Home → Cerita Pendek → XAVILUZ
Manusia modern mengenal dan mengetahui sejarah masa lalu dari apa yang ditinggalkan oleh orang-orang terdahulu. Peninggalan peradaban masa lalu yang tersisa dan berhasil ditemukan oleh para arkeolog itulah yang menjadi acuan akan sejarah masa lalu. Namun banyak temuan para arkeolog yang membuat penemunya terkejut dan mengundang banyak pertanyaan. Salah satunya seperti cerita di bawah ini....
*****
Situs purbakala Cikawung adalah situs purbakala yang baru saja ditemukan oleh sekelompok arkeolog. Situs purbakala yang diduga pemukiman spesies tak dikenal yang berasal dari satu juta tahun yang lalu. Hal itu berdasar dari artefak, prasasti dan benda-benda lain yang setelah diteliti di laboratorium telah berusia sejuta tahun.
Di antara banyaknya penemuan yang ditemukan di situs purbakala Cikawung, ada satu penemuan yang mengejutkan para arkeolog yaitu sebuah gulungan kertas berwarna kuning kusam yang tulisannya berbeda dari gulungan kertas yang lain. Bila pada gulungan kertas yang lain tulisannya menggunakan huruf yang aneh dan tidak bisa dibaca langsung, tetapi pada salah satu gulungan kertas kuning kusam langsung bisa dibaca karena menggunakan huruf latin dan ejaan yang disempurnakan. Itu satu hal yang mengejutkan para arkeolog mengingat dari hasil uji lab usia kertas dan tulisanya adalah satu juta tahun. Apakah mungkin pada jaman satu juta tahun yang lalu sudah ada manusia modern yang hidup di sana? Ditemukannya kertas berusia satu juta tahun saja sudah mengejutkan para arkeolog apalagi dengan huruf latin dan ejaan yang disempurnakan semakin membuat mereka terkejut.
Di gulungan kertas yang bisa dibaca langsung beberapa paragraf terukir rapi. Melihat dari bentuknya mirip prosa atau lebih spesifik lagi menyerupai cerita pendek. Berikut bunyinya....
*****
Malam 27 bulan 9 tahun Candra ke 1000. Seperti malam-malam sebelumnya banyak yang harus aku tulis. Namun malam ini entah mengapa aku ingin menulis sesuatu yang berbeda.
Aku merasa suatu bencana besar akan segera terjadi. Bencana yang kuperkirakan sangat dahsyat mengingat dari tanda-tanda yang kulihat tadi sore dan awal malam yang belum lama kulihat.
Sebelumnya akan kuceritakan tanda-tanda alam yang tadi sore kulihat. Sore itu aku berada di bukit tempat biasa aku dan Najma bertemu. Najma datang tepat waktu seperti biasa. Setelah kami menghabiskan makanan yang selalu Najma bawa, kami rebahan di atas rumput hijau sambil memandang langit ungu.
"Kenapa langit yang kita tatap berwarna ungu?" tanya Najma tiba-tiba.
Sejenak aku berpikir. Aku bukanlah orang pintar secara akademis. Aku hanyalah seseorang yang suka membaca karya-karya orang besar dan ternama.
"Dari catatan yang ditinggalkan Astron yang mengklaim telah keliling dunia, langit kita memang berwarna ungu. Mengenai penyebabnya aku belum bertanya pada guru Vexon. Tapi aku berkeyakinan di masa depan langit tidak lagi berwarna ungu. Mungkin jingga atau biru," jawabku sekenanya.
"Kenapa?" tanya Najma sambil tetap menatap langit ungu. Matahari merah telah condong ke ufuk timur, tempat matahari terbenam.
"Dari catatan-catatan kuno yang aku baca dari manuskrip yang ditemukan para arkeolog kita, disebutkan matahari pernah terbit dari timur dan tenggelam di barat. Langit berwarna hijau. Mungkin penyebabnya karena saat itu hampir 95% permukaan bumi adalah daratan berhutan. Para ahli kita pernah memprediksi bahwa suatu saat matahari akan kembali terbit dari timur dan tenggelam di barat dan langit tidak lagi berwarna ungu. Kemungkinan jingga atau biru," jawabku yang masih sekenanya karena aku juga belum yakin mengingat hal itu seperti cerita dongeng belaka.
"Apakah Astron bercerita tentang punahnya peradaban Zen?" tanya Najma lagi seakan sedang menguji pengetahuanku.
"Iya. Yang aku baca dari catatan Astron peradaban Zen kemungkinan punah karena bencana besar yang disebut Xaviluz."
"Apa yang kamu ketahui tentang Xaviluz?" lagi-lagi Najma seakan tengah menguji pengetahuanku.
"Mega gempa atau gempa berkekuatan sangat besar yang membuat tanah retak dan bergeser yang membuat kota-kota terperosok dan masuk ke perut bumi. Hal itu menjadi penyebab punahnya peradaban Zen. Xaviluz adalah mitos dari satu peradaban ke peradaban yang lain. Si pemusnah peradaban. Tapi karena jarak terjadinya dari satu Xaviluz ke Xaviluz berikutnya sangat jauh dan tidak bisa diprediksi akhirnya Xaviluz dianggap dongeng belaka. Namun dari catatan-catatan kuno yang ditemukan, sebelum Xaviluz datang atau terjadi ada dua pertanda yang muncul. Satu di saat matahari akan terbenam dan yang satunya di awal malam," paparku berdasar apa yang pernah aku baca dari catatan Astron, Sang Penjelajah.
"Hebat, ayah tidak salah memilih kamu menjadi juru tulis. Oya, aku harus segera kembali sebelum matahari terbenam," kata Najma sambil bangkit dan mengemasi peralatan yang dibawanya. "Sampai jumpa di kehidupan berikutnya," kata Najma sambil terkikik kemudian berlari menuruni bukit.
Aku tetap rebahan memandang langit ungu tak menghiraukan kalimat terakhir Najma. Gadis itu memang suka bercanda. Sampai jumpa di kehidupan berikutnya kayak mau meninggal aja. Dasar gadis manja, batinku.
Waktu terus berlalu dan matahari sebentar lagi akan tenggelam. Aku bangkit dan bermaksud akan pulang ke rumah dinasku namun tiba-tiba aku melihat aurora muncul di langit. Yang membuatku terkesiap secara perlahan membentuk atau menyerupai kepala naga. Kemudian secara perlahan pula memudar dan lenyap. Kemunculan aurora yang membentuk kepala naga membuatku panas dingin. Aku merasa mungkin aku saja yang melihatnya dan bila aku ceritakan pada orang lain aku yakin mereka tak akan percaya dan menganggapku mengada-ada atau menyebarkan berita bohong. Agar aku yakin bahwa itu memang pertanda Xaviluz, aku harus melihat satu pertanda lagi.
Aku bergegas pulang dan ketika sampai di rumah dinasku, malam mulai menyelimuti permukaan bumi. Aku berdiri tegak menghadap ke timur tempat dimana matahari baru saja menghilang.
Beberapa saat aku menunggu dan mimpi burukku benar-benar hadir. Di kegelapan malam yang baru turun sebuah bintang merah bersinar terang. Kabut hitam mengelilingi sang bintang. Lututku seketika goyah dan badan menjadi lemas. Pertanda kedatangan Xaviluz sudah lengkap. Bencana besar akan segera terjadi.
Dua pertanda kedatangan Xaviluz itulah yang membuat aku ingin menulis sesuatu yang berbeda. Oya, ada hal yang aku lupakan. Aku menulis kali ini menggunakan huruf dan bahasa yang aku pelajari dari mimpi. Kenapa tidak menggunakan huruf dan bahasa yang biasa aku gunakan? Jawabnya karena aku teringat kembali ucapan Najma: 'Sampai jumpa di kehidupan berikutnya'. Dan entah mengapa aku meyakini kata-kata Najma bukan candaan yang biasa dia lontarkan, tetapi sebuah kode, kita akan mati dan berjumpa kembali di kehidupan berikutnya. Aku berharap dengan aku menulisnya menggunakan huruf dan bahasa yang aku pelajari di dalam mimpi, Najma yang terlahir kembali di kehidupan berikutnya menemukan dan membaca catatanku ini.
Akhir kata, Najma aku cinta kamu...
(Ketika catatanku ini sampai ke tanganmu, aku mungkin sudah tiada terkubur dalam perut bumi akibat dahsyatnya Xaviluz)
*****
Para arkeolog yang telah membaca gulungan kertas berusia satu juta tahun itu semua terdiam. Semua di luar nalar dan terdengar seperti dongeng belaka....
.
.
.
Pengarang | Nur S |
---|---|
HitCount | 76 |
Nilai total | ![]() |
Baca semua komentar (1)
Tulis Komentar
#1 | ![]() |
yogi2018
7 November 2021 jam 6:22am
 
Terus berkarya suhu. Cerita lainnya tetap dinanti |