Post-74613

Post 3 dari 7 dalam BISIKAN ARWAH

HomeForumKomentar BacaanBISIKAN ARWAHPost-74613

#3 avatar
Tjareuh_Boelan 3 Januari 2015 jam 2:04pm  

Maafin ya kalo uploadnnya agak telat. Karena novel2 Abdullah Harahap ini adalah ebook yg rada susah ngeditnya. Banyak karakter huruf uniknya. Jadi sambil ngedit sambil liat ebook DJVU nya. Rada pakupis weh pokona mah. Hehe

Nah ini contok satu halaman yg belum diedit, karena di sumber DJVU nya huruf2nya timbul tenggelam, miring2 dan gak jelas cetakan hurufnya:

DUABEiIAS
'TENGAH Mira mengingat-ingat raut wajah di dasar
cangkir berisi air dan helai-helai bunga itu lenyilP
jwcrlzihan-lahan. _ _ _
"Kau kenal, anakku?" tanya almga" m' lag"
me11yaLl.11ka11 Mild Nlira memillillll blh" Berplkn
keras. v
"saya lupa illpd Inpal, l1.1p.1~IIi|1*'-|“
"Temanmu (il kuta” h
"lintahlalr Rasanya di kota saYa tak Dema
bertemu lelaki seperti dia. ,
"Teman satu kampung?
Mira memikirkannya. Lalu: t i
"Bisa bapak ajengan perlihatkan 111.211 Edlnbar
laki-laki itu. `
Si orangtua mengeleng-gelengkan kePilll Ter"
senyum.
"Begini, “ak” katanya dengan nada lembut.
"Yang ada di dasar cangkir, hanya air, bukan gambar.
Hanya dengan kekuatan bathinku yang menyelusup
ke dalam jiwamu yang memungkinkan gambar 1tu
1nu11cul. Tetapi bukan di dasar cangkir yang kupegang
1a*
Iv.
ini, melainkan di dasar hati sambarimu. Bukan
matamu yang melihat, anakku. 'II-lapi bathinmu.
Karena itu, bapak yakin kau tak akan melupakan
wajah orang itu. Yan" p:rlu. 111c1nc|ia|iki. Siapa
gerangan. Keras dugaan iwak, ia adalah temanmu
satu kampungKarcna peristiwa yang kau d 111 suami-
mu alami, bcnnula dan kampunglnu."
"Entahlah pak. Selama lebih dari scpuinlu tahun
saya tinggal dengan bihi Lil kota, [ianya pHIJng S0*
sekaii. Tetapi saya akan mencarinya di1111I.11:1 pun-
duduk kampung "
"Mudah-nludahan orangnya mcmainn- ada,
anakku. Kan-na IJapak sendiri ragu, zI|1.Lk.-1|1 wajah
yang kau 1111111 1111 wajah seseorang yang. I11;1s1|1 lndup,
atau sudah lama meninggal! Yang pasti, 1a pengikut
aliran hitam!"
.Meremang bulu kuduk Mira.
Laki-laki itu berdiri. la membimbing Mira ke
Pin-il! , seraya menyarankan
_"('Iobalah tanyakan pada orangorang lain
Mamgkiri ada yang kenal. Segera setelah kau me-
iliéêialasu. siapa laki-laki itu, kembalilah pada bapak.
.aetelah 1tu barulah kita Inulai 111v11ja11hka11' pengaruh
iblis itu dari dirimu dan sua111i11111t.,...."
Mira hanya menggigil. dan patuh saja Liituntun
keluar mmah. Waktu ia sadar, pintu telah tertutup
di belakangnya. Mira kaget, tak mendengar pintu
tf3fmtUP dan tak melihat orangtua itu pergi dari
Slslnya. Namun samar-samar ia dengar langkah-lang-
5121.11 kaki menjauh dari balik pi11tu di dalam rumah.
1ra nlenghela natas. la bahkan belum sempat
123
membuka dompet, apalagi 'membayar. Nantilah,
pada perkunjungan yang akan datang pikirnya.
Orang-orang mengatakan memang orangtua ini
jarang minta bayaiiin dan seringkali menyuruh
pasien-pasien yang mau meinbayai .war menyerah-
kan saja uang pembayaran itu pada fakir miskin
yang mereka kenal.
Mira masih berpikir-pikir siapa laki-laki
yang menurut penglihatannya Iriz-.iinbar di dasar
sanubarinya. selama ia nail. ilulm menuju desa
berikutnya dan kCl`l`llllll;lll |w1i.1|.1n kaki menuju ke
kampung. Tiap kali |1eip.1p.i~.,ii1 ;lengan orang-orang,
lebih-lebih kziLni unnn- ilu lakilaki, ia perhatikan
dengan lilltllll Srliuiriui lultldllj' lnltldllp, yang diper-
lizitkgin nivnipcililialkiiii wajah luran. nlillilh Salah
st-o1.nn~s;iiiip.ii menegni-
"Apa yang aneh padaku, nak Mira?"
Peieiiiptiaii itu terkejut. Dihadapannnya ber-
diri laki-laki setengah baya, memanggul pacu], di
bahu dan sabit di tangan kin'. Ternyata orang itu
adalah seorang keluarganya di kampung.
"Aduh, Uwa,” katanya tersipu. "Uwa mau ke
sawah atau 111andi ke sungai?"
"Mengapa rupanya?"
. "Ah, engga. Cuma mau bertanya," dan memang
Mira; sendiri menanyakan itu hanya sekedar menutup
kecanggungan saja.
"Aku memang hendak ke sawah. setelah itu ke
sungai," laki-laki setengahbaya itu tertawa. "Nah,
kau cepatlah pulang. Tadi ayahmu mengigau lagi."
"Mengigau? Apaypenyakitnya. Uwa?"
124
"Lihatlah sendiri. Nauli juga kau tau!"
Mira tak lagi memprrliatikaii WHlJIlI-Wiljah yang
berpapasan atau ia lew.1Il xeivaiijang jalan menuju ke
rumahnya. la hanya inengaiivgiik tiap kali .ida yang
menyapa. tak melihat liahktiiiltak perduli siapa me-
reka. Tiba di rumah, in |.i11 -sung menggebrak pintu
sampai terbuka, lllt`lt'lll|hlllx.lll koper pakaiannya
begitu Saja di atas l.:n1I.i1 Lilu l1L!`lZll'l memeluk ;nliku
nya Susanti yang bewei-us keluar dari kamai i11ei1-
dengzii' suara berisik nleli keilaliingan Mira. Di kainai
ia melihat ibunya, .iilikiiya yang lain (lanseorang te-
tangga berkumpul mengelilingi tempat tidur. Seorang
dukun tengah niembaiezi iinnpegiziiiipe. dan ban keme-
nyan memenuhi ruangan kamar.
Ayahnya tertelcntnnp di tempat tidur. (lengan
tubuh tegang kaku seperti mati. Tetapi matanya ter-
buka lebar, berputar-putar' dan nafasnya seperti
kerbau disembelih. Miizi tertegun melihat keadaan
ayahnya. kemudian jatuh berlutut di samping ibu-
nya.
"Ayah, :iyah ...... .." bisiknya parau gemetar. ”lni
aku. ayah. lni anakmu, lVliiti."
Ibunya kemudian melihatnya, memeluk Mira *
dan menangis memekik-inekik:
`Apa yamg terjadi pada `diri 'ayahmu, nak?
Katakanlah, mengapa ia sampai begini?"
Justru itu yang mau ditanyakan Mira. Batuk
keras menggema dari mulut ayah Mira, lalu terdengar
suara tetangga yang oleh penduduk dianggap dukun
itu, bersungut-sungut: _
"Diamlalr Jangan ada yang maengganggu!"
Lalu Inulutnya komat kamit lagi. Kepalanya j'
bergoyang kekiri dan kekanan seraya tangannya tak
henti-hentinya menjatuhkan butir demi butir ke-
menyan ke atas pedupaan. Sesak nafas Mira karena
nya . la bermaksud membukakan jendela kamar
yang tertutup, tetapi dilarang oleh ibunya yang
berusaha keras menahan tangis jangan sampai ke
luar plllfl.
"Meirgaipa ayah?" bisik Mira pada Susanti.
”lntalnlaln hlula-inula kann xamgka kesurupan
biasa. lx-Luu sudah l)('l\(`l.'l|\il lllllxllll telah mengobati
nya, tetapi [rapak lncluui sa-lallsarlal semenjak tiga
hari yarn! lulu, r . l'
"Nlcnuzapa lak illlmwa ke tluklel?”
Susanti Intnalzu) heran pada kakaknya.
“Dokter kan cuma ada di kota, sedang ayah
sudah lama tak kuat berjalan kenran-a-mana. Sam~
pai-sampai waktu paman Ukar meninggal. ia ter-
jatuh di belakang. Hampir lumpuh karena mendengar
kabar itu ..... .. Kak Mira, tak bisakah kita berbuat
sesuatu?"
Mira meraba-raba lipatan lutut ayahnya,
nrijit urat-turut tertentu di sana yang berhubungan
langsung ke syaraf. tetapi tidak menghasilkan apa-
apa. Demikian pula urat-Lirat lengan, sementara
dukun terus kumat karuit seraya kepalanya goyang
kiri goyang kanan dengan mata tertutup. Nyatanya,
sampai malam tiba ayah mereka tetap tak sadarkan
diri. Dukun itu sudah pulang, kelelahan dan ngilu
ngilu otot-ototnya karena terus-terusan bergoyang-
goyang sepanjang hari, parau suaranya karena tak
156- »
henti-hentinya baca nlilllttfaflflillllelil Mu.; mundar. .
mandir gelisah di kamar depan, kemudian teringat
pada ajenganyang tadi siaugja temui Ia Lznyakan
_Susanti apakah mereka sudah- menghubungi .ru-ngan
itu, kata Susanti sudah, tetapi ajengan tenyah meng-
obati seorang pasien di rumahnya. Pasieunya me-
ngalami patah tulang rusukdan kakikarena jatuh dari
Pohon kelapa, dan selama tiga hari itu iljl'll_l"illl
terus mengurut tulang-tulang yang patah.
"Tadi aku kesana. la sendirian," bersungtlt-
sungut Mira. '
"Kesana? Mau apa?" Susanti keheranan.
Mira SUSU? oleh pertanyaan itu, lalu me-
mang?” Dadang. adiknya yang bungsu. Tetapi
Dadang .tak berani ke luar tengah malam menuju
rumah *IJCHHUII yang jauhnya beberapa kilometer dari
kampung mereka.
"Palltlkillxiln Uwa. bodoh!" bentak Mira marah.
'WiMnktelrllia Tubuh kill-Nya. Uwa yang ditemui
l . _ ren ke karuaung nun-eka dcwu,, (dngan
kosong. Tersengxrlaseirgal karena jalan kaki jrulzing.
pergi, orangtua itu iuenjelaiskan- ,
”Bapak &lengan tadi malam dijaanggil orang
ke gunung. Ada beberapa urang yang; memerlukan
pertolongannya di sana." '
::Kalmll PUIHUEIIYU?" maya Mira tak sabar.
KamllYd nlullgkin baru dua hari yang 'akan
datang.
Mira terduduk di kursi. Dari kamar, muncul ibu.
“Ya Yang matanya barut oleh tangis. la memeluk
Mm* 'llenanYakan alvakah anaknya sudah ,makam
'll7
kemana lwan, dan banyak pertanyaan lain yang tak
teringat untuk ia tanyakan malam harinya. Mira'
menjawabnya satu persatu dengan sabar dan merasa
lega setelah melihat ayahnya (ll kamar tertidur.
Kata' Susanti, tidurnya paling sepuluh atau lima
belas menit, setelah itu penyakitnya pasti kambuh
kembali. Benar saya. Bani juga Miia mandi air hangat
di sumur, telah terdengarjerilan iivalinya dari kamar.
Bergegas Mira masuk ke lllllldll, dan menemukan
adik-adik serta ibunya sudah inrnjvelilingi tempat
tidur. Di atas ranjanv, .iyiiliiiya menggeliat-geliat
dan inengliemiias-lieiiip.i-.|-..iii inl nh Kaki dan tangan
nya tlipegaiiiiii t`l`.ll \`I.ll uhli in. ulxa Dengan cemas
Mira niniiil~v~ii~uii lllllpillilll |ll|l|| itm yang keluar dari
iiiiiliil .iyaliiiya
"lxaii \illlll lum xirtaa;i.iiil"
lxeiiiiiilian lnhiili ayahnya tciliantair keras.
sepeiti Liiljuktllr Terdengar laki-laki tua itu menge-
rang,
"Tidak Aku tidak bermaksud niengganggnmu
O. lepaskanlali aku ......... .."
Lalu ayahnya batuk-batuk. terus miiiitali.
Habis muntah, nafasnya kembang kempis,
dan setelah diberi air minum oleh Mira dicampur
dengan ramu-rainuan-yang diberikan oleh dukun yang
telah dipanggil Dadang, barulah ayah mereka ter-
tidur kembali. Semua orang
menarik nafas lega,
dan ibu Mira menangis tersedu-sedu. Mira menarik
Susanti keluar dari kamar. Seraya mempersiapkan
'makan pagi di dapur, Susanti menceritakan bagai-
mana setelah mendengar ditinggal pergi oleh Mira
128
i i.
Suaminya, ayah- mereka selalu airmu-i ke padang
l: ;'31 Yangd Semenjak beberapa tahun ini jarang
L ma ' . . ,
J I pen uduk itu. Tak ada yang ht. raiu melarang
“Ya , kecuali memperingatkan bahwa pciivikitnya
tdk akan Sembuh-sembuh kalaiiiia semakin sering
ke luar rumah.
l,
Aku pLllll udara segar, dan m,.. nmlku
Perlu dlgerakkail." begitu selalu jawab ayah IIM`ll'l~ 'I
S ll.alu suatu lLIll, ayah mereka meinhaiva iaitu],
~cinu -~.- », .. . - .
. illmclllxl siirka mau pergi ke kcpmh [MJP,
sampai jauli malam [alum juga kemhnh xvllkl" di
ari. sem - ; - .v _ ,. ,
wrtidur dlldt °T“l'l' li Ilir ian Iklan. Ayah Llllflllllkilll
' I* . . ,..-
zwan _ l *Jln-ll IWl-HI' Ilalang. [itlhlh iliiiiana diilii
uw- ~ a . .. .
\lendenJ-;d`t ltblllulhu “mm kemmd" Ydng SIMDA.
I g. 1 u. ii.i Ii-iltçiiil dan (lengan panik ber-
tanya :
"Kalian bersihkan \rllllllll tubuhnya?"
V ` uTenEu 531.11," |-|\\.|l| \nanti dengan dahi me-
wltmylt. Bukankah .wliiiuli lisliili dan pakalilllllytt
i: niih lumpur berbau llllkllls '“°
15
Tak ada :ipa-apa HULIIII Iiiniiiiirl"
"Tidak hlengapu?"
"Juga tidak di sela~si^l.i blllxllt' "
"Disi]a_.i. , . 9 ,
i CHLJHHL Ll :D: Suku' "p" ""'L`““*""“ &Iyeth bukan
= " 'Li - - . .
f at,” t* ~ 9 dl" nlUlHmiiit I.iii.i|i dengan kuku-
.vri/lilrlgkill. lVliiiiivkiii l)l"'l||I lidi tak id
__ r* ' ~ 1 c z a se-
“U “PUPUK sisik ular, misalnya?"
. r ' c. a meng-
Susanti bergidik lalii gelem' Kmp-ah Mi,
H 'fitkan adikn a v - . -. - , . .
IiWi mencertl); pada pulmw" ”m3 dlalaml lwan.
~~ ia an hal-hal yang kemudian mereka
129
alami di kota. Tentang kttraEU-Tagualk akaélk sesah
kematian paman SukaWa lugu kelllatlall a_ ar!
Dikky. Seluruhnya ia ceritakan, Sampai ke mlmPli
nya yang menakutkan itu, kedatangannya [Nida
bapak ajengan minta pertnlullélfln _dan kellludl??
teringat pada raut wajah. laki-laki di dasar calgktlrt
Cepat-cepat ia mengambil [llllllcllklnembuahs e 5a
yang persis dengan wajah lakilaki itu, menunjukkan
nya pada Susanti lalu ia lwtldllyw
"Kau kenal siapa umiii! ini?”
s avril*
***