:56pm
 
Trimakasih pa' toto |
#14 | ![]() |
kurotagusu
9 Juni 2013 jam 8:00pm
 
aduuuh menggantung ending nyoooo |