PENDEKAR PULAU NERAKA: Geger Rimba Persilatan

HomeBacaanPENDEKAR PULAU NERAKA: Geger Rimba Persilatan

avatar Sugeng789
16 April 2018 jam 5:30am

Episode 1

"Oaaa..."
Lengking tangis bayi memecahkan
keheningan malam sepi. Suara
tangisan itu datang dari sebuah
rumah besar berpagar tembok batu yang kokoh menyerupai
benteng. Saat itu juga lampu-
lampu dan obor dinyalakan oleh
beberapa orang untuk menerangi
seluruh sudut benteng itu. Malam
yang semula sepi, kini berubah sama sekali bagai terjadi pesta
mendadak. Di salah satu ruangan
besar rumah itu, tampak beberapa
orang berdiri mengelilingi sebuah
ranjang besar yang beralaskan
kain sutra halus berwarna merah muda. Seorang wanita muda dan
cantik tergolek di atasnya bersama
seorang bayi yang masih merah
terbungkus kain sutra. Di samping
wanita itu duduk seorang lelaki
berusia sekitar empat puluh tahun. Raut wajahnya tampan namun
memancarkan kekerasan. Laki-laki
itu menjentikkan jarinya. Semua
orang yang mengelilingi ranjang
bergerak ke luar. Sebentar
kemudian, laki-laki yang seperti bapak dari bayi itu mengecup
lembut kening wanita muda yang
tersenyum bahagia. "Anak kita
laki-laki," bisiknya pelan. "Ya,
tampan sepertimu, Kakang," sahut
wanita itu lembut. Keceriaan dan kegembiraan tampak menyelimuti
wajah mereka. Sedangkan bayi di
sampingnya tampak pulas
terselimut kain hangat. Tampan
sekali, kulitnya juga putih bersih.
Mereka sepertinya tak puas- puasnya memandangi bayi itu.
"Sudah kau siapkan nama untuk
anak kita, Kakang?" tanya wanita
itu lembut seraya menatap wajah
laki-laki di dekatnya. "Bagaimana
denganmu?" laki-laki itu balik bertanya. "Belum. Tapi kalau
perempuan sudah kusiapkan sejak
dulu." sahutnya manis. "Akan
kupikirkan dulu. Mungkin besok
baru kuberi nama." "Lebih cepat,
lebih baik, Kakang." "Pasti Besok anak kita tentu sudah mempunyai
nama yang bagus." Kembali
mereka tersenyum dan
memandangi wajah mungil di
sampingnya. Sesaat lamanya
mereka terdiam dengan mata tidak puas-puasnya memandang wajah
bayi tampan itu. Kemudian laki-laki
berbaju kuning gading dengan
pedang menggantung di pinggang
itu bangkit dari pembaringan.
Langkahnya tegap menuju pintu kamar. "Akan ke mana?" "Menemui
dukun bayi," jawabnya, lantas
membuka pintu dan melangkah ke
luar. Dua orang yang berdiri di
samping pintu langsung
membungkukkan badan memberi hormat. Laki-laki itu hanya
mengangguk sedikit. Langkahnya
terus terayun menyusuri gang
yang berhubungan langsung
dengan sebuah ruangan besar.
Sebuah lampu kristal besar tergantung di langit-langit bagian
tengah. Di ruangan itu sudah
berkumpul orang-orang. Mereka
serempak mrmbungkukkan badan
memberi hormat. "Terima kasih,"
kata laki-laki itu seraya duduk di kursi kayu jati yang berukir
indah.Sebelah tangannya
terangkat ke depan, dan dengan
serentak semua orang yang ada di
ruangan itu segera duduk bersila di
lantai. Mata laki-laki itu merayapi wajah-wajah mereka yang
kelihatan cerah, tertunduk penuh
rasa hormat. "Bertahun-tahun aku
selalu berharap akan kehadiran
seorang putra dalam hidupku,
yang akan jadi ahli waris seluruh Padepokan Teratai Putih ini.
Nyatanya malam ini doa dan
harapanku terkabul. Untuk itu aku
ingin menyelenggarakan pesta
besar atas rasa syukurku akan
kehadiran pewaris Padepokan Teratai Putih," kata laki-laki itu
yang sepertinya adalah pemimpin
Padepokan Teratai Putih. Suaranya
dalam dan berwibawa. Semua
orang yang ada di ruangan itu
menyambut dengan gembira. Salah seorang yang duduk paling
depan, berdiri. Dia segera menjura
hormat, tangannya terkepal
merapat di depan dada. "Ampun,
Guru Dewa Pedang." "Ada apa,
Badar?" tanya laki laki itu yang ternyata bernama Dewa Pedang.
"Aku, muridmu yang bodoh ini
memohon usul, Guru," kata Badar
hormat. "Apa usulmu?"
"Bagaimana kalau kita undang
para ketua padepokan sahabat? Satu lagi, sebaiknya kita juga
menyelenggarakan lomba
ketangkasan," usul Badar
"Bagaimana yang lain?" Dewa
Pedang belum bisa memutuskan.
Dia seperti ingin membagi rasa bahagianya dulu kepada murid-
murid utamanya. "Setujuuu..." seru
semua orang di ruangan itu
serempak. "Baiklah Mulai sekarang
kalian kupercaya untuk
mempersiapkan segalanya. Aku ingin semuanya dilaksanakan
dalam waktu satu pekan. Saat itu
pula akan kuumumkan nama putra
pertamaku itu" kata Dewa Pedang
dengan wajah cerah dan senyum
terkembang lebar. Semua orang yang ada di situ segera berdiri dan
menjura hormat. Tanpa diperintah
lagi mereka segera berlalu
meninggalkan ruangan itu.
Meskipun tidak diperintah secara
lisan, mereka sudah mengerti tugas masing-masing. Dewa
Pedang segera bangkit berdiri, tapi
tidak jadi melangkah "Badar..."
panggil Dewa Pedang. Badar
tergopoh-gopoh menghampiri. Dia
langsung menjura setelah tiba di depan gurunya. "Tolong panggil
dukun bayi yang membantu istri
ku melahirkan. Aku ingin
memberinya hadiah khusus," kata
Dewa Pedang. "Guru, Nyai Palet
sudah meninggalkan padepokan. Dia diantar enam orang murid
tingkat tiga," lapor Badar. "Cepat
susul, dan ajak kembali ke sini.
Katakan padanya, aku belum
sempat mengucapkan terima
kasih," perintah Dewa Pedang. "Baik, Guru." Badar segera menjura
hormat dan langsung berlari
meninggalkan ruangan itu. Dewa
Pedang bergegas melangkah
kembali menuju kamar
peraduannya. Rasanya, dalam masa-masa seperti ini dia ingin
selalu dekat dengan putra
pertamanya. Bertahun-tahun ia
mengidam-idamkan mempunyai
keturunan untuk menjadi ahli
warisnya, dan baru malam inilah keinginannya terkabul
***
Pada salah satu ruangan lain di
rumah besar Padepokan Teratai
Putih, tampak duduk gelisah
seorang wanita muda dan cantik. Di depannya duduk tiga orang laki-
laki yang juga masih muda. Ketiga
laki-laki itu menyandang senjata
yang berlainan bentuknya. "Apa
kalian tadi tidak salah dengar?"
tanya wanita muda itu sambil memandang tajam pada wajah
ketiga laki laki di depannya. "Tidak,
Nyai. Dewa Pedang bermaksud
mengadakan pesta besar selama
satu pekan untuk menyambut
kelahiran putra pertamanya," jawab laki-laki yang duduk paling
kanan. Wanita muda yang sinar
matanya memancarkan segudang
misteri itu berdiri. Kakinya terayun
pelan-pelan memutari tiga laki-laki
yang tetap duduk di kursinya. Keheningan menyelimuti ruangan
yang berada paling belakang dari
rumah besar Padepokan Tetatai
Putih itu. "Ganis," kata wanita itu
seraya menghentikan langkahnya
tepat di depan laki-laki yang duduk paling kanan. Di tangannya
tergenggam sebuah kipas dari
logam keras. "Ya, Nyai," sahut
lelaki yang dipanggil Ganis itu.
"Kau tahu, seharusnya bayi itu
tidak boleh lahir Hmm... Tak kusangka kalau Nyai Palet tidak
mengindahkan peringatanku".
"Nyai Rengganis ingin dukun bayi
itu mati?" tanya Ganis menebak.
"Hhh" wanita yang bernama
Rengganis itu hanya tersenyum sinis. "Akan kukerjakan malam ini
juga. Nyai," kata Ganis seraya
berdiri. "Bagus" sambut Rengganis.
"Tunggu dulu, Kakang Ganis" selak
laki-laki yang duduk paling kiri. Di
punggungnya tersandang sebilah pedang. "Ada apa lagi, Adik
Garang?" tanya Ganis.< "Dukun
bayi itu sudah pulang diantar oleh
enam orang murid tingkat tiga.
Kau tidak mungkin bisa
membunuhnya dengan mudah Apalagi Dewa Pedang menyuruh
Badar untuk menjemput kembali
dukun itu," kata Ganang. "Kalau
begitu, sebaiknya aku ikut,
Ganang," kata Nyai Rengganis.
"Kami bertiga, Nyai" selak orang yang duduk di tengah seraya
berdiri. Senjatanya, sepasang
kapak yang terselip di pinggang.
"Tidak, Gamar. Kau tetap di sini.
Masih ada tugas yang lebih penting
untukmu," tolak Rengganis. "Tugas apa?" tanya Gamar. "Kau harus
tetap menguping semua
pembicaraan Dewa Pedang. Pada
saat seperti ini, satu patah kata
yang diucapkannya merupakan
perintah yang tidak bisa ditawar lagi. Dan itu sangat penting bagi
kita," kata Rengganis. "Benar, Adik
Gamar. Sebaiknya kau tetap berada
di Padepokan Teratai Putih. Biar
aku dan Adik Ganang yang akan
membereskan dukun bayi itu," sambung Ganis. "Baiklah. Tapi
berhati-hatilah Kakang. Aku
dengar, Nyai Palet bukan orang
sembarangan Tingkat
kepandaiannya cukup tinggi," kata
Gamar. "Kami pergi dulu, Nyai," kata Ganis pamitan. "Ya," sahut
Rengganis membalas salam
hormat kedua laki-laki itu.
Rengganis kembali duduk di
kursinya setelah Ganis dan Ganang
ke luar dari ruangan ini. Sedangkan Gamar masih tetap berdiri dengan
mulut terkatup rapat. Beberapa
saat mereka membisu. "Sebaiknya
aku juga segera pergi, Nyai," kata
Gamar. "Untuk apa?" tanya
Rengganis. "Tidak apa-apa. Hanya...," Gamar tidak melanjutkan
ucapannya. "Kau takut ada yang
melihatmu di kamarku ini? Jangan
khawatir, Gamar. Semua penjaga di
sekitar kamarku sudah berpihak
padaku. Mereka tidak akan melapor pada Dewa Pedang.
Apalagi sekarang ini dia tentu
sedang menumpahkan
perhatiannya pada Larasati," kata
Rengganis sambil tersenyum
manis. "Apakah Nyai sudah mempengaruhi muridmurid Dewa
Pedang?" tanya Gamar. "Terlalu
berbahaya, Gamar. Mereka yang
berpihak padaku, sebenarnya
adalah anak buahku sendiri yang
menyusup masuk ke padepokan ini dan menjadi murid Dewa Pedang.
Kau paham maksudku, Gamar?
"Paham, Nyai," sahut Gamar
mengangguk. "Nah Ambilkan arak.
Mereka semua sedang bersenang-
senang dan bergembira. Kita di sini pun juga harus bergembira
menyambut kehancuran
Padepokan Teratai Putih," kata
Rengganis. "Tapi, Nyai...," Gamar
mau menolak. "Lupakan saja
tugasmu sementara, Gamar Kau tidak ingin bersenang-senang
denganku?" Gamar menelan
ludahnya. Dia tidak bisa lagi
menolak saat Rengganis bangkit
dan menghampirinya. Tangan
wanita itu langsung melingkar di leher Gamar. Wajah mereka begitu
dekat, sehingga desah napas
Rengganis begitu hangat menyapu
kulit wajah Gamar. Mereka tidak
peduli dengan keadaan dan lupa
akan semua pembicaraan yang tadi berlangsung beberapa saat. Yang
jelas, kini mereka telah berada
dalam kamar, saling menyatukan
kenikmatan. Hanya desahan napas
yang terdengar...

Pengarang Teguh S
Tamat Tidak
HitCount 2.919
Nilai total rating_5

Bab

1 Bab 1
Sugeng789 16 April 2018 jam 5:46am
2 Bab 2
Sugeng789 16 April 2018 jam 12:44pm
3 Bab 3
Sugeng789 16 April 2018 jam 1:22pm
4 Bab 4
Sugeng789 16 April 2018 jam 1:36pm
5 Bab 5
Sugeng789 16 April 2018 jam 2:25pm
6 Bab 6
Sugeng789 16 April 2018 jam 2:38pm
7 Bab 7
Sugeng789 16 April 2018 jam 3:36pm
8 Bab 8
Sugeng789 16 April 2018 jam 3:43pm
9 Bab 9
Sugeng789 16 April 2018 jam 3:52pm
10 Bab 10
Sugeng789 16 April 2018 jam 4:50pm
11 Bab 11
Sugeng789 16 April 2018 jam 4:59pm
12 Bab 12
Sugeng789 16 April 2018 jam 5:42pm
13 Bab 13 - TAMAT
Sugeng789 16 April 2018 jam 5:52pm

4 komentar

icon_comment Baca semua komentar (4) icon_add Tulis Komentar

#1 avatar
Hanta 16 April 2018 jam 7:16am  

:)

#2 avatar
Hanta 16 April 2018 jam 7:16am  

bagus

#3 avatar
Sugeng789 16 April 2018 jam 12:48pm  

terima kasih

#4 avatar
Pallui 16 April 2018 jam 10:02pm  

Pemuda berbaju kulit harimau,,😂😂😂