Home → Cerita Pendek → Geger di Kudus
- Bagian 1 -
.....Kala itu, demi memenuhi undangan dari Kangjeng Sunan Kudus, maka Adipati Pajang, Hadiwijaya bersama para pengiring dan rombongannya telah berangkat menuju Kudus.
Terlihat Adipati Hadiwijaya dikawal oleh prajurit segelar sepapan yang kuat dan lengkap. Terlihat pula para pembesar Kadipaten Pajang juga turut menjadi pengiring dari Adipati Hadiwijaya. Berada disebelah menyebelah sang Adipati adalah Menggung Wilamarta dan Menggung Wuragil, sedang disebelah lainya adalah Ki Ageng Penjawi dan Ki Ageng Pemanahan. Sementara itu, Ki Mas Manca dan Ki Juru Mertani nampaknya tidak turut serta dalam rombongan karena harus tetap siaga dan menjalankan roda pemerintahan di Kadipaten Pajang selama Adipati Hadiwijaya melakukan lawatannya ke Kudus.
Berderap tegap rombongan Adipati Pajang itu dalam satu barisan panjang bak seekor ular naga yang menyusur perlahan membelah padukuhan, hutan juga lembah dan ngarai menuju tlatah Kudus.
Nampak pada barisan terdepan adalah pasukan berkuda yang menjadi barisan pasukan pendahulu dengan membawa umbul, rontek dan panji panji serta lambang kebesaran sekaligus tanda pengenal dari Kadipaten Pajang yang mulai tumbuh mengembang menjadi sebuah kadipaten yang besar dan berkembang dengan pesatnya.
Dibelakangnya adalah barisan para prajurit khusus pengawal Adipati Hadiwijaya yang berderap teratur dalam kedisiplinan tinggi dalam posisi selalu mengelingi Sang Adipati dalam jarak yang cukup longgar namun tetap penuh kewaspadaan menjaga keselamatan junjungannya.
Barisan berikutnya adalah sepasukan infanteri yang berjalan kaki dalam keteraturan yang rapi dengan kelompok kelompok barisan sesuai kesatuannya masing masing yang tiap kelompok kesatuan dipandegani oleh seorang Lurah prajurit maupun Senopati terpilih.
Sedang pada ujung barisan adalah sekelompok prajurit pembawa perlengkapan dan perbekalan yang harus dipersiapkan selama perjalanan menuju ke Kudus ataupun perjalanan kembali dari Kudus.
Sebuah pengawalan yang terasa begitu mendebarkan dalam lawatan Adipati Hadiwijaya kali ini. Rombongan prajurit yang mengiringi Adipati Pajang itu adalah gambaran dari sebuah pasukan segelar sepapan yang sangat kuat dan lengkap bahkan untuk menghadapi perang gelar sekalipun.
Dan memang kali ini lawatan Adipati Hadiwijaya ke Dalem Kudusan adalah sebuah lawatan yang memerlukan perhitungan yang cermat khususnya dalam hal keamananya baik selama dalam perjalanan maupun setelah sampai di Kudus. Walau Adipati Pajang sendiri sebenarnya tidak menaruh syak wasangka atas undangan yang disampaikan oleh Kangjeng Sunan Kudus karena memang Adipati Hadiwijya sangatlah menghormati dan mempercayai sepenuhnya kepada Kangjeng Sunan Kudus yang bagaimanapun juga tidak bisa diingkari bahwa Adipati Hadiwijaya pada masa lalunya pernah menjadi murid dari Kangjeng Sunan Kudus.
Namun disisi lain Adipati Pajang itu tidak bisa menolak atas saran dan pendapat dari para sahabatnya yang sekaligus menjadi pembantunya dalam pemerintahan di Kadipaten Pajang agar lawatan ke Kudus kali ini disertai dengan pengawalan yang cukup mengingat berkembangnya suasana yang semakin suram di pemerintahan Demak yang kosong setelah terbunuhnya Sunan Prawata serta menghilangnya Kangjeng Ratu Kalinyamat. Bahkan mendung yang semakin suram di Kasultanan Demak itu ternyata mulai menyaput dan menggelayuti di Kadipaten Pajang sehingga terpaksa Kadipaten Pajang dalam hal ini adalah Adipati Hadiwijaya harus terpaksa ikut terseret dalam pusaran kemelut itu setelah ada usaha rajapati terhadap Adipati Hadiwijaya. Walau rajapati itu gagal membunuh Adipati Hadiwijaya namun akhirnya telah menumbuhkan satu persoalan perselisihan antara Pajang dan Djipang.
"Kangjeng Adipati, sebaiknya lawatan Kangjeng Adipati ke Kudus haruslah direncanakan dengan cermat dan harus dilakukan dengan pengawalan yang cukup", berkata Ki Ageng Pemanahan kala itu.
"Kakang Pemanahan, Apakah dengan demikian aku justru tidak dianggap bersikap deksura kepada Kangjeng Sunan Kudus. Bukankah itu bisa diartikan bahwa aku dianggap tidak mempercayai atau bahkan aku dianggap telah bersikap curiga dalam menanggapi Undangan dari Kangjeng Sunan Kudus sehingga aku harus membawa para prajurit segelar sepapan yang seolah olah aku menganggap bahwa di Dalem Kudusan tidak aman", berkata Adipati Hadiwijaya kepada Ki Ageng Pemanahan.
"Bukan Demikian maksud hamba Kangjeng Adipati, Hamba mempercayai sepenuhnya maksud baik dari Kangjeng Sunan Kudus dan hambapun mempercayai bahwa Kangjeng Sunan Kudus akan menjamin keselamatan Kangjeng Adipati bersama rombongan selama berada di dalem Kudusan":
"Lantas apa kekhawatiran Kakang Pemenahan sehingga Kakang Pemanahan menyarankan untuk membawa prajurit segelar sepapan", bertanya Adipati Pajang kepada Ki Ageng Pemanahan.
Sambil menarik nafas panjang Ki Ageng Pemanahan berkata.
"Maafkan hamba Kangjeng Adipati. Belakangan ini keadaan semakin berkembang menjadi tak terkendali. Kemelut yang terjadi di Demak ternyata telah mulai merambat dan menyentuh sampai ke Pajang. Beberapa kalangan ternyata telah menganggap bahwa Kangjeng Adipati seolah telah menjadi klilip yang pantas dibersihkan karena terasa mengganjal di mata. Kelancangan para soreng dari Jipang yang berani menyusup ke dalam bilik Kangjeng Adipati untuk melakukan rajapati adalah satu usaha untuk membersihkan klilip tersebut dan nampaknya Raden Arya Djipang memang sudah tidak mampu mengekang diri lagi", berkata Ki Ageng Pemanahan kepada Adipati Hadiwijaya.
Sejenak Adipati Pajang itu terdiam seolah masih ingin mencerna kata kata dari Ki Ageng Pemanahan. Namun sekejap kemudian Adipati Pajang itu berkata.
"Kakang Pemanahan, kenapa mereka menempatkan aku pada kedudukan seolah aku ini ingin turut campur dan melibatkan diri pada persoalan yang ada di Demak saat ini. Ketahuilah Kakang Pemanahan, Aku telah bersyukur diberikan amanah dan tanggung jawab untuk membina dan membesarkan Pajang oleh Ayahanda Sultan Trenggana. Tak pernah terlintas dalam anganku untuk turut campur apalagi melibatkan diri dalam persoalan Demak yang berkembang saat ini. Aku ingin bekerja keras untuk kesejahteraan Pajang. Bersama dengan Kakang Pemanahan, Kakang Penjawi, Ki Juru, Kakang Mas Manca, Adi Wila juga Adi Wuragil aku akan meraih gegayuhanku menjadikan Pajang sebuah wilayah yang gemah ripah dan loh jinawi. Dan dengan kerja keras kita saat ini bukankah kita mulai bisa merasakan hasilnya. Pajang telah menjadi semakin ramai, sawah sawah menghampar hijau dengan suburnya, perdagangan juga semakin menggeliat dihampir seluruh pelosok wilayak Pajang. Daerah daerah baru banyak yang sudah mulai dibuka dan telah menjelma menjadi padukuhan padukuhan. Setidaknya untuk saat ini Pajang telah berkembang dengan pesatnya. Pajang telah mampu mengurus dirinya sendiri. Dan rasanya tidak sepantasnya kalau masih ada yang mencurigaiku bahwa aku berkehendak ingin masuk dalam persoalan Demak saat ini".
Mendengar perkataan Adipati Pajang yang panjang lebar itu Ki Ageng Pemanahan pun berkata.
"Ampun Kangjeng Adipati, hamba mempercayai sepenuhnya sikap dari Kangjeng Adipati menanggapi persoalan yang ada di Demak. Namun ternyata mereka justru menganggap kebalikannya. Pusaka Kyai Setan Kober yang saat ini Kangjeng Adipati simpan adalah salah satu bukti bahwa Kangjeng Adipati memang harus disisihkan dari persoalan Demak. Semenjak terbunuhnya Sunan Prawoto dan Pangeran Kalinyamat dan disusul menyingkirnya Kangjeng Ratu Kalinyamat di bukit Danaraja, maka perhatian mereka saat ini hanya terarah pada Kangjeng Adipati. Bukankah Kangjeng Adipati adalah putra menantu dari Sultan Trenggana, sehingga mereka beranggapan bahwa pada saatnya tentu Kangjeng Adipati akan masuk dan mempersoalkan kekuasaan Demak yang saat sekarang ini memang sedang kosong. Apalagi masih belum adanya kesepahaman yang bulat dari para sesepuh yang winasis di Demak tentang siapa yang pantas bertahta di Demak, sehingga Kangjeng Adipatipun dianggap menjadi salah satu lajer yang mempunyai hak untuk mempersoalkan tahta di Demak".
Terlihat Adipati Pajang itu mengangguk angguk seolah menyetujui pendapat dari sahabatnya itu. Lalu Adipati Pajang itu berkata.
"Baiklah kakang Pemanahan, aku terima saran dari Kakang Pemanahan. Bukankah kakang telah membicarakan persoalan ini dengan Kakang Penjawi dan Kakang Manca sebelum membawanya kepadaku".
"Demikianlah Kangjeng Adipati", jawab Ki Ageng Pemanahan singkat.
"Baiklah kalau demikian. Aku mempercayakan persiapan keamanan perjalananku kepada Kakang Pemanahan dan Kakang Penjawi. Silahkan Kakang perhitungkan sendiri berapa jumlah prajurit yang ingin Kakang bawa. Aku hanya mempercayakan tugas ini kepada Kakang Pemanahan dan Kakang Penjawi justru karena aku telah mengenal kakang Pemanahan seperti aku mengenali diriku sendiri. Apa yang aku miliki adalah sama dengan apa yang kakang Pemanahan milikki. Tak lebih dan tak kurang, bukankah kita bersama sama telah menjelajahi tanah ini dengan segala pahit getirnya. Dan kitapun bersama sama pula mendapat tuntunan dari pepunden yang sama sama kita hormati".
Terasa ada getaran didalam dada Ki Ageng Pemanahan mendengar ketulusan dari sahabatnya yang saat ini telah menjadi Adipati Pajang tersebut.
"Terima Kasih Kangjeng Adipati atas kepercayaan itu. Hamba akan mulai mempersiapkan segala sesuatunya menjelang keberangkatan Kangjeng Adipati ke Kudus".
"Baiklah Kakang, terima kasih. Bagi kakang Pemanahan mungkin Aku selalu seperti Karebet dahulu yang selalu menyusahkan kakangnya", berkata Adipati Pajang itu sambil tersenyum lepas.
"Dan Hamba selalu saja seorang saudara tua yang selalu menjaga adiknya yang nakal", jawab Ki Ageng Pemanahan pula sambil tertawa lepas.
Demikianlah akhirnya, rombongan Adipati Hadiwijaya dalam pengawalan prajurit segelar sepapan itu terus bergerak menyusuri jalan jalan padukuhan yang masih dalam wilayah Kadipaten Pajang.
bersambung...
Pengarang | S. Panuntun (Alsinisi) |
---|---|
HitCount | 68 |
Nilai total |