Home → Cerita Pendek → Air Kehidupan
Lahir!
Hidup!
Mati!
Virus hanya satu dari sekian banyak jalan menuju kematian. Tanpa adanya virus pun kematian tetap akan datang bila waktunya telah tiba. Namun jalan kematian kerap dijadikan kambing hitam dan dituduh sebagai penyebab lepasnya ruh dari tubuh. Itu tidak salah. Yang salah adalah keiginan untuk hidup abadi. Hidup selamanya. Tidak mati-mati.
Sebenarnya, tidak ada yang salah dengan keinginan hidup abadi. Hidup selamanya. Tidak mati-mati. Namun karena berstatus sebagai makhluk, hal itu tentu saja melanggar kodrat penciptaan. Semua makhluk diciptakan untuk binasa, musnah, punah dan mati. Sejatinya kematian adalah pintu gerbang menuju kehidupan yang sesungguhnya. Kehidupan hakiki yang abadi. Karena itu ada ungkapan bila ingin hidup abadi harus mati dulu karena setelah mati tidak ada kematian lagi.
Keinginan untuk hidup abadi sudah ada sejak zaman dahulu. Sebelum zaman prasejarah. Tiap-tiap bangsa mengenal mitos dan legenda tentang adanya zat yang diyakini bisa membuat orang yang meminum, memakannya atau menyelam di dalamnya bisa panjang umur, tidak menua dan tidak bisa mati. Dari semua mitos dan legenda itu yang paling terkenal adalah Air Kehidupan. Diyakini siapa yang meminum Air Kehidupan maka si peminumnya akan hidup abadi. Tidak akan mati. Awet muda. Dan tidak pernah sakit.
Air Kehidupan juga diyakini oleh masyarakat nusantara sejak zaman purba. Sebagian orang percaya Air Kehidupan itu memang ada. Di suatu tempat. Ada yang mengatakan di ujung dunia di suatu tempat yang gelap. Ada yang mengatakan di suatu gunung, danau, telaga dan sumur atau pancuran yang terletak di suatu tempat. Namun belum ada yang bisa membuktikan kebenarannya.
Sulitnya menelusuri keberadaan Air Kehidupan diyakini karena air itu dijaga atau disembunyikan oleh makhluk halus. Kepercayaan masyarakat nusantara menyebutkan setiap benda bertuah selalu memiliki penjaga dari bangsa jin. Dan hal itu pun berlaku untuk Air Kehidupan.
Karena selama puluhan abad tidak ada yang bisa menemukan Air Kehidupan, maka cerita tentang Air Kehidupan kemudian dianggap sebagai dongeng belaka. Masyarakat modern menyebutnya dengan istilah hoaks.
PoV Beni
Shit! Aku mengumpat ketika hujan deras tiba-tiba turun tanpa aba-aba. Hari panas. Matahari terlihat tetapi hujan turun dengan derasnya. Hujan di tengah terik matahari. Benar-benar zaman sudah error.
Aku segera berlari ke pos siskamling terdekat. Bajuku sudah basah kuyup. Akhirnya sampai juga ke pos siskamling dan langsung masuk. Di dalam sudah ada seorang pria yang ku taksir usianya baru kepala tiga. Dia pun terlihat sedang bernaung. Di samping pos siskamling bersandar sepeda yang membawa buntalan besar. Aku menduga dia seorang penjual pakaian keliling.
"Hujan aneh ya, bang. Masa panas begini hujan," kataku membuka percakapan.
"Iya, dik. Maklumlah ini sudah di penghujung zaman. Jadi banyak hal-hal nyeleneh," sahut pria sambil mengeluarkan sebungkus rokok dan mengambil sebatang kemudian menyulutnya. Dihisapnya batang rokok dan menghembuskannya. Asap putih bergulung-gulung sesaat sebelum akhirnya hilang diterpa angin.
"Abang jualan pakaian, ya?" tanyaku sambil duduk tidak jauh dari pria yang terlihat sedang menikmati rokoknya.
"Iya, dik. Abang penjual pakaian keliling. Abang baru ke desa ini. Apa nama desa ini, dik?"
"Cihaur, bang. Emang abang dari mana?" tanyaku kepo.
"Abang dari Loh Jinawi," sahut pria penjual pakaian keliling.
"Loh Jinawi?" dahiku berkerut. Sepertinya aku pernah mendengar nama itu. Tapi dimana ya? Tiba-tiba aku menepuk jidat. "Kok kaya nama desa yang ada di kerajaan Lingga Kencana, bang?"
Abang penjual pakaian keliling terkejut. "Kok adik tahu? Tahu dari mana?" tanyanya sambil menatapku tajam.
"Dari mimpi, bang." sahutku apa adanya.
"Mimpi? Bisa diceritakan dik mimpinya kayak apa?" kata abang penjual pakaian keliling dengan nada serius.
Sejenak aku mengerutkan kening. Abang penjual pakaian keliling sepertinya tertarik dengan mimpiku. Aku sendiri menganggap mimpi-mimpi ku sebagai bunga tidur saja dan tidak mengandung arti apa-apa. Walau kalau dipikir agak aneh juga. Bagaimana sebuah mimpi dengan tema dan alur yang sama bisa hadir berulang-ulang. Mimpi yang merangkai cerita seperti kilas balik dalam cerita-cerita di sinetron.
"Mimpinya kayak cerita film, bang. Di dalam mimpi saya dipanggil dengan nama Soma..."
"Soma? Raden Soma?" potong abang penjual pakaian keliling.
"Iya, kok abang tahu?" tanyaku heran.
"Apakah di dalam mimpi adik mempunyai seorang pembantu atau panakawan?" tanya abang penjual pakaian keliling tanpa menghiraukan keherananku.
"Iya, bang. Seorang laki-laki lugu. Namanya..."
"Liwung?" lagi-lagi abang penjual pakaian keliling memotong ucapanku.
"Iya, benar. Liwung."
"Akhirnya setelah 1500 tahun hamba menemukan dirimu raden," kata abang penjual pakaian keliling dengan mata berkaca-kaca.
"Maksud abang?" tanyaku tidak mengerti.
"Ceritanya panjang. Hamba akan mengungkap siapa sebenarnya adik di kehidupan di masa lalu..."
PoV Liwung
Lelah rasanya diri ini menelusuri tahun demi tahun. Zaman demi zaman. Dan generasi demi generasi. Di setiap zaman diri ini harus menyesuaikan diri dengan gaya kehidupan yang berlaku. Di setiap zaman gaya dan pola hidup masyarakat berbeda-beda. Dari zaman kerajaan, kolonial atau penjajahan, kemerdekaan sampai sekarang generasi melenial. Semua zaman telah berlalu, namun pencarian belum berhasil. Jangankan jejaknya, keberadaannya pun tidak aku ketahui. Namun aku telah berjanji pada diriku akan mencari titisan atau reinkarnasi Raden Soma. Dan kini 1500 tahun telah berlalu. Namun reinkarnasi Raden Soma belum kutemukan.
Lima belas abad telah berlalu sejak diriku meminum air sialan itu. Kenapa aku katakan sialan, bukannya mestinya aku bersyukur bisa meminum air kehidupan yang diperebutkan oleh banyak orang dan hanya sedikit yang bisa sampai ke tempat dimana air itu berada. Iya, awalnya aku sangat gembira dan menganggap orang yang paling beruntung di dunia. Namun seiring berjalannya waktu rasa gembiraku memudar. Setelah seribu tahun sejak aku meminumnya cara pandangku mulai berubah. Dari gembira menjadi duka. Dari nikmat menjadi azab. Bagaimana tidak. Aku yang sekarang bukan manusia normal lagi. Aku tidak bisa mati. Aku hidup abadi. Bukankah itu terdengar menyenangkan dan menjadi dambaan semua orang. Bukankah semua orang ingin hidup selamanya. Tidak bisa mati. Tidak bisa tua. Dan tidak pernah sakit. Iya, seperti yang aku ceritakan tadi awalnya aku sangat bahagia. Namun setelah 1000 tahun aku masih tetap hidup, aku mulai merasa jenuh, bosan dan lelah. Tidak bisa mati dan hidup abadi tidak terasa nikmat lagi. Bahkan secara perlahan mulai menyiksaku. Berumur panjang berubah menjadi azab. Dan sejak 500 tahun lalu aku menjadi nomaden. Hidup berpindah-pindah. Bersembunyi. Menyamar. Semua kulakukan untuk menghindari orang-orang yang memujaku. Dari para keturunanku. Selama seribu tahun sejak aku meminum Air Kehidupan, aku habiskan untuk menikmati kelezatan dunia. Hidup berfoya-foya. Menghambur-hamburkan uang untuk kesenangan. Menikahi ratusan wanita. Selama seribu tahun tiada hari tanpa maksiat. Main perempuan dan menggunakan uang untuk mewujudkan semua keinginanku. Pepatah uang adalah raja memang benar. Dengan uang aku bisa membeli kekuasaan. Meniduri banyak wanita. Makan enak. Berpesta pora dan membeli apa saja yang aku inginkan. Tidak terhitung berapa istriku dan berapa anakku. Keturunanku tersebar dimana-mana. Kadang aku melakukan dosa besar dengan menikahi keturunanku sendiri. Singkatnya seribu tahun pertama aku bermandikan kenikmatan duniawi.
Seribu tahun pertama aku melupakan janjiku pada Raden Soma dan asyik tenggelam dalam kenikmatan duniawi. Namun akhirnya aku mencapai titik jenuh. Mestinya ketika aku sudah puas merengkuh kenikmatan duniawi, aku mati. Itu yang aku sukai. Namun karena efek Air Kehidupan yang aku minum, usiaku panjang dan tidak bisa mati. Ketika sudah bosan dengan semua kenikmatan duniawi sudah tidak ada lagi rasa nikmat ketika merasakannya. Diriku seperti mati rasa. Semua hambar. Tidak enak lagi.
Ketika diriku mencapai titik jenuh, saat itulah aku teringat janjiku pada Raden Soma, majikanku, yang rela mengorbankan dirinya agar aku bisa mendapatkan Air Kehidupan. Sebelum dia menghembuskan nafas terakhirnya, Raden Soma berkata dia akan kembali pada kehidupan yang akan datang ketika zaman mendekati akhir dalam wujud lain. Dia berpesan agar aku mencari titisannya atau reinkarnasinya. Saat itu aku berjanji akan mencarinya. Namun setelah kepergian Raden Soma, aku melupakan janjiku dan tenggelam dalam kenikmatan duniawi. Kini saatnya aku memenuhi janjiku dengan mencari titisan atau reinkarnasinya Raden Soma.
Lima ratus tahun sudah aku mencarinya namun belum ada titik terang sampai suatu hari aku tiba di sebuah desa bernama Cihaur...
.
.
.
Pengarang | Nur S |
---|---|
HitCount | 183 |
Nilai total |