Bluaarrrr…batu besar itu hancur berkeping-keping akibatv pukulan sakti seorang pemuda bermata setajam naga.dialah ranggageni si pangeran naga murid satu-satunya Mahendra si dewa naga.seorang pendekar sakti yang kini mengasingkan diri dari dunia persilatan lebih dari 20 tahun lamanya.
“cukup anakku…”mahendra
“guru…sejak kapan guru mengamatiku.aku tidak mendengar atau merasakan kehadiran guru disini…”Ranggageni
“hahahhaaa…makanya kalau sedang belatih jangan hanya berkonsentrasi pada satu titik saja….kaupun harus waspada dengan sekelilingmu…”mahendra
“hehehehe…maaf guru saya terlalu sibuk dengan latihan sehingga tak memperhatikan sekeliling…”ranggageni
“dasar bocah teledor kamu…”hardik mahendra
“hehehhehe…”ranggageni cengengesan menanggapi gurunya.
“geni…kembalilah ke pondokan…bersihkan badanmu dan temui aku…”ucap mahendra.
“ada hal apakah guru…apakah guru ada yang sedang ingin dibicarakan atau murid berlaku salah…”selidik geni
“sudaahhhh…kau lekas balik dan bersihkan badanmu…nanti kaupun akan tau sendiri…”perintah mehendra
“baik guru…”balas geni bergegas meninggalkan gurunya seorang diri.
Mehndra memperhatikan muridnya satu satunya dengan seksamasa.sambil memnelai halus janggutnya yang panjang putih bagaikan ekor naga dia bergumam lirih entah apa yang digumamkannya.
“anak yang baik pangeran naga…” gumamnya lirih
Secepat kilat dia berkelebat meninggalkan tempat itu,entah kemana tujuannya yang pasti tiba tiba dia sudah berada diatas bukit.dia berjalan pelan menghampiri sebuah batu besar didepannya.dengan kedua tangganya dia meraba setiap permukaan batu seolah ada yang dia cari.
“mungkin inilah waktu yang tepat…”lirih dia berkata sendiri
Senyumnya seakan merasakan kebahagiaan yang entah apa sebabnya dia sendiri yang mengetahui.langkah kaki tegak menghujam sesaat dia meninggalkan tempat itu.
Dipondokan nampak ranggageni seorang diri termenung memikirkan apa yang akan gurunya sampaikan padanya.semakin dia berfikir semakin kepalanya seakan penuh oleh segala pertanyyan yang tiada kunjung ditemukan jawabannya.
“huuffttt…kepalaku mau pecah memikirkan apa yang guru hendak sampaikan…”gumanya
“lebih baik aku segera menghadap guru.”batinnya
Hari semakin redup oleh cahaya matahari,perlahan bulan dan bintangpun muncul dan malam telah tiba.
“tok tok tok…guru…apakah saya boleh masuk” suara geni memeinta izin gurunya
“masuklah geni…”balas mahendra.
“duduklah geni…ada hal yang harus aku sampaikan padamu…”ucap halus mahendra.
Yang diperintahpun lekas duduk bersila menghadap.
“guru…kiranya apakah yang hendak guru sampaikan pada saya..”Tanya geni.
Mahendra terdiam memejamkanmata seperti sedang bermeditasi.sehingga membuat geni seperti bingung dengan perangai gurunya.namun sekalipun dia tak berani bertanya lagi.dia hanya diam sambil menahan silanya dan menanti jawaban dari gurunya dengan sikap yang sama.Dia pusatkan fikirannya dan memejamkan mata seolah berlaku sama dengan apa yang gurunya lakukan.
Nyaris suasana hening tak bersuara seandainya burung malam tak hinggap diatas ranting pohon dekat pondokan tua.
Hamper bersamaan pula mereka berdua membuka mata.dengan suara lembut mahendra berujar.
“geni anaku muridku….berapa usiamu saat ini…”Tanya mehendra.
“tepat purnama ini saya berusia 17 tahun guru…”jawabnya lirih..
“heemmmm….diusiamu kini kau sudah tumbuh semakin dewasa….”mahendra