Post 6 dari 9 dalam Asmara Berdarah
Home → Forum → Komentar Bacaan → Asmara Berdarah → Post-49456
#6 |
Sheep
3 Januari 2009 jam 6:12pm
 
Darn...either I didn't translate it correctly or our favorite wuxia author, Kho Ping Hoo, was drunk when he wrote Asmara Berdarah. Earlier in the novel during the 2nd meeting of the wulin villains at Mount Ta-pie-san, Ratu Iblis said, and "Tempatnya di luar tembok besar, jadi pemerintah tentu tidak akan mencampuri. Kita gembleng pasukan yang kita kumpulkan di situ dan pada waktu yang tepat, pasukan kita turunkan melalui tembok besar ke selatan, menuju ke kota raja, bertepatan dengan munculnya Toan Ong-ya di istana. Pasukan kita itu mungkin tak usah bergerak, hanya untuk memperkuat wibawa saja." then "Toan Ong-ya sudah memikirkan hal itu pula. Maka, beliau memberi waktu selama tiga tahun. Tiga tahun lagi, tepat pada permulaan musim semi, pada hari Tahun Baru, semua pasukan harus dikumpulkan di luar tembok besar, di benteng kita untuk segera memulai dengan pembangunan benteng dan melatih pasukan. Mengertikah kalian?" Why in the hell then 3 years later the wulin heroes held a meeting at same place where the villains' fortress is located? In addition, it said that the fortress was never fixed or inhabited for a long time. If Raja Iblis and Ratu Iblis changed their mind about using former Jeng-hwa-pang's fortress, why it wasn't indicate anywhere in the story line? Pertemuan yang dinanti-nantikan dengan hati tegang oleh para pendekar itupun tibalah. Malam bulan purnama dan mengambil tempat di bekas benteng Jeng-hwa-pang yang sudah rusak dan keadaannya menyeramkan karena tidak pernah ditinggali manusia. Malam itu, tidak kurang dari seratus orang pendekar dari berbagai aliran berkumpul di tempat Of course there is more of this Asmara Berdarah's flaw. For instance Tho-tee-kwi who supposedly killed by Siang-kiang Lo-jin at Mount Ta-pie-san meeting, Kakek raksasa mengeluarkan pekik menyeramkan, kedua tangannya mencengkeram ke arah dada sendiri, akan tetapi tiba-tiba dia muntah-muntah dan darah segar yang berbau busuk muncrat-muncrat dari mulutnya. Totokan pada ulu hatinya itu ternyata telah membuat jantungnya pecah. Biarpun dia berusaha untuk menyerang lagi, akan tetapi matanya terbelalak dan kini dia terpelanting roboh dan berkelojotan. Kakek raksasa yang suka membunuh dan makan daging anak itu akhirnya tewas dalam keadaan yang amat mengerikan. but then he magically reappeared later at the Ceng-tek fortress. Tho-tee-kwi (Setan Bumi), kakek raksasa yang menyeramkan itu, yang memiliki kebiasaan mengerikan, yakni makan daging anak-anak manusia, seorang tokoh Cap-sha-kui yang memiliki kepandaian jauh lebih tinggi daripada Koai-pian Hek-mo dan Hwa Hwa Kui-bo, kini ditandingi oleh Yelu Kim yang dibantu oleh perwira-perwira pengawal yang lihai pula. Adapun para datuk lain dikeroyok oleh pasukan pengawal. Terjadilah pertempuran yang seru dan mati-matian. Akan tetapi karena pihak pasukan pengawal jauh lebih banyak jumlahnya, kini para datuk itu segera terdesak hebat. |