Post-70642

Post 31 dari 140 dalam NAGA BHUMI MATARAM II: NAGA EMPAT BIDADARI

HomeForumKomentar BacaanNAGA BHUMI MATARAM II: NAGA EMPAT BIDADARIPost-70642

#31 avatar
onomarp 5 November 2013 jam 12:17am  

Yth. Zuae!
Maaf penjelasannya agak rumit... kira-kira sebagai berikut:

Tenaga Murni Arga dan Mandrakanta

Sandaran tenaga dalam Arga dan Mandrakanta bersumber dari satu asal yang sama: Naga Branjangan. Tenaga itu dalam diri Arga mengakar melalui Panchajanya (Kitab Lima Elemen Semesta) yang telah menyatukan padukan Samana Yatna (Pengerahan Tenaga untuk Memperoleh Nafas Hidup) dan Naga Kawaca (Jubah Perang Naga) hingga membentuk Curirana.
Karena sifatnya curirana tidak bisa dipelajari. Sesorang hanya sampai kepada curirana karena
telah dipilih dan dinyatakan oleh semesta untuk mewujudkan Curirana. Karena sifat itu, Arga pun menekuni cara untuk mengalihkan Curirana… dan berhasil sampai kepada Agrapana Yatna (Tenaga Sumber atau Tenaga Hakiki) sebagai bentuk Curirana untuk dapat dipelajari dan dialihkan kepada orang lain. Nah, Arga selanjutnya mewariskan Agrapana Yatna (Tenaga Sumber atau Tenaga Hakiki), sebagai hasil rekayasa atas Curirana, kepada Dyah Watukuraputera (Mencira Walaya) yang kemudian meneruskannya kepada Mandrakanta. Jadi, pada dasarnya, tenaga murni sandaran Arga maupun Mandrakanta sama. Hanya yang satu muncul sebagai dipilih dan dinyatakan oleh semesta (asli Curirana) yang lain hasil rekayasa dari tokoh yang mengerti dan mengenal pada tingkat yang mendalam tentang Curirana.

Avalokitěsvara

Curirana adalah tenaga dalam yang bersumber pada kasih ibu sebagai perwujudan dari Avalokitěsvara yang dalam tradisi Siwa-Buddha merupakan perwujudan tertinggi dari kekuatan semesta. Ingat apa yang dituliskan oleh Naga Branjangan dalam penggalan akhir Cadudasa Jagattraya Naga (Naga Semesta Cemerlang):

“Membuka diri pada semesta,
melebur dalam kepenuhan hadirnya,
berdiri satu sebagai dirinya...
Biarkan semesta bebas memilih jalan:
Jalan baginya sendiri”.

Naga Branjangan menuntun siapa pun yang mewarisi sandarannya untuk menyelidiki hubungan antara manusia dan alam semesta, dan pada pencapaiannya menghasilkan penyatuan antara manusia dengan alam semesta. Melalui bimbingan perilaku burung branjangan, Arga sampai pada peng-identik-kan keberadaan dirinya dengan alam semesta.... ia menjelmakan dirinya menjadi Avalokitěsvara atau menurut faham Vajrayana merupakan perwujudan dari Buddhakalachakra. Avalokitěsvara atau Buddhakalachakra merupakan wujud dari manusia yang telah tercerahkan atas dasar Karunā: kasih sayang universal untuk semua makhluk hidup!

Berlandaskan Agrapana Yatna (Tenaga Sumber atau Tenaga Hakiki), Mandrakanta tiba pada rahasia wujud Mahogra Ahengkara Nindita (Dewa Durjana Terkuat), melalui guratan di gua:

“Terselubung kemuliaan atau terbelenggu ahengkara...
semua tergantung pada Jalan Siwa...
bahkan menjadi mulia sekaligus durhaka pun karena Jalan Siwa
Siapa pun ingin menembang Kasyara Gita...
menembang bagi diri sendiri...
entah menjadi nindita, entah berwujud ahengkara,
atau sekaligus keduanya...
nindita serentak ahengkara
Kemasyuran Dewa ... Kemasyuran Durjana...
Kemasyuran Dewa sekaligus Durjana...
kemasyuran tak tertandingi tergurat
pada Nyanyian Kemasyuran terbenam dalam Jalan Siwa....
Dewa Durjana Terkuat.”

Mahogra Ahengkara Nindita pada dasarnya merupakan perwujudan dari Avalokitěsvara atau tidak lain Buddhakalachakra menurut faham Vajrayana. Mahogra Ahengkara Nindita merupakan wujud dari manusia yang telah tercerahkan, namun tidak atas dasar Karunā (kasih sayang universal untuk semua makhluk hidup), melainkan Sūnyatā (kosong) di mana tidak ada beda antara mulia atau durhaka… antara nindita dengan ahengkara… segalanya nindita serentak ahengkara.