PAGE BLUG

HomeCerita PendekPAGE BLUG

Nurslamet
30 Agustus 2021 jam 3:09pm

"Yang Mulia, ahli virus terbaik kita telah menemukan varian virus yang lebih ganas dan mematikan dari covid 19." lapor perdana Menteri Kuni sambil menjura.

"Good job, Kuni. Ini saatnya aku merongrong kedamaian negeri Seribu Pulau. Selama ini aku tidak enak makan dan tidak nyenyak tidur melihat kemakmuran dan kesejahteraan negeri tetangga kita. Sekarang, aku beri kamu wewenang penuh untuk mengatur siasat, taktik dan strategi untuk mengaplikasikan temuan hebat ilmuan kita. Gunakan cara apa pun yang penting virus itu menjadi pandemi di negeri Seribu Pulau." titah prabu Basukoro, maha raja negeri Sina, sambil mengusap-usap kumisnya.

"Siap Yang Mulia!"

Perdana menteri Kuni pamit untuk segera merealisasikan keinginan rajanya.

Prabu Basukoro yang duduk di singgasananya yang bertahtakan emas intan berlian tertawa. Tawa yang terdengar mengerikan bagai suara penguasa kegelapan. Iri dan dengki yang bersarang di hatinya membuat langkah, keputusan dan kebijakannya menjadi racun dan bencana bagi orang lain. Sifat tamak dan serakahnya membuat dirinya tidak bisa menikmati kekayaannya yang melimpah ruah. Kata bahagia telah terusir dari hatinya. Bila iri dan dengki telah bersarang di hati maka bahagia enggan datang. Sifat iri dan dengki telah membalikan kata senang dan susah bukan pada tempatnya. Bila iri dan dengki tidak bersarang di hati maka akan senang melihat orang lain senang dan ikut susah melihat kesusahan orang lain. Namun karena iri dan dengki maka senang melihat orang lain susah dan susah melihat orang lain senang. Begitulah Prabu Basukoro selalu merasa kurang, kurang dan kurang. Tidak bersyukur dan selalu memandang ke atas. Iri, dengki, tamak dan serakah membuatnya berambisi untuk menguasai dunia. Menjadi penguasa tunggal di planet bumi.

*****

Satu bulan kemudian. Negeri Seribu Pulau dilanda pandemi. Virus misterius yang kemudian diberi nama Page Blug oleh para ilmuwan negeri Seribu Pulau menyebar dengan cepat ke seantero negeri Seribu Pulau. Korban terus berjatuhan. Ratusan orang meregang nyawa setiap hari. Rumah sakit sudah tidak bisa lagi menampung dan parahnya banyak nakes dan tenaga medis yang turut gugur. Dalam sekejap negeri Seribu Pulau dilanda multi krisis yang berakibat chaos dan membuat warganya terpuruk. Tatanan kehidupan menjadi kacau. Semua yang dulu berjalan normal menjadi tidak normal. Disadari atau tidak, masyarakat sudah memasuki era baru. Proses belajar mengajar anak sekolah tidak seperti dulu. Bepergian tidak sebebas dulu dan apa-apa tidak seperti dulu. Semua berubah seiring berubahnya zaman. Generasi mendatang yang lahir di tengah pandemi hanya tahu ada zaman normal sebelum pandemi dari cerita orangtuanya. Generasi mendatang mungkin hidup berdampingan dengan virus.

*****

Di perbatasan negeri Seribu Pulau dan Sina...

Matahari baru saja terbit. Burung-burung berkicau dengan merdunya. Hampir dari setiap pohon terdengar kicau burung. Suara mereka bersahutan bagai musik alam.

Di tepi sungai yang airnya jernih dan mengalir tenang, di atas sebuah batu duduk seorang remaja lelaki memakai masker. Tatapannya menerawang ke atas langit seakan tengah mencari jawaban atas pertanyaan yang sedang berkecamuk di kepalanya. Tidak jauh darinya seorang pria bertubuh kurus yang juga memakai masker sedang membakar beberapa ikan. Beberapa meter dari pria kurus empat prajurit kerajaan berjaga-jaga. Mereka semua memakai masker.

"Raden, melamunnya mbok ya jangan terlalu serius. Sambil bercanda gitu loh." kata pria kurus bermasker sambil membolak balik ikan yang sedang dibakarnya.

Remaja bermasker bangkit dan melompat dari atas batu dan menghampiri pria kurus yang sedang membakar ikan. Sang remaja tetap menjaga jarak. Tidak terlalu dekat dengan panakawan atau abdinya.

"Walau di tengah pandemi paman selalu ceria. Seperti tidak ada beban." kata remaja bermasker sambil jongkok.

"Paman ingat ucapan kakek paman sebelum meninggal. Setiap generasi ada huru haranya. Kakek paman lahir di zaman penjajahan. Saat itu hidup sangat sulit. Banyak tekanan dan kecemasan. Banyak teman kakek paman yang tewas karena ulah penjajah. Syukur kakek paman bisa melewati setiap huru hara dengan selamat dan meninggal karena faktor usia yang sudah renta. Bukan karena dibunuh atau terbunuh atau kelaparan karena kurang pangan yang sempat dialami paman ketika sudah dewasa. Kakek paman bisa bertahan hidup di tengah huru hara dan kesulitan hidup yang luar biasa di zamannya. Di zaman itu raden belum ada. Ayah bunda raden yang mengalami zaman mengerikan itu. Nah, di zaman ini raden mengalami huru hara berupa pandemi yang tingkat mengerikannya setara dengan yang dialami oleh paman ketika seusia raden. Dan entah huru hara apalagi yang akan dialami oleh anak cucu raden kelak. Yang jelas, setiap generasi akan mengalami zaman huru hara atau keadaan hidup yang berbeda dengan apa yang dialami orangtuanya. Zaman mengerikan. Paman ceria sebagai bentuk syukur bisa tetap hidup di tengah gempuran berbagai huru hara yang paman alami dari sejak paman lahir sampai bisa mengasuh raden. Jadi kesulitan hidup apa pun yang raden alami pernah juga dialami oleh paman dan ayah bunda raden, cuma bentuk huru haranya berbeda tetapi tingkat kengeriannya setara." papar pria kurus panjang kali lebar.

"Jadi apa saran paman buat saya?" tanya remaja bermasker.

"Intinya raden harus yakin dan percaya bahwa pesta pasti berakhir, hujan pasti reda dan setelah hujan lebat akan ada pelangi. Akan ada keindahan. Hanya masalah waktu berapa lama durasi pesta dan hujannya. Pandemi ini akan berakhir. Tetapi durasi dari pandemi ini kita tidak tahu. Bisa tiga tahun, lima tahun atau sepuluh tahun sampai berakhir atau reda. Jadi yang bisa kita lakukan adalah tetap bertahan sambil mematuhi prosedur yang telah ditetapkan. Terus mencari solusi atas persoalan ini. Paman rasa itu aja." lanjut pria kurus bak motivator ulung.

Remaja bermasker terdiam seakan sedang meresapi kata-kata panakawannya.

Hari beranjak semakin siang. Matahari semakin tinggi. Langit cerah dengan sedikit awan putih. Matahari dari waktu ke waktu, dari generasi ke generasi terus menyinari bumi di siang hari dan dengan bantuan bulan di malam hari. Apapun yang terjadi di permukaan bumi, matahari tetap menyinari bumi setiap harinya...
.
.
.

Pengarang Nur S
HitCount 246
Nilai total rating_3

Belum ada komentar

icon_add Tulis Komentar