Home → Cerita Pendek → Prahara Perguruan Gunung Salak
Matahari baru saja terbit di ufuk timur, tetapi keadaan di Perguruan Gunung Salak sungguh mengerikan. Mayat-mayat murid perguruan bergeletakan dengan kondisi mengenaskan. Hampir rata-rata tubuh mereka terpotong.
Di halaman dekat wisma utama mayat para petinggi perguruan termasuk Ki Sanjaya, ketua perguruan, kondisi mayatnya lebih mengenaskan. Tubuhnya terpotong beberapa bagian.
Pagi yang benar-benar mengerikan di Perguruan Gunung Salak. Aroma amis darah tercium menyengat. Di tengah halaman, di antara tumpukan mayat, sesosok tubuh ramping berpakaian serba hitam yang membungkus seluruh tubuhnya, bahkan rambutnya pun tertutup kain hitam. Hanya sepasang mata dinginnya saja yang terlihat. Sepasang pedang yang masih berlumuran darah tergenggam di kedua tangannya. Sosok itu berdiri seperti patung. Diam tegak tidak bergerak.
Sesosok tubuh berbaju putih datang melayang dan mendarat tidak jauh dari sosok hitam. Sebuah sapu lidi terselempang di punggungnya. "Sial, aku datang terlambat," keluh sosok berbaju putih yang ternyata seorang pemuda berparas biasa-biasa saja. Wajahnya tidak bisa dikatakan tampan, tetapi tidak bisa juga dikatakan jelek.
"Dendam sudah membutakan mata hatimu. Kamu pikir dengan membantai seluruh penghuni Perguruan Gunung Salak masalahmu selesai? Kamu keliru Arum. Justru perbuatanmu ini malah memicu masalah baru. Kamu tahu Rengganis masih di keraton Pajajaran dan dia tentu akan menuntut balas atas kematian Ki Sanjaya, ayahandanya," kata si pemuda pada sosok hitam yang masih tegak tidak bergerak.
Alih-alih menjawab ucapan si pemuda, sosok hitam dengan kecepatan yang luar biasa dan tidak bisa dilihat mata biasa menyerang si pemuda. Sepasang pedang di tangannya berubah menjadi bayangan dan terlihat menghilang. Si pemuda pun dengan kecepatan yang luar biasa menarik keluar sapu lidi yang terselempang di punggungnya.
Trak! Trak! Sapu lidi yang terlihat biasa tetapi sanggup menahan pedang sosok hitam. Serangan sosok hitam hanya sekedar pengalih perhatian si pemuda karena detik berikutnya tubuhnya melesat meninggalkan si pemuda dan hanya sepersekian detik sosok hitam telah menghilang dari pandangan.
"Sial, dia kabur lagi!" gerutu si pemuda.
Si pemuda akan mengejar sosok hitam, namun seekor kuda yang berlari bagai kesetanan datang ke arahnya dan sesosok gadis berbaju biru melompat dan langsung menyerang si pemuda.
"Kamu membunuh ayahku!" jerit si gadis sambil menerjang si pemuda. Belati di tangannya menyambar leher si pemuda.
"Bukan aku Rengganis. Kamu salah paham!" kata si pemuda dengan suara keras sambil menahan belati gadis berbaju biru dengan sapu lidinya.
"Kamu kekasih Si Pedang Iblis. Kamu pasti membantu dia membunuh ayahku!" jerit Rengganis dengan suara diliputi amarah.
Gadis sialan. Pembawa apes dan malapetaka. Kenapa aku selalu sial dan selalu kena tuduh. Kamu yang membunuh Ki Sanjaya. Kenapa aku yang jadi sasaran kemarahan Rengganis. Kemarin aku berurusan dengan juragan Sena. Kamu yang mencuri, aku yang dituduh. Hari ini kamu membunuh Ki Sanjaya dan aku yang dituduh pelakunya. Kamu benar-benar gadis pembawa petaka bagiku. Keluh si pemuda.
"Aku bukan kekasihnya. Kamu salah paham!" kata si pemuda berusaha menjelaskan.
"Sadalanang, aku tidak percaya padamu. Kamu penipu," teriak Rengganis sambil terus menyerang Sadalanang.
Ucapan Rengganis bukan tanpa dasar. Di keraton Pajajaran dirinya ditipu mentah-mentah oleh Sadalanang. Sejak itu, Rengganis menyimpan kebencian pada Sadalanang. Kebencian Rengganis pada Sadalanang makin parah setelah tahu Sadalanang dekat dengan buronan keraton Pajajaran. Seorang gadis pembunuh berdarah dingin bergelar Pedang Iblis.
"Percayalah, aku tidak ikut membunuh ayahmu. Aku baru datang," jelas Sadalanang di sela-sela menahan serangan dan tikaman belati Rengganis.
"Aku tidak percaya. Kamu penipu!"
Dalam hati Sadalanang kembali mengeluh. Kedekatannya dengan Arumsari ternyata membawa bencana. Gadis berjuluk Pedang Iblis itu kini buronan kerajaan Pajajaran. Sikapnya yang selalu menyelesaikan masalah dengan kekerasan telah membawanya pada berbagai masalah. Hanya karena tersinggung atas ucapan senopati Bulak Lawa, Arumsari langsung membunuh sang senopati. Tindakan spontanitas yang tidak dipikir akibatnya berbuntut fatal. Arumsari kini menjadi buronan kerajaan. Kalau tidak ingat pesan gurunya, Sadalanang tidak ingin lagi dekat dengan Arumsari. Gadis berjuluk Pedang Iblis itu telah menyeretnya ke pusaran masalah. Kini semua orang telah menganggapnya sekongkol atau kekasih Pedang Iblis. Dan itu artinya, secara tidak langsung dirinya adalah buronan kerajaan juga. Mengingat hal itu, dalam hati Sadalanang mengutuk Arumsari sebagai gadis pembawa sial...
.
.
.
Cerita lepas
Pendekar Sapu Lidi: Prahara Perguruan Gunung Salak
.
.
Pengarang | Nur S |
---|---|
HitCount | 4.379 |
Nilai total | ![]() |