Post 31 dari 140 dalam NAGA BHUMI MATARAM II: NAGA EMPAT BIDADARI
Home → Forum → Komentar Bacaan → NAGA BHUMI MATARAM II: NAGA EMPAT BIDADARI → Post-70642
#31 | ![]() |
onomarp
5 November 2013 jam 12:17am
 
Yth. Zuae! Tenaga Murni Arga dan Mandrakanta Sandaran tenaga dalam Arga dan Mandrakanta bersumber dari satu asal yang sama: Naga Branjangan. Tenaga itu dalam diri Arga mengakar melalui Panchajanya (Kitab Lima Elemen Semesta) yang telah menyatukan padukan Samana Yatna (Pengerahan Tenaga untuk Memperoleh Nafas Hidup) dan Naga Kawaca (Jubah Perang Naga) hingga membentuk Curirana. AvalokitÄ›svara Curirana adalah tenaga dalam yang bersumber pada kasih ibu sebagai perwujudan dari AvalokitÄ›svara yang dalam tradisi Siwa-Buddha merupakan perwujudan tertinggi dari kekuatan semesta. Ingat apa yang dituliskan oleh Naga Branjangan dalam penggalan akhir Cadudasa Jagattraya Naga (Naga Semesta Cemerlang): “Membuka diri pada semesta, Naga Branjangan menuntun siapa pun yang mewarisi sandarannya untuk menyelidiki hubungan antara manusia dan alam semesta, dan pada pencapaiannya menghasilkan penyatuan antara manusia dengan alam semesta. Melalui bimbingan perilaku burung branjangan, Arga sampai pada peng-identik-kan keberadaan dirinya dengan alam semesta.... ia menjelmakan dirinya menjadi AvalokitÄ›svara atau menurut faham Vajrayana merupakan perwujudan dari Buddhakalachakra. AvalokitÄ›svara atau Buddhakalachakra merupakan wujud dari manusia yang telah tercerahkan atas dasar KarunÄ: kasih sayang universal untuk semua makhluk hidup! Berlandaskan Agrapana Yatna (Tenaga Sumber atau Tenaga Hakiki), Mandrakanta tiba pada rahasia wujud Mahogra Ahengkara Nindita (Dewa Durjana Terkuat), melalui guratan di gua: “Terselubung kemuliaan atau terbelenggu ahengkara... Mahogra Ahengkara Nindita pada dasarnya merupakan perwujudan dari AvalokitÄ›svara atau tidak lain Buddhakalachakra menurut faham Vajrayana. Mahogra Ahengkara Nindita merupakan wujud dari manusia yang telah tercerahkan, namun tidak atas dasar KarunÄ (kasih sayang universal untuk semua makhluk hidup), melainkan SÅ«nyatÄ (kosong) di mana tidak ada beda antara mulia atau durhaka… antara nindita dengan ahengkara… segalanya nindita serentak ahengkara. |