PROLOG

Apakah mungkin seorang satriya muncul bukan dari darah satriya? Hanya seorang anak sebuah wanua (desa) jauh terpencil di pegunungan selatan Yawadwipa. Pegunungan berupa kubah lonjong. Berpuncak datar dengan sayap-sayap curam. Juga berhiaskan tiga gunung menjulang sebagai ciri.

Yang paling mengemuka adalah gunung yang terletak di tengah menyerupai sosok gajah. Gunung Haliman (gajah) demikian itu disebut orang. Tidak kalah terkenal adalah gunung terletak di utara. Gunung itu sudah dikenal sebagai kusumawicitra. Tempat di mana aneka bunga dapat ditemukan. Anggrèk adalah jenis bunga yang paling dikenal dari wilayah gunung di utara itu. Dikenal lewat bunga, gunung itu dinamakan Gunung Kusumawicitra.

Di antara dua gunung itu, terletak Baruna Samparan. Sebuah anak wanua (desa). Kaki di utara, kurang lebih begitu arti desa itu. Cocok dengan keadaanya yang terletak di kaki sebelah utara. Sejak lima tahun sebatang kara, Tanja Balwana tubuh sebagai pemuda di Baruna Samparan. Tanja Balwana atau mantap berakar, tidak pernah resmi sebagai murid padepokan Pawitra Parasdya (Kehendak Suci), namun berakar mantap tumbuh melakoni jalan satriya, di antar oleh Ki Cinde Bangah. Tidak tanggung-tanggung, Ki Cinde Bangah mengantar Tanja Balwana menjadi DEWATA ABHIRAMA SATRIYA (satria kekasih dewa). Sekali lagi, Ki Cinde Bangah hanya mengantar, tidak membentuk... karena dewata sendiri telah memilih Tanja Balwana menjadi satria yang dikasihi...

Satu lagi, epik nusantara dirangkai untuk mengenal lebih jauh satria-satria dengan latar Yawadwipa... Selamat mengikuti!