> "Shi Sang Chi You Mama Hau"
>
> Alkisah, ada sepasang kekasih yang saling mencintai. Sang pria
> berasal dari keluarga kaya, dan merupakan orang yang terpandang di
> kota tersebut. Sedangkan sang wanita adalah seorang yatim piatu, hidup
> serba kekurangan, tetapi cantik, lemah lembut, dan baik hati.
> Kelebihan inilah yang membuat sang pria jatuh hati.
>
> Sang wanita hamil di luar nikah. Sang pria lalu mengajaknya menikah,
> dengan membawa sang wanita ke rumahnya. Seperti yang sudah mereka
> duga, orang tua
> sang pria tidak menyukai wanita tsb. Sebagai orang yang terpandang di
> kota
> tsb, latar belakang wanita tsb akan merusak reputasi keluarga.
> Sebaliknya,
> mereka bahkan telah mencarikan jodoh yang sepadan untuk anaknya. Sang
> pria
> berusaha menyakinkan orang tuanya, bahwa ia sudah menetapkan
> keputusannya,
> apapun resikonya bagi dia.
>
> Sang wanita merasa tak berdaya, tetapi sang pria menyakinkan Wanita
> tsb bahwa tidak ada yang bisa memisahkan mereka. Sang pria terus
> berargumen dengan orang tuanya, bahkan membantah perkataan
> orangtuanya, sesuatu yang belum pernah dilakukannya selama hidupnya
> (di zaman dulu, umumnya seorang anak sangat tunduk pada orang tuanya).
> Sebulan telah berlalu, sang pria gagal untuk membujuk orang tuanya
> agar menerima calon istrinya. Sang orang tua juga stress karena gagal
> membujuk anak satu-satunya, agar berpisah dengan wanita tsb, yang
> menurut mereka akan sangat merugikan masa depannya.
>
> Sang pria akhirnya menetapkan pilihan untuk kawin lari. Ia memutuskan
> untuk meninggalkan semuanya demi sang kekasih. Waktu keberangkatan pun
> ditetapkan,
> tetapi rupanya rencana ini diketahui oleh orang tua sang pria. Maka
> ketika
> saatnya tiba, sang ortu mengunci anaknya di dalam kamar dan dijaga ketat
> oleh para bawahan di rumahnya yang besar.
>
> Sebagai gantinya, kedua orang tua datang ke tempat yang telah
> ditentukan sepasang kekasih tsb untuk melarikan diri. Sang wanita
> sangat terkejut dengan kedatangan ayah dan ibu sang pria. Mereka
> kemudian memohon pengertian dari sang wanita, agar meninggalkan anak
> mereka satu-satunya. Menurut mereka, dengan perbedaan status sosial
> yang sangat besar, perkawinan mereka
> hanya akan menjadi gunjingan seluruh penduduk kota, reputasi anaknya akan
> tercemar, orang2 tidak akan menghormatinya lagi. Akibatnya, bisnis yang
> akan
> diwariskan kepada anak mereka akan bangkrut secara perlahan2.
>
> Mereka bahkan memberikan uang dalam jumlah banyak, dengan permohonan
> agar wanita tsb meninggalkan kota ini, tidak bertemu dengan anaknya
> lagi, dan menggugurkan kandungannya. Uang tsb dapat digunakan untuk
> membiayai hidupnya
> di tempat lain.
>
> Sang wanita menangis tersedu-sedu. Dalam hati kecilnya, ia sadar bahwa
> perbedaan status sosial yang sangat jauh, akan menimbulkan banyak
> kesulitan bagi kekasihnya. Akhirnya, ia setuju untuk meninggalkan kota
> ini, tetapi menolak untuk menerima uang tsb. Ia mencintai sang pria,
> bukan uangnya. Walaupun ia sepenuhnya sadar, jalan hidupnya ke depan
> akan sangat sulit?.
>
> Ibu sang pria kembali memohon kepada wanita tsb untuk meninggalkan
> sepucuk surat kepada mereka, yang menyatakan bahwa ia memilih berpisah
> dengan sang
> pria. Ibu sang pria kuatir anaknya akan terus mencari kekasihnya, dan
> tidak
> mau meneruskan usaha orang tuanya. "Walaupun ia kelak bukan suamimu,
> bukankah Anda ingin melihatnya sebagai seseorang yang berhasil? Ini
> adalah
> untuk kebaikan kalian berdua", kata sang ibu.
>
> Dengan berat hati, sang wanita menulis surat. Ia menjelaskan bahwa ia
> sudah memutuskan untuk pergi meninggalkan sang pria. Ia sadar bahwa
> keberadaannya
> hanya akan merugikan sang pria. Ia minta maaf karena telah melanggar
> janji
> setia mereka berdua, bahwa mereka akan selalu bersama dalam menghadapi
> penolakan2 akibat perbedaan status sosial mereka. Ia tidak
> kuat lagi menahan penderitaan ini, dan memutuskan untuk berpisah. Tetesan
> air mata sang wanita tampak membasahi surat tersebut.
>
> Sang wanita yang malang tsb tampak tidak punya pilihan lain. Ia
> terjebak antara moral dan cintanya. Sang wanita segera meninggalkan
> kota itu, sendirian. Ia menuju sebuah desa yang lebih terpencil.
> Disana, ia bertekad untuk melahirkan dan membesarkan anaknya.
>
> ==========0000000000==============
>
> Tiga tahun telah berlalu. Ternyata wanita tersebut telah menjadi
> seorang ibu. Anaknya seorang laki2. Sang ibu bekerja keras siang dan
> malam, untuk membiayai kehidupan mereka. Di pagi dan siang hari, ia
> bekerja di sebuah industri rumah tangga, malamnya, ia menyuci pakaian2
> tetangga dan menyulam sesuai dengan pesanan pelanggan. Kebanyakan ia
> melakukan semua pekerjaan ini sambil menggendong anak di punggungnya.
> Walaupun ia cukup berpendidikan, ia menyadari bahwa pekerjaan lain
> tidak memungkinkan, karena
> ia harus berada di sisi anaknya setiap saat. Tetapi sang ibu tidak pernah
> mengeluh dengan pekerjaannya?
>
> Di usia tiga tahun, suatu saat, sang anak tiba2 sakit keras. Demamnya
> sangat tinggi. Ia segera dibawa ke rumah sakit setempat. Anak tsb
> harus menginap di
> rumah sakit selama beberapa hari. Biaya pengobatan telah menguras habis
> seluruh tabungan dari hasil kerja kerasnya selama ini, dan itupun belum
> cukup. Ibu tsb akhirnya juga meminjam ke sana-sini, kepada
> siapapun yang bermurah hati untuk memberikan pinjaman.
>
> Saat diperbolehkan pulang, sang dokter menyarankan untuk membuat sup
> ramuan, untuk mempercepat kesembuhan putranya. Ramuan tsb terdiri dari
> obat2 herbal dan daging sapi untuk dikukus bersama. Tetapi sang ibu
> hanya mampu membeli obat2 herbal tsb, ia tidak punya uang sepeserpun
> lagi untuk membeli
> daging. Untuk meminjam lagi, rasanya tak mungkin, karena ia telah
> berutang
> kepada semua orang yang ia kenal, dan belum terbayar.
>
> Ketika di rumah, sang ibu menangis. Ia tidak tahu harus berbuat apa,
> untuk mendapatkan daging. Toko daging di desa tsb telah menolak
> permintaannya, untuk bayar di akhir bulan saat gajian. Diantara
> tangisannya, ia tiba2 mendapatkan ide. Ia mencari alkohol yang ada di
> rumahnya, sebilah pisau dapur, dan sepotong kain. Setelah pisau dapur
> dibersihkan dengan alkohol, sang ibu nekad mengambil sekerat daging
> dari pahanya. Agar tidak membangunkan anaknya yang sedang tidur, ia
> mengikat mulutnya dengan sepotong
> kain. Darah berhamburan. Sang ibu tengah berjuang mengambil dagingnya
> sendiri, sambil berusaha tidak mengeluarkan suara kesakitan yang teramat
> sangat?..
>
> Hujan lebatpun turun. Lebatnya hujan menyebabkan rintihan kesakitan
> sang ibu tidak terdengar oleh para tetangga, terutama oleh anaknya
> sendiri. Tampaknya langit juga tersentuh dengan pengorbanan yang
> sedang dilakukan oleh sang ibu???.
>
> ==========0000000000==============
>
> Enam tahun telah berlalu, anaknya tumbuh menjadi seorang anak yang
> tampan, cerdas, dan berbudi pekerti. Ia juga sangat sayang ibunya. Di
> hari minggu,
> mereka sering pergi ke taman di desa tersebut, bermain bersama, dan
> bersama2
> menyanyikan lagu "Shi Sang Chi You Mama Hau" (terjemahannya "Di Dunia
> ini,
> hanya ibu seorang yang baik").
>
> Sang anak juga sudah sekolah. Sang ibu sekarang bekerja sebagai
> penjaga toko, karena ia sudah bisa meninggalkan anaknya di siang hari.
> Hari2 mereka lewatkan dengan kebersamaan, penuh kebahagiaan. Sang anak
> terkadang memaksa
> ibunya, agar ia bisa membantu ibunya menyuci di malam hari. Ia tahu
> ibunya
> masih menyuci di malam hari, karena perlu tambahan biaya untuk
> sekolahnya.
> Ia memang seorang anak yang cerdas.
>
> Ia juga tahu, bulan depan adalah hari ulang tahun ibunya. Ia berniat
> membelikan sebuah jam tangan, yang sangat didambakan ibunya selama
> ini. Ibunya pernah mencobanya di sebuah toko, tetapi segera menolak
> setelah pemilik toko menyebutkan harganya. Jam tangan itu sederhana,
> tidak terlalu mewah, tetapi bagi mereka, itu terlalu mahal. Masih
> banyak keperluan lain yang perlu dibiayai.
>
> Sang anak segera pergi ke toko tsb, yang tidak jauh dari rumahnya. Ia
> meminta kepada kakek pemilik toko agar menyimpan jam tangan tsb,
> karena ia akan membelinya bulan depan. "Apakah kamu punya uang?" tanya
> sang pemilik toko. "Tidak sekarang, nanti saya akan punya", kata sang
> anak dengan serius.
>
> Ternyata, bulan depan sang anak benar2 muncul untuk membeli jam
> tangan tsb. Sang kakek juga terkejut, kiranya sang anak hanya main2.
> Ketika menyerahkan
> uangnya, sang kakek bertanya "Dari mana kamu mendapatkan uang itu? Bukan
> mencuri kan?". "Saya tidak mencuri, kakek. Hari ini adalah hari ulang
> tahun
> ibuku. Saya biasanya naik becak pulang pergi ke sekolah.
> Selama sebulan ini, saya berjalan kaki saat pulang dari sekolah ke rumah,
> uang jajan dan uang becaknya saya simpan untuk beli jam ini. Kakiku
> sakit,
> tapi ini semua untuk ibuku. O ya, jangan beritahu ibuku tentang hal ini.
> Ia
> akan marah" kata sang anak. Sang pemilik toko tampak kagum pada anak tsb.
>
> Seperti biasanya, sang ibu pulang dari kerja di sore hari. Sang anak
> segera memberikan ucapan selamat pada ibu, dan menyerahkan jam tangan
> tsb. Sang ibu
> terkejut bercampur haru, ia bangga dengan anaknya. Jam tangan ini memang
> adalah impiannya. Tetapi sang ibu tiba2 tersadar, dari mana uang untuk
> membeli jam tsb. Sang anak tutup mulut, tidak mau menjawab.
>
> "Apakah kamu mencuri, Nak?" Sang anak diam seribu bahasa, ia tidak
> ingin ibu mengetahui bagaimana ia mengumpulkan uang tersebut. Setelah
> ditanya berkali2 tanpa jawaban, sang ibu menyimpulkan bahwa anaknya
> telah mencuri. "Walaupun kita miskin, kita tidak boleh mencuri.
> Bukankah ibu sudah mengajari kamu tentang hal ini?" kata sang ibu.
>
> Lalu ibu mengambil rotan dan mulai memukul anaknya. Biarpun ibu
> sayang pada anaknya, ia harus mendidik anaknya sejak kecil. Sang anak
> menangis, sedangkan air mata sang ibu mengalir keluar. Hatinya begitu
> perih, karena ia
> sedang memukul belahan hatinya. Tetapi ia harus melakukannya, demi
> kebaikan
> anaknya.
>
> Suara tangisan sang anak terdengar keluar. Para tetangga menuju ke rumah
> tsb heran, dan kemudian prihatin setelah mengetahui kejadiannya. "Ia
> sebenarnya anak yang baik", kata salah satu tetangganya. Kebetulan
> sekali, sang pemilik toko sedang berkunjung ke rumah salah satu
> tetangganya yang merupakan familinya.
>
> Ketika ia keluar melihat ke rumah itu, ia segera mengenal anak itu.
> Ketika mengetahui persoalannya, ia segera menghampiri ibu itu untuk
> menjelaskan. Tetapi tiba2 sang anak berlari ke arah pemilik toko,
> memohon agar jangan menceritakan yang sebenarnya pada ibunya.
>
> "Nak, ketahuilah, anak yang baik tidak boleh berbohong, dan tidak
> boleh menyembunyikan sesuatu dari ibunya". Sang anak mengikuti nasehat
> kakek itu. Maka kakek itu mulai menceritakan bagaimana sang anak tiba2
> muncul di tokonya sebulan yang lalu, memintanya untuk menyimpan jam
> tangan tsb, dan sebulan kemudian akan membelinya. Anak itu muncul
> siang tadi di tokonya, katanya hari ini adalah hari ulang tahun
> ibunya. Ia juga menceritakan bagaimana sang anak berjalan kaki dari
> sekolahnya pulang ke rumah dan tidak
> jajan di sekolah selama sebulan ini, untuk mengumpulkan uang membeli jam
> tangan kesukaan ibunya.
>
> Tampak sang kakek meneteskan air mata saat selesai menjelaskan hal
> tsb, begitu pula dengan tetangganya. Sang ibu segera memeluk anak
> kesayangannya, keduanya menangis dengan tersedu-sedu?."Maafkan saya,
> Nak."
>
> "Tidak Bu, saya yang bersalah"???..
>
> ===========000=================
>
> Sementara itu, ternyata ayah dari sang anak sudah menikah, tetapi
> istrinya mandul. Mereka tidak punya anak. Sang ortu sangat sedih akan
> hal ini, karena
> tidak akan ada yang mewarisi usaha mereka kelak.
>
> Ketika sang ibu dan anaknya berjalan2 ke kota, dalam sebuah
> kesempatan, mereka bertemu dengan sang ayah dan istrinya. Sang ayah
> baru menyadari bahwa sebenarnya ia sudah punya anak dari darah
> dagingnya sendiri.
>
> Ia mengajak mereka berkunjung ke rumahnya, bersedia menanggung semua
> biaya hidup mereka, tetapi sang ibu menolak. Kami bisa hidup dengan
> baik tanpa bantuanmu.
>
> Berita ini segera diketahui oleh orang tua sang pria. Mereka begitu
> ingin melihat cucunya, tetapi sang ibu tidak mau mengizinkan.
>
> ===========000==================
>
> Di pertengahan tahun, penyakit sang anak kembali kambuh. Dokter
> mengatakan bahwa penyakit sang anak butuh operasi dan perawatan yang
> konsisten. Kalau
> kambuh lagi, akan membahayakan jiwanya.
>
> Keuangan sang ibu sudah agak membaik, dibandingkan sebelumnya. Tetapi
> biaya medis tidaklah murah, ia tidak sanggup membiayainya. Sang ibu
> kembali berpikir keras. Tetapi ia tidak menemukan solusi yang tepat.
> Satu2nya jalan
> keluar adalah menyerahkan anaknya kepada sang ayah, karena sang ayahlah
> yang
> mampu membiayai perawatannya.
>
> Maka di hari Minggu ini, sang ibu kembali mengajak anaknya
> berkeliling kota, bermain2 di taman kesukaan mereka. Mereka gembira
> sekali, menyanyikan lagu "Shi Sang Chi You Mama Hau", lagu kesayangan
> mereka. Untuk sang ibu melupakan semua penderitaannya, ia hanyut dalam
> kegembiraan bersama sang anak.
>
> Sepulang ke rumah, ibu menjelaskan keadaannya pada sang anak. Sang
> anak menolak untuk tinggal bersama ayahnya, karena ia hanya ingin.
> Tetapi ibu tidak mampu membiayai perawatan kamu, Nak" kata ibu."Tidak
> apa2 Bu, saya tidak perlu dirawat. Saya sudah sehat, bila bisa
> bersama2 dengan ibu. Bila sudah besar nanti, saya akan cari banyak
> uang lagi, Bu", kata sang anak. Tetapi ibu memaksa akan berkunjung ke
> rumah sang ayah keesokan harinya. Penyakitnya memang bisa kambuh
> setiap saat. Disana ia diperkenalkan dengan kakek dan neneknya.
> Keduanya sngat senang melihat anak imut tersebut. Ketika ibunya hendak
> pulang, ang anak meronta2
> ingin ikut pulang dengan ibunya. Walaupun diberikan mainankesukaan sang
> anak, yang tidak pernah ia peroleh saat bersama ibunya, sang anak
> menolak.
> "Saya ingin Ibu, saya tidak mau mainan itu", teriak sang anak dengan nada
> yang polos. Dengan hati sedih dan menangis, sang ibu berkata,"Nak, kamu
> harus dengar nasehat ibu. Tinggallah di sini. Ayah, kakek dan nenekakan
> bermain bersamamu." "Tidak, aku tidak mau mereka. Saya hanya mau ibu,
> saya
> sayang ibu, bukankah ibu juga sayang saya? Ibu sekarang tidak mau saya
> lagi", sang anak mulai menangis.
>
> Bujukan demi bujukan ibunya untuk tinggal di rumah besar tsb tidak
> didengarkan anak kecil tsb. Sang anak menangis tersedu2 "Kalau ibu
> sayang padaku, bawalah saya pergi, Bu". Sampai pada akhirnya, ibunya
> memaksa dengan mengatakan "Benar, ibu tidak sayang kamu lagi.
> Tinggallah disini", ibunya segera lari keluar meninggalkan rumah tsb.
> Tampak anaknya meronta2 dengan ledakan tangis yang memilukan.
>
> Di rumah, sang ibu kembali meratapi nasibnya. Tangisannya begitu
> menyayat hati, ia telah berpisah dengan anaknya. Ia tidak
> diperbolehkan menjenguk anaknya, tetapi mereka berjanji akan merawat
> anaknya dengan baik. Diantara
> isak tangisnya, ia tidak menemukan arti hidup ini lagi. Ia telah
> kehilangan
> satu2nya alasan untuk hidup, anaknya tercinta.
>
> Kemudian ibu yang malang itu mengambil pisau dapur untuk memotong
> urat nadinya. Tetapi saat akan dilakukan, ia sadar bahwa anaknya
> mungkin tidak akan diperlakukan dengan baik. Tidak, ia harus hidup
> untuk mengetahui bahwa anaknya diperlakukan dengan baik. Segera, niat
> bunuh diri itu dibatalkan, demi anaknya juga??..
>
> ============000=========
>
> Setahun berlalu. Sang ibu telah pindah ke tempat lain, mendapatkan
> kerja yang lebih baik lagi. Sang anak telah sehat, walaupun tetap
> menjalani perawatan medis secara rutin setiap bulan.
>
> Seperti biasa, sang anak ingat akan hari ulang tahun ibunya. Uang pun
> dapat ia peroleh dengan mudah, tanpa perlu bersusah payah
> mengumpulkannya. Maka,
> pada hari tsb, sepulang dari sekolah, ia tidak pulang ke rumah, ia segera
> naik bus menuju ke desa tempat tinggal ibunya, yang memakan waktu
> beberapa
> jam. Sang anak telah mempersiapkan setangkai bunga, sepucuk surat yang
> menyatakan ia setiap hari merindukan ibu, sebuah kartu ucapan selamat
> ulang
> tahun, dan nilai ujian yang sangat bagus. Ia akan memberikan semuanya
> untuk
> ibu.
>
> Sang anak berlari riang gembira melewati gang-gang kecil menuju
> rumahnya. Tetapi ketika sampai di rumah, ia mendapati rumah ini telah
> kosong. Tetangga
> mengatakan ibunya telah pindah, dan tidak ada yang tahu kemana ibunya
> pergi.
> Sang anak tidak tahu harus berbuat apa, ia duduk di depan rumah tsb,
> menangis "Ibu benar2 tidak menginginkan saya lagi." Sementara itu,
> keluarga
> sang ayah begitu cemas, ketika sang anak sudah terlambat pulang ke rumah
> selama lebih dari 3 jam. Guru sekolah mengatakan semuanya sudah pulang.
> Semua tempat sudah dicari, tetapi tidak ada kabar.
> Mereka panik. Sang ayah menelpon ibunya, yang juga sangat terkejut.
> Polisi
> pun dihubungi untuk melaporkan anak hilang.
> Ketika sang ibu sedang berpikir keras, tiba2 ia teringat sesuatu. Hari
> ini
> adalah hari ulang tahunnya. Ia terlalu sibuk sampai melupakannya. Anaknya
> mungkin pulang ke rumah. Maka sang ayah dan sang ibu segera naik mobil
> menuju rumah tsb. Sayangnya, mereka hanya menemukan kartu ulang tahun,
> setangkai bunga, nilai ujian yang bagus, dan sepucuk surat anaknya. Sang
> ibu
> tidak mampu menahan tangisannya, saat membaca tulisan2 imut anaknya dalam
> surat itu. Hari mulai gelap. Mereka sibuk mencari di sekitar desa tsb,
> tanpa
> mendapatkan petunjuk apapun. Sang ibu semakin resah. Kemudian sang ibu
> membakar dupa, berlutut di hadapan altar Dewi Kuan Im, sambil menangis ia
> memohon agar bisa menemukan anaknya.
> Seperti mendapat petunjuk, sang ibu tiba2 ingat bahwa ia dan anaknya
> pernah
> pergi ke sebuah kuil Kuan Im di desa tsb. Ibunya pernah berkata, bahwa
> bila
> kamu memerlukan pertolongan, mohonlah kepada Dewi Kuan Im yang welas
> asih.
> Dewi Kuan Im pasti akan menolongmu, jika niat kamu baik. Ibunya
> memprediksikan bahwa anaknya mungkin pergi ke kuil tsb untuk memohon agar
> bisa bertemu dengan dirinya.
>
> Benar saja, ternyata sang anak berada di sana. Tetapi ia pingsan,
> demamnya tinggi sekali. Sang ayah segera menggendong anaknya untuk
> dilarikan ke rumah
> sakit. Saat menuruni tangga kuil, sang ibu terjatuh dari tangga, dan
> berguling2 jatuh ke bawah????..
>
> ============000==============
>
> Sepuluh tahun sudah berlalu. Kini sang anak sudah memasuki bangku
> kuliah. Ia sering beradu mulut dengan ayah, mengenai persoalan ibunya.
> Sejak jatuh> dari tangga, ibunya tidak pernah ditemukan.
Sang anak telah banyak
> menghabiskan uang untuk mencari ibunya kemana2, tetapi hasilnya nihil.
> Siang itu, seperti biasa sehabis kuliah, sang anak berjalan bersama
> dengan
> teman wanitanya. Mereka tampak serasi.
Saat melaju dengan mobil, di
> persimpangan sebuah jalan, ia melihat seorang wanita tua yang sedang
> mengemis. Ibu tsb terlihat kumuh, dan tampak memakai tongkat. Ia tidak
> pernah melihat wanita itu sebelumnya. Wajahnya kumal, dan ia tampak
> berkomat-kamit. Di dorong rasa ingin tahu, ia menghentikan mobilnya, dan
> turun bersama pacar untuk menghampiri pengemis tua itu. Ternyata sang
> pengemis tua sambil mengacungkan kaleng kosong untuk minta sedekah, ia
> berucap dengan lemah
> "Dimanakah anakku? Apakah kalian melihat anakku?"
> Sang anak merasa mengenal wanita tua itu. Tanpa disadari, ia segera
> menyanyikan lagu "Shi Sang Ci You Mama Hau" dengan suara perlahan, tak
> disangka sang pengemis tua ikut menyanyikannya dengan suara lemah. Mereka
> berdua menyanyi bersama. Ia segera mengenal suara ibunya yang selalu
> menyanyikan lagu tsb saat ia kecil, sang anak segera memeluk pengemis tua
> itu dan berteriak dengan haru "Ibu? Ini saya ibu".
> Sang pengemis tua itu terkejut, ia meraba2 muka sang anak, lalu bertanya,
> "Apakah kamu ??..(nama anak itu)?" "Benar bu, saya adalah anak ibu?".
> Keduanya pun berpelukan dengan erat, air mata keduanya berbaur membasahi
> bumi???.
>
> Karena jatuh dari tangga, sang ibu yang terbentur kepalanya menjadi
> hilang ingatan, tetapi ia setiap hari selama sepuluh tahun terus
> mencari anaknya,
> tanpa peduli dengan keadaaan dirinya. Sebagian orang menganggapnya
> sebagai
> orang gila.
=====
Aku tahu ini film sangat populer banget. tapi aku sendiri belum pernah menontonnya. kalau ada yang pernah menonton, akhir dari film itu bagaimana ya?