Post-47983

Post 4 dari 7 dalam ELANG TERBANG DI BULAN SEMBILAN

HomeForumKomentar BacaanELANG TERBANG DI BULAN SEMBILANPost-47983

#4 avatar
danivn 29 September 2008 jam 1:35pm  

Fary-heng dan kawan-kawan semua,

Apa kabar?

Ah ya, buat Fary-heng, bagaimana dengan buku para pendekar Minahasanya? Masih berlanjutkah? Terimakasih untuk kiriman bukunya. Dan kalau lanjutannya sudah keluar, jangan lupa kirimin saya lagi ya...

Menulis dengan sudut pandang saya?

Mmm, gak juga... saya hanya menyebutnya "re-write".

Ya karena saya memang tidak menyadur, tidak menerjemahkan, tidak juga menceritakan kembali. Saya hanya menulis ulang untuk beberapa alasan:

Menerjemahkan Khu Lung memang sulit, terutama dalam mempertahankan rima dalam tulisannya. Karenanya saya memahami bahwa menyadur atau menceritakan kembali adalah lebih mudah. Tapi ketika menceritakan kembali, ternyata ada makna yang berubah dan/atau bagian yang hilang. Karena itu saya lebih memilih kata "re-write' <mungkin akan timbul pro-kontra atas istilah ini, tapi apa pun juga itulah yang saya lakukan>.

Singkatnya, coba bandingkan antara "Elang Terbang" dan "Rahasia", kebetulan sudah di upload oleh rifqi-heng hingga tamat.

Mohon dicatat: saya tidak berani mengagulkan diri menyatakan lebih baik daripada Gan-suhu, hanya coba menunjukkan pada kawan-kawan adanya pendekatan lain dan bahwa betapa pun tulisan Gan-suhu sulit dipahami untuk kalangan yang lebih muda karena misalnya dalam satu alinea yang terdiri dari sepuluh baris bisa terdiri dari koma melulu, sehingga tidak jelas mana anak kalimat dan induk kalimat.

Untuk generasi yang lalu tentu tidak masalah, tapi buat generasi yang datang belakangan tentu jadi menyulitkan.

Baiklah karena saya tidak berani membandingkan diri dengan Gan-suhu saya ambil contoh yang lain, dari sesuatu yang juga iseng saya kerjakan menunggu beduk buka puasa, yakni tulisan Khu Long lainnya: Meteor, Butterfly, and Sword <ini sudah saya upload diindozone juga>.

Karena sulit tampilkan versi "cacing" di sini <maklum komputer saya pun gak bisa ngetik huruf cacing> maka saya ambil versi Inggris:

Although the light of the meteor is short-lived, yet what else in the sky can exceed its brightness, its magnificence!
Whenever the meteor appears, even the eternal stars cannot deprive it of its radiance.

The life of the butterfly is fragile, even more fragile than that of a delicate flower.
But it only lives in spring.
It is beatiful, it is free, it flies.
Its life is short yet fragdrant.

Onle the sword comes clode to the eternity.
A swordman’s radiance and life, often depends on the sword he held in his hand.
If the sword had emotions, the maybe its vivacity would be as ashort as the meteor.

Terjemahan salah seorang Cianpwee dalam bahasa Indonesia:

Cahaya meteor walaupun pendek tapi bintang tidak ada yang bersinar lebih terang dari meteor.

Bila meteor muncul walaupun bintang induk yang lama tidak berubah posisinya tidak dapat melebihi cahayanya.

Nyawa kupu-kupu sangat lemah, lebih lemah dari bunga yang berwarna-warni.

Tapi kupu-kupu selalu hidup di musim semi. Dia indah dan terbang dengan bebas.

Walau nyawanya pendek tetapi dia harum.

Hanya pedang yang abadi.

Nyawa dan masa jaya seorang pendekar pedang selalu terletak pada pedang yang dipegangnya.

Bila sebuah pedang mempunyai perasaan, apakah dia akan mempunyai nyawa yang pendek seperti sebuah meteor?

Maka dalam me rewrite, saya coba memahami maksud dari Master Khu Lung dalam menuliskan baris-baris kalimatnya. Kesimpulan saya: beliau sedang coba menunjukkan kesamaan utama dari meteor-butterfly-sword itu: yakni tentang keabadian/nama harum. Dan karena alinea berikutnya tentang Meng Xin Hun, maka langsung saya kaitkan dengan seorang pendekar pedang.

Maka berikut ini yang saya tulis:

Meski cahaya meteor hanya singkat, tak satu pun isi semesta yang mampu menandingi pendar gemilangnya. Manakala meteor muncul ke permukaan, bahkan bintang abadi yang paling terang pun tak mampu menandinginya.

Hidup seekor kupu-kupu begitu rapuh, bahkan lebih rapuh dari setangkai bunga yang luruh. Kupu-kupu hanya hidup di musim semi. Ia begitu indah, bebas melayang kemana pun terbang. Dalam usianya yang singkat, kupu-kupu tetap abadi dikenang.

Hanya pedang yang sejatinya mendekati keabadian. Hidup mati seorang pendekar sangat tergantung pada pedangnya. Jika pedang memiliki perasaan, haruskah hidup mati seorang pendekar sesingkat meteor?

Karena itulah saya lebih menyebutnya “re-write”. Dan itu pula yang saya lakukan di “Elang” yang rasanya sulit jika saya tunjukkan satu persatu di sini adala sulit. Maka, silahkan bandingkan.

Saya tidak berani katakan bahwa apa yang saya lakukan lebih baik, tapi setidaknya saya sudah mencoba sesuatu untuk dunia cersil yang saya – dan kita semua – cintai.

Sodjah,