Kisah Nyata – Cerita Sang Kyai

HomeBacaanKisah Nyata – Cerita Sang Kyai

Sabda_Langit
17 April 2018 jam 11:51pm

Sang Kyai 1

Pagi belumlah terang, lereng gunung putri masih diselimuti kabut tebal, dingin masih menusuk tulang. Di lereng gunung sebelah selatan, nampak berjejer kobong pondokan santri tak teratur. Sayup terdengar suara wirid para santri di bagian tengah pondokan, rumah bambu yang tak sederhana, dinding yang dianyam dari bambu dengan rapi. Juga alas hamparan dari bambu yang dipukul hingga pecah, kemudian dihamparkan dengan rapi, sehingga kalau diinjak kaki akan terdengar bunyi derit bambu yang khas. Nampak para santri yang jumlahnya 15 orang duduk melingkar khusuk dalam wiridnya.
Sang Kyai yang juga ada dalam lingkaran juga duduk bersila, orang tak akan menyangka mana Kyai mana murid. Sebab semua sama, hanya ketika Sang Kyai mengangkat tangannya dan wirid semuanya berhenti. Kemudian Sang Kyai menyuruh wirid yang lain, santri pun melanjutkan. Orang tak akan menyangka yang disebut Kyai ini seorang remaja, kira-kira umurnya 12 tahun, kulitnya putih bersih, dengan wajah biasa, namun memancarkan wibawa yang tiada taranya. Presiden sekalipun akan dibuat tunduk bila berdiri di hadapannya.
Di sebelah rumah Sang Kyai ada rumah bambu lagi yang lumayan besar, dindingnya dari kerai, yaitu bambu yang disisik halus kecil-kecil kemudian disusun rapi dengan tambang, sehingga bisa dibuka tutup dengan digulung, dalamnya juga beralaskan bambu seperti di rumah Kyai, nampak banyak orang lelaki tiduran dengan nyenyak. Mereka ada sekitar 20 orang, kesemuanya lelaki. Karena tempat para tamu perempuan ada tempatnya sendiri.
Para tamu ini bukanlah orang yang biasa-biasa. Seperti pak Udin, yang seorang tentara yang punya kedudukan di angkatan udara. Pak Yusup yang seorang jaksa dari Jakarta, juga ada para pemilik perusahaan raksasa di Indonesia. Ada lagi yang aku tidak tahu, kata temanku dua orang menteri, seorang duta besar, juga ada artis, tukang cukur rambut, tukang es keliling dan lain-lain, semua tidur sama kedudukannya.
Siapakah sebenarnya Sang Kyai, akupun tak tau pasti. Yang ku tau lelaki muda usia itu, sering dipanggil Kyai Lentik, dari ayahnya nasabnya sampai Sunan Gunung Jati, dari ibunya sampai ke Raja Pajajaran, Prabu Siliwangi.
Kyai yang tuturnya lembut berkasih sayang kepada siapa saja. Pagi itu seperti biasa, mbok Titing, janda tua penjual sarapan pagi nasi uduk lewat di depan rumah Kyai. Umur tua dan tubuh yang mulai bongkok ditambah rinjing di punggungnya yang penuh dengan nasi uduk bungkus diikat dengan selendang, tangan kanannya menjinjing tas krawangan berisi lauk pauk.
Seperti biasa pula, nenek tua itu berhenti di depan pintu Kyai sambil menawarkan dagangannya, sekalipun dia tau bahwa Kyai Lentik tiap hari puasa, nenek itu hanya menunggu Kyai menjawab teriakannya menawarkan dagangannya, meser Kyai? ndak bogah duwit mbok. Dan cuma itu jawaban Kyai, sudah membuat girang bukan main, dan segera berlalu, tersenyum bahagia dan tak sampai setengah jam dagangannya sudah habis ludes dibeli orang. Nenek itu sangat murung, apabila dia menawarkan dagangannya di depan pintu Kyai, tapi Kyai ternyata pergi, itu baginya berarti perjuangan seharian menawarkan dagangan, dan itupun belum tentu habis, itulah tiap pagi yang terjadi di pondok Pacung, lereng gunung putri.
Masih banyak kejadian yang kadang tak masuk di akal di balik kesederhanaan Sang Kyai. Waktu maghrib itu, santri yang menjalankan puasa, telah selesai berbuka dengan singkong rebus dan air putih, seperti biasa juga Kyai ikut berbuka dengan kami dengan beralaskan daun pisang singkong yang sudah masak dituang di atas daun pisang dan dinikmati bersama-sama sambil jongkok, tak ada yang istimewa, tak ada pecel lele Lamongan, rendang Padang, soto Madura, soto babat bahkan nasi pun tak ada.
Tapi tak pernah kami perduli, itu hanya makan, lebih baik makan apa adanya tapi untuk beribadah, daripada makan yang enak-enak ujung-ujungnya untuk berbuat maksiat. Setelah makan kami mengelilingi toples yang berisi tembakau, itu barang berharga kami, tembakau oleh-oleh dari Lukman yang pulang dari ngejalani ngedan, kami semua mengalami, yaitu pergi tanpa bekal, menyerahkan diri di kehendak Allah, pakaian compang-camping, sambil terus di hati mengingat Allah, berjalan kemanapun kaki melangkah, tanpa tujuan kecuali Allah, kalau lapar tak boleh meminta pada siapapun kecuali Allah, kadang mencari makan dari mengorek sampah, tidur kadang di hutan, sawah juga kuburan.

Nah, pada waktu itu setiap ada yang ngejalani, santri pada memesan uthis yaitu puntung rokok, di jalan, dikumpulkan sampai satu kresek nanti dibawa pulang, sampai di pondok dibuka satu-satu dipisahkan tembakau dan kertas rokoknya. Aku mengambil kertas koran lalu membuat lintingan, dari korek kapuk kunyalakan kuhisap dalam dan asap pun bergumpal-gumpal keluar dari hidung dan mulutku, kadang kutiupkan asap sambil asap mengepul dari tembakau dan bau kertas koran yang terbakar, aku menengadah, sambil meresapi asap keluar dari mulutku, seakan suatu kenikmatan tiada tara, santri yang laen juga sepertiku.

Saat aku menengadahkan wajah entah untuk yang keberapa kali, kulihat melayang bayangan hitam di antara pohon kelapa yang banyak bertebaran, aku kaget sekali, jelas bayangan itu manusia yang melayang tak terlalu cepat, karena saat petang maka bayangan itu kelihatan hitam. Bayangan itu melintasi pohon jengkol di dekat dapur sebelah kanan rumah Kyai, lalu melayang dengan indah turun di depan rumah Kyai. Kami segera memburu ke arah orang itu, yang sejak tadi kami ribut menebak-nebak apa sebenarnya. Deg-degan kami menghampiri, ternyata bayangan yang terbang itu seorang wanita tua, rambutnya semua memutih, dia terbang menggunakan sajadah, jelas bahwa ilmu meringankan tubuhnya teramat tinggi, yang mungkin kalau sekarang kami tidak melihat dengan mata kepala kami sendiri, tentu kami akan menyangka ilmu seperti itu hanya ada di cerita silat, atau film di televisi, arahan imajinasi.

Kami semua melongo melihat perempuan itu melipat sajadah yang tadi digunakan untuk terbang, aku teringat kisah aladin, tapi ini nyata, perempuan tua tinggi kurus, berpakaian putih kusam ringkas membentak,

“Dimana Kyai Lentik, aku ingin mengadu ilmu.”

“Nyai siapa?” kataku menguasai keterkejutan.

“ah mana Kyai Lentik? Hai Kyai keluar!!” katanya, karena menantang-nantang dan sama sekali tak memperdulikan kata-kataku, aku pun segera bergegas menghadap Kyai, yang aku yakini tengah berada di musolla menunggu sholat berjama’ah.

Aku kawatir perempuan tua itu ilmunya teramat tinggi, bagaimana nanti Kyai menghadapinya, setahuku Kyaitak punya ilmu kanuragan, juga tak pernah mengajarkan kanuragan, tapi memang kalau dipikir-pikir aneh juga, kami para santri, tak pernah dilatih kanuragan, ilmu silat apapun kami tak tahu, karena memang di pesantren Pacung ini kami hanya diajar bagaimana mendekatkan diri pada Allah, bukan lewat teori tapi praktek, bagaimana bertawakal, syukur, houf, rojak, dan bagaimana membersihkan hati dari segala sifat yang menjadi penyakit hati.

Tapi para penduduk sekitar juga para tamu yang datang, selalu berkeyakinan kalau pesantren ini adalah pesantren kanuragan, yang muridnya sakti-sakti kebal senjata, bisa terbang dan cerita-cerita yang dilebih-lebihkan, aku masih takut bagaimana jadinya kalau Kyaibertarung dengan nenek sakti ini? Selama ini yang aku tahu Kyai sangat menguasai ilmu pengobatan, sakit apapun, dari sakit gila, sakit luar, penyakit dalam, sampai penyakit kena santet, kena guna-guna kena jin, kena narkoba, semua bisa disembuhkan, orang pengen jadi lurah, camat, bupati, gubernur, sampai mau jadi presiden larinya ke Kyai, dan Kyai hanya mendo’akan saja, tapi kalau ilmu kanuragan, aji kesaktian, aku tak tau, aku jadi ingat ada seorang tentara mau dikirim menjadi pasukan. Pasukan penjaga perdamaian di Kuwait namanya Iqbal, dia datang dengan tamu yang lain mau meminta sareat ilmu kekebalan, dia ngantri dengan tamu yang lain lalu menghadap Kyai, pas giliran si Iqbal, Kyai bicara sebelum Iqbal ngomong.

Begitulah Kyai selalu tahu maksud kedatangan orang sebelum orang itu menyampaikan maksudnya. Bahkan tahu hari, tanggal, tahun kelahiran serta siapa bapak ibunya. Bahkan orang itu habis melakukan maksiat apa Kyai pun tahu, dan kadang diucapkan Kyai tanpa tedeng aling-aling. Begitu saja mengalir.

Aku jadi ingat waktu aku pertama kali, datang ketempat Kyai. Kyai mengupas aku habis-habisan tentang pacar-pacarku. Apa yang kulakukan dengan si Hani, dengan Umi, dengan si Dyah dengan si Faty, Dina, semua disebutkan satu-satu oleh Kyai plus nama orang tua gadis itu. Jelas membuatku jengah, malu dan aku yang sebelumnya datang ke pesantren ini karena bekerja yaitu membuat kaligrafi dari semen, akhirnya memutuskan untuk mondok dan belajar ilmu dari Kyai.

Pengarang Sabda_Langit
Tamat Tidak
HitCount 19.163
Nilai total

Bab

1 Sang Kyai 2
Sabda_Langit 17 April 2018 jam 11:59pm
2 Sang Kyai 3
Sabda_Langit 18 April 2018 jam 12:25am
3 Sang Kyai 4
Sabda_Langit 18 April 2018 jam 12:36am
4 Sang Kyai 5
Sabda_Langit 18 April 2018 jam 1:59am
5 Sang Kyai 6
Sabda_Langit 20 April 2018 jam 2:19am
6 Sang Kyai 7
Sabda_Langit 20 April 2018 jam 2:40am
7 Sang Kyai 8
Sabda_Langit 20 April 2018 jam 2:56am
8 Sang Kyai 9
Sabda_Langit 21 April 2018 jam 7:25am
9 Sang Kyai 10
Sabda_Langit 21 April 2018 jam 7:32am
10 Sang Kyai 11
Sabda_Langit 21 April 2018 jam 7:48am
11 Sang Kyai 12
Sabda_Langit 21 April 2018 jam 8:10am
12 Sang Kyai 13
Sabda_Langit 21 April 2018 jam 8:54am
13 Sang Kyai 14
Sabda_Langit 22 April 2018 jam 8:35pm
14 Sang Kyai 15
Sabda_Langit 22 April 2018 jam 8:44pm
15 Sang Kyai 16
Sabda_Langit 22 April 2018 jam 8:53pm
16 Sang Kyai 17
Sabda_Langit 22 April 2018 jam 8:59pm
17 Sang Kyai 18
Sabda_Langit 22 April 2018 jam 9:03pm
18 Sang Kyai 19
Sabda_Langit 22 April 2018 jam 9:08pm
19 Sang Kyai 20
Sabda_Langit 22 April 2018 jam 9:12pm
20 Sang Kyai 21
Sabda_Langit 24 April 2018 jam 9:09pm
21 Sang Kyai 22
Sabda_Langit 24 April 2018 jam 9:15pm
22 Sang Kyai 23
Sabda_Langit 24 April 2018 jam 9:20pm
23 Sang Kyai 24
Sabda_Langit 24 April 2018 jam 9:25pm
24 Sang Kyai 25
Sabda_Langit 24 April 2018 jam 9:32pm
25 Sang Kyai 26
Sabda_Langit 24 April 2018 jam 9:37pm
26 Sang Kyai 27
Sabda_Langit 24 April 2018 jam 9:41pm
27 Sang Kyai 28
Sabda_Langit 24 April 2018 jam 9:45pm
28 Sang Kyai 29
Sabda_Langit 24 April 2018 jam 9:49pm
29 Sang Kyai 30
Sabda_Langit 24 April 2018 jam 11:25pm
30 Sang Kyai 31
Sabda_Langit 25 April 2018 jam 2:32pm
31 Sang Kyai 32
Sabda_Langit 25 April 2018 jam 2:38pm
32 Sang Kyai 33
Sabda_Langit 25 April 2018 jam 2:48pm
33 Sang Kyai 34
Sabda_Langit 25 April 2018 jam 2:55pm
34 Sang Kyai 35
Sabda_Langit 25 April 2018 jam 3:02pm
35 Sang Kyai 36
Sabda_Langit 3 Juli 2018 jam 10:04pm
36 Sang Kyai 37
Sabda_Langit 3 Juli 2018 jam 10:08pm
37 Sang Kyai 38
Sabda_Langit 3 Juli 2018 jam 10:10pm
38 Sang Kyai 39
Sabda_Langit 3 Juli 2018 jam 10:13pm
39 Sang Kyai 40
Sabda_Langit 3 Juli 2018 jam 10:16pm
40 Sang Kyai 41
Sabda_Langit 7 Juli 2018 jam 4:36pm
41 Sang Kyai 42
Sabda_Langit 7 Juli 2018 jam 4:41pm
42 Sang Kyai 43
Sabda_Langit 7 Juli 2018 jam 4:46pm
43 Sang Kyai 44
Sabda_Langit 7 Juli 2018 jam 4:48pm
44 Sang Kyai 45
Sabda_Langit 7 Juli 2018 jam 4:51pm
45 Sang Kyai 46
Sabda_Langit 13 Juli 2018 jam 11:30pm
46 Sang Kyai 47
Sabda_Langit 13 Juli 2018 jam 11:33pm
47 Sang Kyai 48
Sabda_Langit 13 Juli 2018 jam 11:38pm
48 Sang Kyai 49
Sabda_Langit 13 Juli 2018 jam 11:41pm
49 Sang Kyai 50
Sabda_Langit 13 Juli 2018 jam 11:43pm
50 Sang Kyai 51
Sabda_Langit 13 Juli 2018 jam 11:48pm
51 Sang Kyai 52
Sabda_Langit 14 Juli 2018 jam 12:25am
52 Sang Kyai 53
Sabda_Langit 14 Juli 2018 jam 12:28am
53 Sang Kyai 54
Sabda_Langit 14 Juli 2018 jam 12:30am
54 Sang Kyai 55
Sabda_Langit 14 Juli 2018 jam 12:32am
55 Sang Kyai 56
Sabda_Langit 15 Juli 2018 jam 10:23am
56 Sang Kyai 57
Sabda_Langit 15 Juli 2018 jam 10:25am
57 Sang Kyai 58
Sabda_Langit 15 Juli 2018 jam 10:36am
58 Sang Kyai 59
Sabda_Langit 17 Juli 2018 jam 5:35pm
59 Sang Kyai 60
Sabda_Langit 17 Juli 2018 jam 5:38pm
60 Sang Kyai 61
Sabda_Langit 17 Juli 2018 jam 5:40pm
61 Sang Kyai 62
Sabda_Langit 17 Juli 2018 jam 5:43pm
62 Sang Kyai 63
Sabda_Langit 17 Juli 2018 jam 5:46pm
63 Sang Kyai 64
Sabda_Langit 29 Agustus 2018 jam 10:31pm
64 Sang Kyai 65
Sabda_Langit 29 Agustus 2018 jam 10:33pm
65 Sang Kyai 66
Sabda_Langit 29 Agustus 2018 jam 10:36pm
66 Sang Kyai 67
Sabda_Langit 29 Agustus 2018 jam 10:39pm
67 Sang Kyai 68
Sabda_Langit 29 Agustus 2018 jam 10:41pm
68 Sang Kyai 69
Sabda_Langit 29 Agustus 2018 jam 10:43pm
69 Sang Kyai 70
Sabda_Langit 29 Agustus 2018 jam 10:46pm
70 Sang Kyai 71
Sabda_Langit 15 November 2018 jam 10:24am
71 Sang Kyai 72
Sabda_Langit 15 November 2018 jam 10:33am

27 komentar

Baca semua komentar (27) Tulis Komentar

#23
ginggi 16 November 2018 jam 12:55pm  

aduduh duh kok cerita bohong dilanjutken yah? apa yang sampeyan cari mas? Ridho Allah atau kesaktian, hari gini masih kayak gitu ..

#24
ginggi 1 Desember 2018 jam 1:34am  
#25
mamalihan 3 Desember 2018 jam 3:52pm  

ginggi menulis:
http://m.bangsaonline.com/berita/5153...abayyunkan
mohon dibaca biar jelas
mksh infonya gan,,,pd zaman skrg ini hrs lebih hati2,,,,akeh modus,,,,

#26
ginggi 21 Desember 2018 jam 7:50am  

Betul bu, sekali terperangkap nanti susah keluar nya, cuma dijadikan tumbal wiritan doang, sampai keluarga dan orang tua nya ga diurus

#27
Sabda_Langit 13 Juli 2019 jam 7:29am  

jangan terlalu mudah menghukum tanpa tahu cerita yang sebenarnya kadang kala telinga itu buta untuk mendengarkan dan mata terasa tuli untuk melihat