Home → Cerita Pendek → Geger di Kudus
-Bagian 3 -
"Nah sekarang kita harus mampu menyesuaikan keadaan dengan keputusan dari Kangjeng Adipati Hadiwijaya", berkata Ki Ageng Pemanahan meneruskan keteranganya.
"Aku telah memutuskan hanya prajurit pengawal pribadi Kangjeng Adipati yang akan menjaga keselamatan Kangjeng Adipati selama menghadiri pisowanan di Dalem Kudusan. Tentunya disertai oleh para pemimpin Pajang yang lain. Namun aku menginginkan sekelompok kecil prajurit terpilih dengan seorang pemimpin kelompoknya, dan kelompok kecil ini akan aku sisipkan untuk melapisi kekuatan dari prajurit pengawal Kangjeng Adipati yang jumlahnya memang sangat terbatas. Dan pasukan yang lainnya harus tetap dalam kewaspadaan tinggi namun harus tetap menunggu di luar pintu gerbang Kota Kudus. Tempatkan beberapa prajurit penghubung secara terus menerus untuk menjaga komunikasi antara pasukan yang berada diluar kota dengan rombongan yang telah masuk ke dalam kota Kudus".
Tiba tiba saja seorang Lurah dari prajurit telik sandi menyela keterangan Ki Ageng Pemanahan sambil bertanya.
"Maaf Ki Ageng, perkenankan hamba nyelo atur"
"Apa yang ingin kau sampaikan Ki Lurah", jawab Ki Ageng Pemanahan singkat.
"Berdasarkan laporan terakhir dari pengamatan prajurit kami, ternyata hampir diseluruh pelosok kota Kudus telah bertebaran para prajurit dari Djipang. Bahkan sejak memasuki perbatasan Kudus, telah terlihat kelompok kelompok kecil yang bercirikan prajurit dari Kadipaten Djipang".
Sambil mengangguk angguk Ki Ageng Pemanahan bertanya.
"Apakah nampak para prajurit itu juga dipersiapkan untuk melakukan gelar perang, setidak tidaknya apakah ada tanda tanda ke arah itu"
"Menurut pengamatan Kami, memang tidak ada tanda tanda dalam bentuk kesiapan untuk melakukan gelar perang, bahkan untuk gelar perang brubuh sekalipun, namun keberadaan mereka sangat mendebarkan. Kelompok kelompok kecil itu seolah muncul begitu saja membayangi keberadaan pasukan kita, namun sekejap kemudian telah menghilang dan tiba tiba telah muncul kembali disisi yang lain dari pasukan kita. Keberadaan sekelompok prajurit Djipang itu seolah memang ingin membayangi rombongan dari prajurit Pajang. Mereka bergerak sangat cepat dan mampu hadir disegala tempat dalam waktu yang hampir bersamaan".
Ki Ageng Pemanahan nampak berkerut dahinya mendengar keterangan dari lurah prajurit sandi itu.
"Apakah yang telah mereka lakukan dalam pergerakan itu. Dan apakah kau mengetahui siapakah pemimpin yang mengendalikan kelompok prajurit Djipang itu". Bertanya Ki Ageng Pemanahan dalam nada yang nampak bersungguh sungguh.
"Kelompok prajurit Djipang itu memang tidak melakukan apapun Ki Ageng. Namun mereka seolah terus membayangi keberadaan pasukan Pajang bahkan mereka telah menempatkan kelompok kelompok kecil di tempat tempat tertentu dalam posisi mengepung pasukan Pajang. Rasanya tidak ada pergerakan sekecil apapun yang kita lakukan tanpa luput dari pengamatan mereka. Sedang pemimpin yang senantiasa mengendalikan kelompok kelompok prajurit Djipang itu adalah seorang yang masih terhitung muda dengan badannya yang tinggi kekar dengan kumis tebal" jawab lurah prajurit sandi itu.
Mendengar keterangan dari pemimpin prajurit sandi itu Ki Ageng Pemanahan nampak menarik nafas panjang sambil berdesis perlahan.
"Bukan main..., Aku telah menduganyaâ€, desis Ki Ageng Pemanahan lirih.
“Anak itu semakin matang dan mendebarkan. Paman Mantahun memang seorang yang tiada duanya. Ia mampu membentuk murid muridnya menjadi seorang yang ngedab edabi. Pada saatnya anak muda itu akan menjadi seorang yang pilih tanding. Diusianya yang masih muda, Ia mampu mengendalikan prajurit dengan baiknya. Bahkan Djebeng Sutawijaya pun tak mempunyai kecakapan keprajuritan seperti anak muda mengagumkan itu".
Lalu Ki Ageng Pemanahan itu berkata kepada para peminpin prajurit Pajang yang ada diruangan itu.
"Ketahuilah, anak muda itu bernama Tohpati atau juga disebut Macan Kepatihan. Tohpati adalah murid dari sesepuh Kadipaten Djipang yang sekaligus juga guru dari Adipati Djipang Arya Penangsang yaitu Pamanda Mantahun. Jadi Tohpati atau yang lebih kawentar dengan julukan Macan Kepatihan itu adalah juga adik seperguruan dari Adipati Djipang yang perkasa itu. Seperti kakak seperguruannya, Tohpati ternyata mampu menyerap ilmu dari gurunya dengan baik sehingga Tohpati adalah seorang anak muda dengan bekal yang lengkap dan mumpuni baik dalam kemampuan pribadinya maupun dalam kemampuan mengatur strategi peperangan. Anak muda itu mampu bergerak cepat secepat angin dan mampu berada disegala medan tanpa ada yang menduganya. Hati hatilah dalam menghadapi pergerakan Tohpati, Ia mampu mempermainkanmu dalam sekejap dan tanpa kau sadari Ia telah berada ditempat lain dengan kelompok prajuritnya yang lain. Para prajurit bimbingan Tohpati adalah prajurit yang memilikki kemampuan pilih tanding, bahkan prajurit Soreng yang mampu bergerak layaknya hantu itupun adalah prajurit yang mendapat pendadaran dari Tohpati".
Masih dalam nada yang bersungguh sungguh, Ki Ageng Pemanahan melanjutkan keterangannya.
"Aku mengatakan ini bukan bermaksud menjadikan hati kalian menjadi ciut melihat tandang Macan Kepatihan itu. Justru aku mengingatkan agar kalian lebih berhati hati dan lebih meningkatkan kewaspadaan khususnya dalam mengamati setiap pergerakan dari Anak muda bernama Tohpati itu. Bagaimanapun aku perlu menyampaikan kepada kalian bahwa Tohpati adalah anak muda yang mampu melakukan kejutan kejutan dengan keterampilannya dalam keprajuritan".
"Maaf Ki Ageng Pemanahan, lantas apa yang sebaiknya kami lakukan untuk meredam pergerakan dari Macan Kepatihan itu. Apakah kami perlu memotong langsung ruang geraknya agar Macan Kepatihan itu tidak mampu membuat prajurit Pajang menjadi cemas", bertanya salah seorang pemimpin kelompok prajurit Pajang.
"Tidak perlu. Dan jangan kau lakukan itu. Bahkan seluruh pasukan yang tertinggal di luar kota jangan bergerak sejengkalpun dari lingkungan barak ini. Kalian tidak perlu terpancing oleh gerakan gerakan mereka. Aku menekankan perintah ini karena kedatangan kita ke Kudus tidak dalam keadaan akan berperang. Kita pergi ke Kudus karena melakukan pengawalan dan pengamanan terhadap junjungan kita Kangjeng Adipati Hadiwijaya. Kalian harus tetap berada dalam lingkungan barak ini terkecuali ada perintah lain atau dalam keadaan pasukan kalian diserang oleh pasukan dari luar. Dan seandainya keadaan menjadi diluar kendali oleh sesuatu hal yang mengharuskan kalian mempertahankan diri, maka bersikaplah layaknya seorang prajurit dari Pajang yang gagah berani".
"Apakah kemungkinan itu akan terjadi Ki Ageng mengingat banyaknya prajurit Djipang yang hadir di Kudus bahkan nampaknya banyak para prajurit Djipang yang melakukan baris pendem di tempat tempat tertentu".
Sejenak Ki Ageng Pemanahan terdiam seolah ada yang dipikirkannya. Dan sesungguhnya memang hati Ki Ageng Pemanahan menjadi bimbang akan apa yang bakal terjadi esok dalam pertemuan Kangjeng Adipati Hadiwijaya dengan Kangjeng Adipati Arya Penangsang. Pada kedua Adipati itu telah tersimpan bara permusuhan yang rasanya sulit untuk dipadamkan.
Sahabatnya yang saat ini menjadi Adipati Pajang itu memang lebih mampu untuk mengekang diri walau nyawa sahabatnya sempat akan dirampas oleh seseorang yang mengaku sebagai utusan dari Adipati Djipang. Bahkan kala itu Adipati Hadiwijaya masih mampu menahan diri untuk tidak menghukum mati utusan yang justru ingin membunuhnya. Untuk selanjutnya duta pati dari Djipang itu justru diperlakukan dengan baik serta disuruh pulang kembali ke Djipang dengan sebuah pesan yang dititipkan kepada Adipati Djipang. Apakah sebenarnya sahabatnya justru meluapkan kemarahan dan ketersinggungannya kepada Adipati Djipang dengan cara yang halus namun justru akan menusuk langsung pada harga diri Adipati Djipang karena sikapnya yang tidak jantan dengan memilih mengirim seorang duta pati yang seolah telah merendahkan keberadaan seorang Hadiwijaya yang dimasa mudanya bernama Karebet yang mampu menggetarkan seluruh pelosok tanah Demak dengan pengembaraannya yang seolah tanpa ujung.
"Aku meyakini, bahwa Kangjeng Sunan Kudus akan mampu mencairkan hubungan yang semakin memanas antara Kangjeng Adipati Hadiwijaya dengan Kangjeng Adipati Arya Penangsang. Walau telah agak jauh, keduannya tetap masih mempunyai keterkaitan keluarga", desis Ki Ageng Pemanahan perlahan.
Sambil menarik nafas panjang seolah ingin melegakan dadanya yang terasa menjadi sesak, Ki Ageng Pemanahan berkata.
"Semoga semuanya berjalan tanpa ada darah yang menetes. Dalem Kudusan tidak pantas dibasahi oleh pertumpahan darah apalagi oleh persoalan yang sebenarnya telah diniatkan akan dicarikan penyelesaiannya dengan kedamaian".
"Namun kalau toh keadaan menjadi benar benar tidak terkendali, persiapkan diri kalian sebaik baiknya. Kekuatan kita telah cukup untuk mempertahankan diri. Akupun telah mengirim penghubung agar pasukan cadangan dipersiapkan diperbatasan paling barat diwilayah Pajang, sehingga pasukan itu dapat didatangkan dengan cepat kalau memang diperlukanâ€.
“Selebihnya, aku perintahkan secara khusus, tempatkan prajurit muda itu dan kelompoknya untuk mengimbangi kecepatan gerak dan kecepatan berpikir dari Macan Kepatihan".
bersambung....
Pengarang | S. Panuntun (Alsinisi) |
---|---|
HitCount | 48 |
Nilai total |