NAFAS TERAKHIR

HomeCerita PendekNAFAS TERAKHIR

avatar Adeckz
28 Februari 2014 jam 7:54am

NAFAS TERAKHIR

Malam sudah larut, Adeck melirik kearah jam dinding yang terpasang di atas pigura fotonya bersama sahabat-sahabatnya ketika wisata bareng ke Candi Plaosan. Jarum jam menunjukkan pukul setengah satu malam.
“ Hmmm.... kenapa mataku belum ngantuk juga, padahal besok aku harus menghadap Pak Iwan untuk revisi bab empat “, sambil memegangi kepala dan meremas rambutnya yang kusut karena sejak beberapa jam lalu hanya bergulingan di atas bantal yang sarungnya sudah dua minggu tidak di cuci.
Akhirnya cowok cakep itu bangun kemudian berjalan menuju lemari pakaiannya. Di bukannya laci kecil, di bolak-balik semua isi laci. Sepertinya dia sedang mencari sesuatu, namun setelah beberapa saat dia tidak menemukan barang yang di carinya kemudian dia mencarinya di antara tumpukan pakaian. Terlihat senyum kecil di bibirnya ketika dia berhasil menemukan benda yang yang dicarinya.
“ Hehehe...ini dia, kaca mata tidur ini yang mungkin bisa memaksaku mataku untuk merem”
Memang benda itulah yang selama ini selalu menjadi pilihan terakhir ketika penyakit susah tidurnya kambuh. Kacamata tidur buatan Bulik Wanti itu memang ampuh, Adeck memang sengaja minta di buatkan kacamata tidur ketika dia mengunjungi rumah buliknya di Purwodadi.
Setelah menemukan apa yang di carinya, Adeck segera ingin merebahkan tubuhnya di kasur. Tapi langkahnya terhenti ketika matanya menatap foto ukuran besar dalam figura yang terpasang di dinding. Kakinya melangkah mendekat hanya untuk melihat lebih jelas foto lama yang gambarnya sudah mulai pudar menjadi sephia karena termakan waktu . Mungkin karena kualitas fotonya yang jelek sehingga sudah terlihat seperti itu, padahal baru tiga tahun lalu foto itu di cetak.
Matanya yang belum ngantuk menatap tajam satu persatu wajah teman-temannya yang ada dalam foto itu. Tidak jarang dia terlihat senyum-senyum sendiri, seperti teringat tingkah dan ulah konyol mereka waktu bersama-sama dulu.
“ Jadi kangen sama mereka, kapan ya bisa ketemu dan ngumpul bareng lagi seperti itu ?”
Tiba-tiba mata cowok cakep itu berhenti pada satu sosok gadis cantik yang dalam foto berada di sampingnya. Dia tersenyum manis, terlalu manis malah. Terlihat juga dalam foto itu tangan Adeck merangkul mesra pundak si gadis.
“ Suci...
Sebuah nama terucap dari bibirnya. Dalam foto itu Suci terlihat menyandarkan kepalanya di pundak Adeck.
“ Hmmm... gimana kabar dia sekarang ya ? Pikirannya melayang teringat kembali masa empat tahun silam, waktu pertama kenal dan bertemu. Sejak itu hubungan keduanya semakin akrab, hingga akhirnya mereka resmi pacaran. Kenangan indah bersama Suci kembali muncul menggoda dan menari-nari dalam ingatannya. Hari-hari yang dilewati bersama gadis itu terlalu manis untuk di lupakan begitu saja. Hingga akhirnya keduanya berpisah, Adeck melanjutkan kuliahnya di kota gudeg Yogyakarta, sementara Suci ikut orang tuanya pindah ke Bandung. Ayahnya adalah seorang perwira tinggi TNI, Brigjend Danu di pindah tugaskan ke kodam Siliwangi. Pada awal berpisah keduanya masih sering aktif berhubungan, baik lewat telepon ataupun sekedar menanyakan kabar melalui BBM. Namun entah ada masalah apa, komunikasi keduanya terputus begitu saja. Kini tiga tahun sudah keduanya berpisah.
Adeck merebahkan tubuhnya di kasur, meski kacamata tidur sudah di pakai namun dia belum juga bisa tidur. Pikirannya melayang-layang teringat pada Suci. Mungkin karena capek akhirnya pemuda itu tertidur juga, jam sudah menunjukkan pukul setengah tiga malam.

Sebuah mobil Honda Jazz biru metalic berhenti di depan gerbang, seorang wanita setengah baya berlari-lari kecil membukakan pintu gerbang yang memang masih terkunci pagi itu.
Deriiittt...!!
Suara pintu gerbang besi yang agak karatan terdengar keras, mobil itupun masuk dan parkir di halaman rumah. Mbok Yem penjaga rumah kost yang sudah hapal betul dengan siapa yang datang cuma tersenyum melihat seorang dua pemuda yang turun dari mobil.
“ Mbok....Adeck mana ?
Seorang pemuda tampan berbadan tegap bertanya, dia bernama Rifky.
“ Ah...paling masih molor tuh anak ! “, kali ini pemuda yang keluar dari pintu mobil yang satu lagi yang bicara. Dialah Timtim, tingkahnya kadang-kadang konyol. Kalau memakai kaos selalu terbalik, yang ada jahitannya di pakai di sebelah luar. Jadi meski dia beli kaos dengan gambar sebagus apapun percuma saja, karena gak bakal kelihatan.
“ Tumben mas-mas berdua ini pakai nanya dulu, biasanya juga langsung nyelonong masuk kamar “.
“ Hehehehe....kan kami sudah insyaf mbok, gak baik masuk rumah orang tanpa permisi dulu”, kata Timtim sambil mengedip-ngedipkan matanya menggoda mbok Yem.
“ Owhh...bocah ini berani-beraninya godain orang tua, tak balang sapu sisan ! “ ,kata Mbok Yem sambil meraih sapu lidi di pojokkan.
“ Ampuunnn...mbokk ! Ayo...Rif masuk aja...tar di balang sapu beneran sama Mbok yem “.
Keduanya berlari bergegas menuju kamar Adeck di paling ujung rumah kost itu.
Sementara Mbok Yem cuma senyum-senyum sendiri, dalam hatinya berkata “ Mana mungkin simbok sungguh-sungguh mau lempar sapu ..hehehehe “. Perempuan setengah baya itu kemudian melajutkan menyapu halaman rumah kost-kostan yang menjadi tanggung jawabnya.

Tok...tok...tokk..!
Suara pintu di ketok dari luar sangat keras membuat Adeck terbangun dari tidurnya. Dia melirik ke arah jam dinding yang menunjukkkan jam sembilan lewat sepuluh menit. Terndengar suara keras yang sagant di kenalnya. “ Deckk....bangun woii...katanya mau ke kampus menemui Pak Iwan. Ini sudah jam sembilan lebih...ayo buruan ! “.
“ Iya.....iya...
Adeck membuka pintu kamar, tanpa di persilahkan Rifki dan Timtim segera saja nyelonong masuk.
“ Udah mandi buruan....jam segini baru bangun rejeki dah di patok ayam tuh “, kata Timtim sambil tangannya menutup hidung di depan Adeck.
“ Hahaha....rejeki apaan yang di patok ayam ?”
“ Ooo....kata nenek gwe dulu gitu, kalo kita bangunnya siang ntar rejekinya di patok ayam “.
“ Iya deck , siapa tau di kampus tar lo ketemu adik kelas yang cantik tapi dianya malah naksir ke gwe hahhaha “, sahut Rifki yang saat itu sedang beresin tempat tidur. Dia memang orangnya paling anti sama tempat yang berantakan, makanya dengan cekatan dia membereskan tempat tidur yang masih acak-acakan itu.
“ Hahaha....iya udah, tunggu bentar ya...aku mandi dulu “.
Adeck menyambar handuk yang tergantung di balik pintu kemudian bergegas menuju kamar mandi.
Sementara itu Rifki dan Timtim menunggu di kamar sambil nonton acara infotainment di tivi. Dua cowok itu memang teman akrab Adeck, ketiganya kuliah satu kampus di sebuah perguruan tinggi swasta terkenal di kota gudeg Yogyakarta, meski ketiganya beda fakultas, mereka terlihat sering bersama. Rifki fakultas hukum sedang Timtim masuk di fakultas Teknik. Sedang Adeck sendiri masuk fakultas Ekonomi.
Tidak berapa lama adeck sudah selasai mandi dan langsung ganti pakaian. Semua di lakukan dengan cepat karena tahu dua sahabatnya sudah nungguin sejak tadi.
“ Sudah nih ? “ , Timtim bertanya sambil melihat kearah Adeck. Mulut cowok itu terlihat senyum-senyum. Adeck merasa aneh di lihatin seperti itu, dia merasa ada sesuatu dengan dirinya. Buru-buru dia berdiri menghadap ke arah cermin, dia baru tahu ternyata dia memakai kaos terbalik.
“ Waduh....bisa jadi terbalik juga otak gwe entar kalo make kaos terbalik, kayak lo mas Tim...otaknya terbalik “.
“ Hahhahahahaha ... Rifki tertawa ngakak, sambil berdiri bangun dari tempat tidur.
“ Udah..udah...ayo buruan , sudah siang ini !
***

Di bawah pohon akasia yang daunnya rimbun yang berada di samping kampus memang pas banget buat neduh sambil ngobrol, apalagi siang itu cuaca sangat panas. Di sebuah bangku taman terlihat Rifki dan Timtim sedang menggoda gadis-gadis cantik adik kelasnya. Rifki terlihat mendekati gadis cantik berambut panjang yang bernama Aura Pandra, mahasiswi semester dua fakultas Psikologi. Sedangkan Timtim sedang asik ngobrol dengan Triie, sahabat dekat Aura Pandra. Dua cowok itu tampaknya sedang melancarkan rayuan-rayuan mautnya untuk menaklukkan hati dua gadis cantik tersebut.
“ Eh...Pandra ... kamu dah maem belom ?”
“ Belum Kak Rifky , nih baru aja ada kelas ...baru saja keluar “, jawab Aura Pandra dengan senyum manis yang makin membuat hati Rifky kelimpungan.
“ Kalau gitu, ayok ke kantin...aku yang traktir dech !”
“ Ah...beneran nih kak ?
“ Iya ..beneran dunk, masak bo'ongan “.
“ Eh...Triie pasti juga belum maem kan ?”, tanya Timtim.
“ Siapa bilang...Triie udah maem kok “, jawab gadis itu agak ketus. Memang sifat Triie agak beda dengan sahabatnya Aura Pandra. Dia terlihat seperti angkuh dan gampang ngambek, tapi sebenernya dia gadis yang baik kok.
“ Ihh...jawabnya kok ketus gitu sih, lagi dapet ya..? “ , goda Timtim.
“ Tau ah....” , Triie menjawab sambil membuang mukanya. Sepertinya gadis itu tidak kuat menahan tawa di godain terus sama kakak kelasnya yang super bandel itu. Sebenernya banyak cowok di kampus itu yang ingin mengenal dekat dengan dan menjadi pacarnya, tapi semua mundur dengan teratur karena setiap berusaha mendekat selalu di hadapi dengan sikap ketus dari Triie. Tapi bukan Timtim kalau menyerah gitu aja. Kini mereka berempat sudah berteman akrab, bahkan hanya dalam dua minggu keempatnya sudah sering pergi bareng, baik itu ke kantin kampus, ke perwil untuk mencari buku referensi atau sekedar jalan-jalan ke mall untuk menyegarkan otak yang penat seharian kuliah.
“ Ayok ah....gwe dah laper nih “, kata Rifky yang memang tidak terlalu betah menahan lapar. Itulah makanya tubuhnya terlihat subur tapi tetep ganteng dan menarik hati gadis-gadis cantik.
Keempatnya kemudian berdiri dan berjalan beriringan menuju kantin yang letaknya tidak jauh dari tempat mereka ngobrol tadi.
Sementara itu, Adeck yang baru saja keluar dari ruangan Pak Iwan dosen pembimbingnya, tampak celingukan mencari dua sahabatnya.
“ Kemana mereka ya...? Ah ..paling kemana lagi kalau gak ke kantin. Aku susul ke sana ajalah”.
“ Adeck....! “
Adeck segera hendak bergegas ke kantin, tapi telinganya mendengar seseorang memanggil. Segera dia menoleh ke arah datangnya suara. Matanya melotot seolah tidak percaya dengan apa yang di lihatnya, seorang gadis cantik berambut panjang sebahu yang di rebonding tampak tersenyum manis menatap kearahnya.
“ Suci....”, ucap Adeck lirih, bahkan nyaris tak terdengar.
Ya...gadis itu adalah Suci, gadis yang sejak beberapa hari belakangan ini mengganggu selalu pikirannya.
Seperti dalam filem-filem India, dua muda-mudi itu saling berlari slow motion utuk memeluk melepas kerinduan yang selama ini terpendam dalam hati masing-masing. Lama keduanya berpelukan melepas rindu, seakan tidak malu meski beberapa pasang mata memperhatikannya. Bagaimanapun juga itu adalah kampus, sehingga tidak pernah sepi dari mahasiswa. Namun keduanya seolah cuek saja. Setelah lama berpelukan akhirnya mereka melepaskan pelukannya, Suci berbisik lirih di telinga Adeck.
“ Kamu ada waktu nggak ? aku mau ngomong sesuatu sama kamu “
Adeck menatap tajam mata bulat bening di depannya, seakan menebak-nebak apa yang akan di bicarakan gadis cantik itu. Begitu seriuskah hal yang akan di bicarakan sehingga harus butuh waktu khusus ?
“ Iya....ada dunk, emang apa sich yang enggak buat kamu ? “, kata Adeck sambil tangannya mencolek dagu gadis itu. Yang di colek tampak senyum-senyum saja.
“ Ya sudah...ikut aku sekarang “, ucap Suci sambil menarik lengan Adeck.
“ Eh..bentar, aku bilang Mas Rifki sama Mas Timtim dulu tar mereka nyari, kami kan berangkat bareng tadi “.
“ Oh..iya, di mana mereka, aku juga udah lama gak ktemu kak Rifky dan kak Timtim..?
“ Paling di kantin , ini kan udah jam makan siang “.
“ Tapi ntar ajalah, kamu sms atau bbm ajah...bilang kalau kamu pulang duluan sama aku “.
“ Oh...keknya penting banget yang mau kamu omongin, ya udahlah ntar aku bbm mereka aja “.
Keduanya lantas berjalan ke parkiran, Suci mengambil mobilnya yang di parkir di paling ujung. Tidak berapa lama keduanya sudah meninggalkan kampus menggunakan mobil sedan BMW warna hitam keluaran terbaru. Maklumlah Suci adalah anak tunggal seorang jenderal, selain dididik dengan penuh kedisiplinan, dia juga di manjakan oleh fasilitas mewah dari orang tuanya.
Sedan mewah itu melaju kencang membelah keramaian kota bergerak ke arah jalan yang menuju Gunung Kidul.
“ Memang kita mau ke mana Ci ?
“ Ngobrol di tempat biasa kita ngobrol dulu, masih ingat nggak sih ?
“ Di Bukit Bintang ya ? Dah lama juga aku nggak kesana, terakhir ya sama kamu itu “, kata Adeck sambil tersenyum.
Mobil meliuk-liuk di tanjakan menuju bukit bintang, memang jalan ke arah bukit bintang penuh dengan kelokan dan tikungan tajam. Tidak berapa lama mobil berhenti di sebuah tempat yang agak lapang di kawasan bukit bintang itu, tempat itu di tata sedemikian rupa sehingga menjadi tempat yang nyaman untuk santai. Banyak orang yang meluangkan waktunya untuk berhenti sejenak ataupun sengaja meluangkan waktunya. Selain muda-mudi banyak juga orang tua yang mengajak anak-anaknya bersantai sambil menikmati jajanan yang di tawarkan para pedagang yang banyak terdapat di tempat itu sekaligus memandang keindahan kota Yogyakarta yang ada di bawah.
Suci turun dari mobil dan langsung bergegas berjalan di ikuti Adeck di belakangnya. Mereka menuju ke tempat dulu mereka selalu menghabiskan waktunya berdua.
“ Masih seperti dulu tempat ini, masih tetap indah bahkan lebih bersih dan tertata, udaranya juga masih segar “, ucap Suci sambil membentangkan tangan dan menghirup dalam-dalam udara sejuk pegunungan.
“ Iya...tempat ini tidak jauh berubah “, sahut Adeck sambil duduk di atas sebuah tempat duduk yang memang di sediakan oleh para pedagang. Suci mengambil tempat duduk di depannya.
Sambil menikmati minum yang di pesan, mereka asik ngobrol. Dengan menggenggam tangan Suci, Adeck bertanya pada gadis itu. Matanya tak lepas menikmati kecantikan wajah gadis di depannya.
“ Suci , ada apa sih kamu mengajakku ke tempat ini. Cuma sekedar mengenang masa indah apa yang pernah kita lewati dahulu atau memang ada sesuatu yang penting yang mau kamu katakan ?”
Suci menunduk tak kuasa membalas tatapan tajam mata pemuda yang di kasihinya itu. Perlahan tangan yang di genggam pemuda itupun di tariknya.
“ Adeck , aku mau ngomong yang meski berat tapi aku harus ngomong ke kamu. Semua itu tentang hubungan kita. Aku tahu selama ini kita memang lost contact, tapi bagaimanapun kita pernah punya hubungan dan kenangan yang indah. Apalagi kalau aku berada di tempat ini, seandainya ada mesin waktu yang bisa memutar kembali sang waktu, ingin sekali rasanya aku kembali ke masa lalu. Menghabiskan waktu bersamamu. Aku juga sadar mungkin kamu memang sudah tidak pernah mengingatku lagi, karena kesibukan kamu. Aku juga, karena jarak yang memisahkan kita sehingga kita tidak pernah bisa bertemu “.
Adeck masih belum bisa menebak kearah mana pembicaraan Suci tersebut. Kembali di genggamnya erat-erat kedua tangan gadis itu.
“ Suci, maafin aku...memang selama ini aku terlalu egois. Aku terlalu sibuk dan tenggelam dengan hari-hariku sehingga melupakan kamu. Tapi kamu juga harus tahu, dalam hatiku aku tidak pernah bisa melupakan kamu. Maka saat ini, di Bukit Bintang ini aku ingin merajut kembali cerita indah ku bersamamu, kamu mau kan ? “.
Mendengar apa yang baru saja di ucapkan oleh pemuda di hadapannya itu membuat hati Suci bergetar, karena memang itulah yang ingin di dengarnya. Tapi ada sesuatu yang menghipit perasaannya, sehingga kembali gadis itu menarik lembut kedua tangannya dari genggaman pemuda yang begitu di sayanginya. Air bening menetes keluar dari kedua bola matanya yang indah.
“ Tidak Deck, tidak....kita tidak bisa lagi melanjutkan hubungan kita. Semua sudah terlambat”, sambil menangis Suci menutup wajah dengan kedua telapak tangannya. Gadis cantik itu menangis tersedu.
“ Memangnya kenapa Ci , kenapa kita tidak bisa melanjutkan hubungan ini ? Adakah cowok lain yang telah mengisi hatimu saat ini ?, Ayo Ci....katakanlah..”, Adeck bertanya sambil memegang pundak gadis itu.
“ Bulan depan aku tunangan , aku di jodohkan dengan pengusaha muda. Anak seorang pengusaha kaya-raya dari Halmahera. Dia bernama Mike, ayahnya bernama Abdul Madjid adalah sahabat papaku “.
“ Tidak Suci....kamu bercanda kan ? “ Adeck yang tidak percaya kembali bertanya meminta kepastian dari ucapan Suci.
“ Tidak Deck, aku serius..bahkan minggu depan Mike dan keluarganya akan datang ke Bandung untuk mematangkan rencana pertunangan itu “.
Bagai di sambar petir di sore hari, Adeck hanya bisa terdiam. Lidahnya kelu, bibirnya seperti terkunci. Matanya memandang kosong ke arah kota Yogyakarta yang terlihat indah dari atas, namun seperti lautan api yang membakar dadanya.
“ Maafin aku deck, maafin aku sayang...”, kembali Suci menangis tersedu. Airmatanya tak terbendung lagi.
“ Enggak Ci....kamu nggak salah, akulah yang salah. Tiga tahun bukan waktu yang singkat buat kita, selama itu aku nggak pernah menghubungi kamu. Jadi aku nggak menyalahkan kamu kalau akhirnya kamu menemukan sandaran hati yang lain “. Di peluknya erat-erat gadis cantik itu, dibiarkannya dia menumpahkan seluruh air mata di dadanya. Suasana menjadi hening, yang terdengar hanya isak tangis Suci.

***

Suara lagu yang mengalun pelan di iringi petikan gitar, terdengar di sebuah sanggar yang di dalamnya begitu banyak lukisan-lukisan indah.
Aku tak seperti dulu lagi
Wajar bila kau memilih
Kau layak dapat yang terbaik
Bukan aku yang tak berdaya kini

Lubuk hati ku tergerak
Saat kau kecup bibirku...
Rasakan cintamu yang tulus
Yang tak pernah kurasakan dulu

Aku merasakan ...
Dalamnya cinta untuk diriku
Kau pun menyatakan ..
Semua terjalin hanya untuk diriku

Senyum haru yang tersimpul
Dalam nafas terakhirku....

Sebuah tepukan lembut di pundak membuat orang yang menyayikan lagu tersebut menghentikan nyayiannya.
“ Sudahlah Deck, lo harus bisa menghadapi semua. Dalam hidup ini semua manusia akan mendapatkan cobaan. Gwe sudah tahu apa yang lo alami, bagaimana kisah cinta kalian. Kemarin Suci telepon gwe, dia bicara tentang hubungan kalian dan juga tentang pertunangannya “, suara Rifky itulah yang membuat pemuda yang bernyanyi tersebut menghentikan lagunya, memang dia adalah Adeck. Setelah beberapa hari mencari di tempat kostnya tapi tidak ketemu,Rifky dan Timtim berhasil menemukan Adeck di tempat itu, karena selain di Bukit Bintang .Di Sanggar lukis tersebut juga adalah tempat favoritenya. Sanggar itu milik temannya sewaktu masih SMA yang kini menjadi pelukis terkenal, namanya Agus Baqul.
“ Iya Deck...sebenarnya gwe gak mau nyalahin elo..tapi gimanapun juga tiga tahun itu bukan waktu yang pendek Deck. Gadis mana yang bisa mengerti dan sabar menunggu sesuatu yang belum jelas kepastiannya. Lo selama itu diam tanpa komunikasi apapun ke Suci, tapi sudahlah anggap saja dia bukan jodohmu. Masih banyak gadis dan janda-janda di luar sana yang masih setia menunggumu...hahahaha “, kali ini yang bicara Timtim, karena bukan Timtim yang dalam bicara seriusnya gak di selingi celetukan konyol. Adeck cuma tersenyum mendengarnya.
“ Ya sudahlah...dah sore nih, ayo...kita udah di tunggu Lek Karto di angkringannya”, kata Rifky sambil melangkah keluar dari sanggar lukis.

TAMAT
NB :Cerita ini fiktif adanya, kalau ada kesamaan nama, tempat dan kejadian itu hanyalah khilaf dari penulis. Mohon tidak di permasalahkan.

Pengarang Adx PJS
HitCount 512
Nilai total rating_0

Satu komentar

icon_comment Baca semua komentar (1) icon_add Tulis Komentar

#1
kurotagusu 1 Februari 2015 jam 11:18pm  

purwodadi mana