Post 115 dari 357 dalam IndoSpcnet Wuxia Round Robin.
Home → Forum → Books → IndoSpcnet Wuxia Round Robin. → Post-6078
#115 | ![]() |
andrea7974
29 April 2004 jam 5:22pm
 
Andrea telah berpisah dengan Floo. Sementara Floo berniat menuju ke barat, untuk mencari info tentang Putri Eeyore yang diculik, Andrea berniat ke utara untuk memata-matai kegiatan Panglima Bengis Khan yang tengah berkemah di Pakhia (Now Beijing) Telah dua hari ia berjalan, dan ia merasa kecapean. Upaya untuk membeli kuda harus diurungkan karena beberapa hari yang lalu Sungai Kuning meluap. Rakyat banyak yang mengungsi, sehingga kuda menjadi barang langka. Berjalan dengan sedikit kecapean, sore itu Andrea berjalan melintasi sebuah hutan dengan di tepi sungai kecil. Hatinya tercekat saat didengarnya suara guqin (Chinese harp) yang dipetik dengan sangat indah. "Bisa bertemu dengan orang yang bisa memainkan guqin dengan luar biasa...tidak akan menyesal kalau aku menunda perjalanan satu dua hari," kata Andrea. Dengan segera ia berjalan ke arah sumber suara tersebut. Ternyata suara itu berasal dari sebuah paviliun yang ada di dekat sungai itu. Tak jauh dari paviliun itu, terdapat sebuah kuda bewarna hitam yang sangat luar biasa. Andrea mengagumi kuda itu, yang dikiranya pasti berasal dari daerah barat. Dilihatnya seorang pemuda mengenakan baju putih dengan kepala tertunduk sedang asyik memainkan kecapinya. Andrea tidak terlalu memperhatikan pemuda itu. Ia lebih tertarik melihat ke arah kecapi yang luar biasa indahnya. Kecapi (guqin) itu tidak terbuat dari kayu seperti lazimnya sebuah kecapi, tetapi terbuat dari gading. Hatinya tercekat mengagumi kecapi itu, pastilah pemuda yang memainkan kecapi ini adalah seorang yang luar biasa, pikir Andrea. Andrea mengalihkan pandangannya ke arah pemuda yang sedang menunduk itu. Ia tidak bisa melihat dengan jelas wajah pemuda itu. Ia hanya melihat bahwa pemuda itu memiliki sepasang alis yang indah dengan bulu mata yang indah. Pemuda itu seolah-olah tak menyadari kehadiran Andrea. Ia tetap saja menunduk ke bawah dan memainkan kecapinya. Sadar bahwa ia mungkin tidak sopan kalau ia memelototi pemuda itu, Andrea mengalihkan pandangannya ke arah lain. Betapa terkejutnya Andrea saat ia melihat sebuah lukisan yang belum juga kering tintanya di meja. "Aiya, tuan muda ini tidak hanya pintar bermain kecapi, tetapi juga pandai melukis!" kata Andrea dalam hati. Ia tidak mengeluarkan sepatah kata apapun karena tidak mau mengganggu permainan kecapi pemuda itu. "Tring.." senar kecapi itu dipetik dengan halus, menandakan bahwa lagu yang dimainkan itu telah selesai. Andrea membalikkan badannya ke arah pemuda dan kecapinya itu. Tak disangka olehnya ia kalah cepat. Pada saat ia membalikkan badan, secepat itu juga pemuda itu telah duduk di kursi di depan meja tempat lukisan yang dikagumi Andrea barusan. Ia menggerakkan badannya dengan sangat cepat sampai Andrea tidak menyadari kalau tiba-tiba pemuda itu sudah duduk tepat di depannya. "Pemandangan Xi Hu di musim semi. Tetesan hujan di daun yang liu. Hati yang gundah bagaimana menghiburnya. Apakah arti cinta, yang membuat pemuda-pemudi matipun rela," kata pemuda itu sambil menggoreskan tintanya dan menuliskan puisi itu di atas lukisan yang bergambar seorang wanita berdiri dengan membawa payung di depan Danau Xi Hu. Berdiri di belakang punggung pemuda itu, membuat Andrea leluasa mengamati cara pemuda itu melukis dan menggoreskan puisinya.Betapa ia dibuat kagum dengan cara pemuda itu menggoreskan tintanya di atas lukisan itu. "Tuan muda, permainan kecapimu sangat luar biasa..juga ilmu melukis dan bersyair anda....jarang ada tandingannya. Kalau boleh bertanya...siapakah nama Tuan yang terhormat ini?" tanya Andrea. "Apalah arti sebuah nama? Mendengar Nona Andrea si Pendekar Sentimentil memuji permainan kecapiku yang dangkal saja telah membuat aku malu," kata pemuda itu. Ia masih tetap menunduk dan menggoreskan kuasnya ke kertas lain yang masih kosong. "Arti sebuah nama? Bukankah itu sangat berarti?" tanya Andrea keheranan. "Sejak peristiwa Qin Gui mengkhianati negara dan mengakibatkan kematian Yue Fei, semua orang bermarga Qin serasa menerima kutuk, dan semua orang yang bernama Gui menanggung malu," kata Andrea lagi. "Hahaha...Nona, engkau sangat lucu!" kata pria itu. Ia tetap melukis dan tidak mau menjawab pertanyaan Andrea. "Permainan kecapi anda sangat istimewa. Dan kecapi itu juga bukan kecapi sembarangan. Di jaman ini, hanya terdapat 3 alat musik besar yang menjadi pusaka. Erhu kayu hitam milikku. Seruling Batu Giok milik Kaisar Duan Zhong, dan satu lagi Kecapi Gading yang telah lama hilang. Bisa melihat kecapi itu milik anda...anda pasti bukan orang sembarangan. Ijinlah aku, Andrea yang rendah ini bertanya, siapakah nama Tuan yang terhormat ini?" tanya Andrea penasaran. "Kalau kau suka, kecapi itu boleh kau miliki!" kata pemuda itu tiba-tiba.Ia tetap tidak menjawab pertanyaan Andrea mengenai namanya. "Aih..mana bisa begitu? Kecapi itu sangat berharga..bagaimana dan kenapa kau mau memberikannya kepadaku?" kata Andrea terkejut mendengar perkataan itu. "Pepatah mengatakan: 'belajar memainkan alat musik yang lain memakan 100 hari, belajar memainkan erhu memakan waktu 1000 hari. Kalau kau bisa memainkan erhu dengan luar biasa, maka aku yakin kau bisa memainkan kecapi itu lebih baik dari pada aku. Jadi,..kau boleh mengambilnya kalau kau suka!" kata pemuda itu sambil memberesi kertas lukisannya. Dengan segera pemuda itu berjalan ke arah keluar dari paviliun itu. Dengan segera Andrea mencegatnya. "Jangan pergi..." katanya dan menghadang pemuda itu tepat di depannya. Betapa terkejutnya ia melihat wajah pemuda itu. Pemuda itu memiliki sepasang mata yang luar biasa indahnya. Matanya tajam, penuh misteri bagaikan misteri yang tersimpan di Danau Xi Hu. Alisnya juga sangat indah. Tapi rupanya pemuda itu menggunakan semacam cadar dari kulit yang warnanya mirip sekali dengan kulit pemuda itu, sehingga kalau tidak perhatian, orang akan mengira pemuda itu memiliki wajah yang rata, karena pemuda itu menutupi hidung, pipi dan mulutnya. "Aku telah memberikan kecapi itu untukmu..kenapa engkau menghalangi aku pergi?" tanya pemuda itu. "Aku..aku.." Andrea seakan kehabisan kata-kata memandang mata yang indah dan begitu hidup itu. Walaupun ia tidak melihat senyum di bibir pemuda itu, tapi Andrea bisa merasakan pemuda itu sedang tersenyum ramah ke arahnya. "Aku tidak mau berhutang apa-apa kepadamu. Katakanlah..berapa aku harus membayar untuk kecapi itu?" tanya Andrea. "Gratis! Kau pun tahu kecapi itu sangat berharga. Andai kaisar yang berniat membeli kecapi itu pun aku tidak akan mau menjualnya. Demi melihat kau bisa memainkan kecapi itu...aku rela memberikannya kepadamu!" kata pemuda itu. "Tuan..aku tidak mau berhutang apapun kepadamu. Aku bahkan tidak tahu siapa namamu. Dengan cara apa dan bagaimana aku bisa membalas kebaikanmu?" tanya Andrea. "Aiya...aku memberikannya secara cuma-cuma, kau tak perlu merasa sungkan. Asalkan kau merawat kecapi itu dengan baik..aku sudah sangat senang," jawab pemuda itu lagi. "Tidak! Aku tidak akan membiarkan kau pergi..sebelum..sebelum aku tahu siapa namamu..dan bagaimana aku harus membalas kebaikanmu!" kata Andrea bersikeras. Pemuda itu tertawa. Suara tertawanya adalah suara tertawa yang paling renyah yang pernah didengar oleh Andrea. "Nona kau lucu sekali. Diberi gratis malah memaksa membayar. Aiya..baiklah. Akan kuberitahukan kepadamu apa yang kuinginkan," kata pemuda itu. Andrea memandang ke arah pemuda itu seakan terhipnotis oleh keindahan mata dan suara yang sedemikia merdunya. "Bagaimana kalau kau...memainkan sebuah lagu yang kau ciptakan sendiri dengan erhu kayu hitammu, setelah kau melihat lukisan ini," kata pemuda itu sambil menyodorkan lukisan bergambar seorang wanita yang memakai payung berada di tepi Danau Xi Hu. Lukisan yang tadi telah dilihat Andrea. Pemuda itu berbalik arah dan duduk di depan meja dan mulai menggelar lukisan itu lagi di atas meja. Andrea memandang lukisan itu sekali lagi, dan mulailah ia menggesek erhunya dan memainkan sebuah lagu yang sedih sekali terdengarnya. Andrea tidak berniat untuk memainkan lagu sedih. Ia hanya melihat lukisan itu, membaca puisi yang digoreskan pemuda itu, dan ia merasakan kesedihan di dalamnya. Dengan spontan jari-jarinya memainkan musik yang sangat menyayat hati. Bahkan pemuda itu pun terlihat sedih saat mendengarkan lagu itu. "Aku harus pergi!" kata pemuda itu sebelum lagu yang dimainkan Andrea selesai. Dengan segera pemuda itu berjalan ke luar. "Tuan muda!" Andrea sekali ini menarik tangan pemuda itu. Rupanya ia terlanjur penasaran pada tuan muda yang bermata indah itu. "Aku belum tahu namamu! Kau sudah sangat berbaik hati memberikan kecapi itu kepadaku. Aku tidak akan membiarkanmu pergi sebelum aku tahu namamu!" kata Andrea lagi. Sebenarnya di dalam hati ia merasa enggan bila harus berpisah dengan teman yang baru ditemuinya ini. "Mengapa kau ingin tahu namaku? Itu tidak akan membawa arti apapun untukmu!" jawab pemuda itu sambil tertawa. "Aku..bahkan tidak melihat wajahmu, kenapa kau tidak mau memberitahu aku namamu? Andai saja suatu hari kelak...kita bertemu..bagaimana aku bisa mengenalimu dan membalas budi kepadamu?" tanya Andrea dengan suara lirih. Pemuda itu terdiam. Dalam hati ia tertawa. Rupanya gadis muda di depannya ini telah diam-diam jatuh hati kepadanya. Biasanya secara spontan Andrea akan menampar atau mungkin juga membacok orang yang menyentuh walau hanya seujung rambutnya. Tapi kali ini saking kesengsemnya dia hanya terdiam dan hanya bisa memandang ke arah sepasang mata yang indah itu. "Suatu hari kalau kau melihat seseorang dengan membawa hiasan rambut ini, maka engkau telah melihat aku lagi!" kata pemuda itu. Ia segera berbalik dan berjalan cepat ke arah kuda hitamnya. "Tuan muda,...apakah...apakah...apakah kita bisa bertemu lagi suatu saat nanti?" tanya Andrea dengan suara tercekat. Tiba-tiba saja ia menjadi cengeng. Air mata mulai mengembang di matanya. "Kalau berjodoh, biarpun ribuan li akan bertemu juga. Kalau tidak berjodoh, biar dicari juga tidak akan bertemu!" kata pemuda itu dan ia membedal kudanya menjauh dari paviliun itu. Andrea masih berdiri termenung melihat ke arah pemuda itu melarikan kudanya. "Aiya...bisa mengenal seorang yang boen boe tjoan tjay (Mahir ilmu silat dan ilmu surat) seperti itu...seumur hidup juga tidak akan kusesali!" kata Andrea. --to be continued-- the question is: who's that guy? |