Dongkol atas hukuman gurunya, Cathy cemberut. Dia sama sekali tak merasa bersalah, sedih dan tak mengerti kenapa dirinya harus dihukum.
Dibelai-belainya bulu lebat shiro. Shiro seakan mengerti kejengkelan tuannya, berlari-lari kecil mengajak tuannya bermain-main lagi. Cathy menggeleng-gelengkan kepalanya. "Jangan sekarang, Shiro. Aku harus menulis beratus-ratus kalimat untuk guruku. Nanti sesudah selesai kita main-main lagi."
Cathy pun mulai menulis. Sampai huruf yang kesepuluh, Cathy tercenung dan berhenti menulis. "Guru tak pernah memperhatikanku. Apapun yang aku lakukan, sepertinya tak pernah berkenan di hati guru." keluhnya. Dia lalu berpikir apa yang bisa dia lakukan untuk mengambil hati gurunya itu. "Apa yang akhir-akhir ini dipikirkan guru?" Otaknya berputar keras. "Aha... kalau aku berhasil menemukan saudaraku, Eeyore, pasti guru akan bangga, dan mungkin akan memberiku hadiah.. Mungkin akan memandangku lain..."
Cathy lalu mencoret sepuluh huruf yang baru saja ditulisnya, lalu menulis kalimat baru.
"Guruku yang baik,
Murid pergi untuk mencari saudaraku, putri Eeyore untuk guru.
Semoga guru senang."
Cathy cepat-cepat berkemas, membawa sedikit bekal, uang dan pakaian dalam buntelannya.
"Ayo, Shiro!" Tidak mungkin Cathy sanggup meninggalkan Shiro barang sehari saja, maka shiro sudah pasti akan menjadi teman seperjalanannya dalam mencari putri Eeyore.
Shiro mengibaskan ekornya, dia paling senang diajak jalan-jalan. Kalau saja dia tahu kali ini jalan-jalannya bakal meletihkan, dia pasti sudah mogok tidak mau ikut.
Baru berjalan sekitar enam li, shiro sudah terengah-engah. Tidak seperti tuannya, shiro tidak memiliki tenaga yang berlebih.
Shiro memeluk pohon kecil yang dilaluinya, menghambat perjalanan Cathy.
"Kenapa, Shiro? Ayo jalan." bujuk Cathy.
Nampaknya shiro sudah bertekad untuk tidak mau jalan lagi. Sudah capek.
Putus asa, Cathy lalu berkata, "Baik, baik. Lihat, di seberang sana ada pohon rindang. Kita duduk-duduk di sana sambil makan bakpao."
cathy lalu membopong shiro dan duduk di bawah pohon yang rindang.
Angin bertiup sepoi-sepoi, memainkan dedaunan seperti membuat atraksi di depan mata Cathy. Itu semua membuatnya terkantuk dan tertidur.
Begitu bangun, Cathy menemukan dirinya terikat di pohon. Bukan pohon yang sama tempat dia berteduh tadi. Hari sudah gelap, dan ini sepertinya sudah jauh sekali dari istana.
Shiro pun terikat bersama dirinya.
"Apa-apaan ini?" katanya sambil meronta berusaha melepaskan ikatannya, tapi tak berhasil.
Terdengar olehnya suara tertawa nenek tua yang memiris hati.
"Hahaha... anak manis.. beruntung sekali aku menemukanmu." ujar nenek itu kemudian.
"Siapa kau?" tanya Cathy takut-takut.
"Bocah tengik kurang ajar! Kau tidak mengenaliku? Aku Heni nenek racun dari Miao. Siapa yang tak mengenal nama besarku?"
"Oooh.. Nenek racun yang terkenal itu. Tentu saja aku pernah mendengar nama kondangmu. Semua orang kagum mendengar namamu." puji Cathy sok kenal. Padahal seumur hidupnya tak pernah didengarnya nama tersebut.
"Huh. Bagus kamu mengenalku. Anak manis, apa hubunganmu dengan Duan Zong?"
Mendengar nama ayahnya disebut dengan tidak hormat, Cathy mendengus.
"Tidak ada hubungan apa-apa. Apa urusanmu?"
"Jangan bohong, anak manis. Giok ini," kata Heni sambil mengibas-ibaskan giok Cathy di hadapannya, "aku temukan di pinggangmu."
Ceroboh sekali! kutuk Cathy pada diri sendiri.
"Baiklah. Dia ayahku. Dan dia pasti tak akan segan-segan mengirimkan ribuan pasukan kemari untuk menyelamatkanku." katanya sambil meludah.
Heni tertawa terbahak-bahak.
"Tidak ada orang yang mengetahui keberadaanmu saat ini. Apalagi mengira kamu ada di sini. Menyelamatkanmu? Phuiii!! Mimpi!" Seusai berkata begitu, Heni tertawa lagi.
Cathy menundukkan kepalanya. Tak disangkanya nasibnya seburuk ini. Niatnya baik ingin menyenangkan gurunya, malah tertangkap nenek gila ini. Masih belum bisa menemukan keberadaan Eeyore, pula!
________________________
ayo cathy terusiiin 
fanta: kamu melamunnya koq LAMA BENERRRRRRRR??? lain kali melamun lagi aja.. melamun mulu
kamu kan lagi menculik putri Eeyore!! ntar critanya ga nyambung loh!