Home → Cerita Pendek → DEWA KIPAS vs PUTRI IRENE (Bagian Satu)
"Tuan Hakim, DIA CURANG!" tunjuk Pangeran Ghotam pada Dewa Kipas.
Suasana yang semula hiruk pikuk dan riuh rendah mendadak menjadi sunyi. Semua mata tertuju kepada Dewan Juri. Dengan hati berdebar-debar semua menanti keputusan apa yang akan disampaikan. Kemenangan Dewa Kipas atas Pangeran Ghotam sah atau tidak. Kemanakah Dewan Juri akan berpihak? Kepada Pangeran Ghotam putra orang paling berpengaruh di wilayah itu atau kepada Dewa Kipas rakyat jelata pemuda kampung yang tidak dikenal sebelumnya atau berpihak kepada kebenaran sejati tanpa memandang status dan strata sosial dua kubu yang bertikai?
Tiga bulan sebelum Dewa Kipas ikut sayembara...
"Ini memang akan menghebohkan. Tapi percayalah, ini alur kehidupan yang harus kamu jalani. Soal akhirnya bahagia atau celaka itu sudah menjadi kehendakNya. Jalani takdirNya kemudian berserah diri padaNya. Kita hanya wayang yang melakoni skenario dalang..."
Dewa Kipas menghela napas berat. Pandangannya menerawang jauh ke atas puncak gunung yang diselimuti kabut. Hanya samar-samar puncaknya terlihat. Selebihnya hanya kabut yang terlihat.
"Jadi aku harus ikut sayembara?" tanya Dewa Kipas.
"Harus, karena itu adalah pintu gerbang menuju takdirmu..."
"Kamu yakin aku akan menang?"
"Apa yang telah diperuntukan untuk dirimu akan sampai dan menjadi milikmu walau semua yang ada di dunia mencegahnya. Begitu pula sebaliknya. Bila kamu menginginkan sesuatu yang bukan untuk dirimu, walau semua yang ada di dunia bersatu membantumu sesuatu itu tidak akan bisa kamu miliki...."
Dewa Kipas terdiam. Pandangannya dialihkan ke bulir-bulir padi yang bergoyang-goyang ditiup angin. Segerombolan burung pipit datang dan hinggap di tangkai-tangkai padi dan bersiap untuk mematuk bulir-bulir padi . Dewa Kipas cepat menarik tali yang telah dihubungkan dengan orang-orangan yang ada di sawah. Orang-orangan bergoyang. Tangan panjangnya melambai-lambai. Kawanan burung pipit beterbangan dan menjauh.
"Kamu hanya ikut sayembara saja. Duduk di atas kudamu dan tonton mereka yang sedang berjuang mati-matian memperebutkan sesuatu yang bukan diperuntukan untuk mereka. Kepala kambing itu diletakan di situ untuk kamu ambil. Lihat bagaimana dia sampai ke tanganmu meskipun tidak kamu ambil. Tugas kamu selanjutnya adalah penuhi takdirmu..."
Ketua Dewan Juri bangkit. Beberapa menit yang lalu mereka rapat kilat. Keputusan telah dicapai.
"Setelah melihat, menilai dan menimbang para juri sepakat bahwa Dewa Kipas terbukti telah melakukan kecurangan selama sayembara berlangsung. Adapun indikasi kecurangannya adalah dari awal Dewa Kipas tidak ikut dalam memperebutkan kepala kambing dan hanya duduk manis di atas kuda menonton peserta lain yang sedang bertanding. Berdasar hal itu dewan juri memutuskan bahwa kemenangan Dewa Kipas TIDAK SAH dan tidak berhak menikahi Putri Irene..."
"Setujuuu!!!" kubu Pangeran Ghotam bersorak kegirangan. Sementara yang memihak Dewa Kipas melongo. Dalam pendapat mereka justru Dewan Juri yang curang. Sudah jelas-jelas Dewa Kipas yang memenangkan sayembara. Bukankah dalam aturan sayembara hanya disebutkan pemenangnya adalah yang bisa membawa kepala kambing kehadapan Putri Irene tanpa disebutkan dengan cara apa peserta memperoleh kepala kambing itu. Jadi Dewa Kipas mau duduk manis atau tiduran saja selama pertandingan asal dia bisa membawa kepala kambing kehadapan Putri Irene dia sudah menjadi pemenangnya. Itu yang dipahami oleh yang pro pada Dewa Kipas. Namun apa yang dipahami kubu Dewa Kipas berbeda dengan para Dewan Juri dan yang pro ke Pangeran Ghotam. Duduk manisnya Dewa Kipas dan hanya menonton saja rivalnya bertanding termasuk pelanggaran dan kecurangan yang membatalkan kemenangannya.
"Dewa Kipas, apakah anda keberatan?" tanya ketua Dewan Juri pada Dewa Kipas.
"Tidak, Yang Mulia. Hamba terima keputusan itu...." sahut Dewa Kipas tanpa ragu. Dia teringat ladang dan ternak piaraannya di kampung. Sudah beberapa hari dia tinggalkan. Rasa rindu kampung halamannya membuat dia harus cepat-cepat menyelesaikan urusan sayembara. Dengan menerima keputusan Dewan Juri Dewa Kipas berharap urusan selesai dan dia bisa pulang ke kampung halamannya.
"Apakah ada pihak yang keberatan?" tanya ketua Dewan Juri kepada hadirin.
"Tidaakkk!!!" kubu yang pro pada Pangeran Ghotam menjawab cepat.
Kubu yang pro pada Dewa Kipas hanya bisa mengela napas. Mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Keputusan Dewan Juri tidak bisa diganggu gugat. Jadi percuma saja protes tidak akan mengubah apapun.
Pangeran Ghotam dan Putri Irene tersenyum penuh kemenangan. Kubu mereka sangat kuat sementara kubu Dewa Kipas pendukungnya tak sekuat mereka. Dewa Kipas bahkan sendirian. Tidak ada backing atau orang berpengaruh di belakangnya. Kemenangan mereka mutlak dan tak terbantahkan.
"ADA!!!"
Tiba-tiba sebuah suara menggelegar. Semua terkejut dan menoleh ke arah suara.
"Ayahanda!?" Putri Irene terkejut.
Sang Prabu berdiri dari singgasananya. Semua terdiam. Dewan Juri gemetar. Wajah mereka pucat.
"Aku keberatan, tetapi aku menghormati keputusan yang telah diambil. Sayembara ini belum selesai dan memasuki tahap kedua. Karena Dewa Kipas yang bisa membawa kepala kambing dan kemenangannya batal maka dialah satu-satunya peserta yang berhak mengikuti sayembara tahap kedua. Aku sendiri yang putuskan jenis sayembara tahap kedua. Dewa Kipas berhak atas tahta kerajaan dan menikahi putriku bila dia bisa mengalahkan putriku dalam adu ketangkasan menggunakan selendang
..."
"Ayah!!!" Putri Irene akan protes namun dia ingat sifat ayahandanya yang keras dan tegas. Setiap keputusannya tidak bisa diganggu gugat oleh siapapun.
Dewa Kipas yang ingin cepat pulang mendadak lemas. Kali ini dia harus bertarung melawan Putri Irene. Itu artinya kepulangannya tertunda...
.
.
.
Pengarang | Nur S |
---|---|
HitCount | 214 |
Nilai total |