Post 282 dari 357 dalam IndoSpcnet Wuxia Round Robin.
Home → Forum → Books → IndoSpcnet Wuxia Round Robin. → Post-8027
#282 | ![]() |
justice_121
29 Juni 2004 jam 5:56pm
 
rmz menulis:Ia duduk di ranjang. “Bagaimana? Apakah kau sudah baikan?”. Tatapan matanya tidak lagi liar, melainkan berubah menjadi lembut dan penuh perhatian. Dapat dilihat, pria ini sungguh seorang yang sangat piawai dan berpengalaman dalam merebut hati wanita. “Terima kasih atas perhatian huang shang, sudah semalam ini masih datang menengok chen jie. Tabib istana berkata istirahat dua hari pasti akan sembuh.”. Sosok berjubah kuning itu mulai menyentuh wajah wanita di hadapannya dengan lembut. Sang wanita seakan terpana melihat sorot mata pria di hadapannya. ‘Sorot mata ini tampak begitu akrab...’. Seakan terbuai, ia membiarkan saja jari-jari pria itu membelai-belai wajahnya, matanya memandang lekat mata pria itu. Beberapa saat kemudian ia baru tersadar lalu menarik diri ke belakang dan sedikit menundukkan kepala. “Kenapa?”, tanya pria itu dengan penuh perhatian. “Hah... Aku...”. Ia kemudian tersenyum dan berkata, “Huang shang, chen jie merasa sepertinya akhir-akhir ini anda tampak sedikit berbeda. “. “A? Apanya yang berbeda?”. “Mm... Sepertinya anda tampak lebih muda dan bersemangat.”. “Oh? Benarkah?”. Sosok berjubah kuning itu membelai rambut wanita di hadapannya, lalu tersenyum sambil berkata, “Apa kau tak berharap zhen seperti ini?”. “Bagaimana mungkin... Chen jie sangat gembira. Huang shang adalah nyawa dari seluruh rakyat Song. Sudah seharusnya memiliki semangat naga langit.”. “Mongol dan suku-suku lain di perbatasan semakin kurang ajar saja. Zhen merasa sudah waktunya untuk bangkit dan melawan mereka dengan semangat penuh. Zhen akan membuat mereka semua tahu, Song adalah negara yang kuat dan zhen adalah putra langit yang sejati. Ingin menguasai Song... tak semudah itu!”. Wanita itu tersenyum dan berkata, “Inilah barulah sikap seorang putra langit yang sesungguhnya.”. Sosok berjubah kuning itu menggenggam kedua tangan wanita di depannya dengan mesra. Tanpa sengaja ia meraba nadi wanita itu dan tidak bisa tidak terkejut karena... ‘Wanita ini menguasai wugong, lagipula tenaga dalamnya sangat kuat!!!’, pikirnya. Ia tersenyum, lalu bangkit dan berkata, “Sudah malam. Kau sedang sakit, aku takkan mengganggumu lebih lama lagi. Istirahatlah baik-baik, tak perlu mengantarku.”. Setelah sosok berjubah kuning itu pergi, Jianyin --yang telah berubah wajah menjadi Selir Ma-- menyandarkan dirinya di tepi ranjang dan memejamkan matanya sebentar. ‘Siapa dia sebenarnya? Dia, dan juga pria bercadar di paviliun itu... Mungkinkah mereka adalah orang yang sama? Bukankah dia adalah Pangeran ke-13 Mongol, Temujin? Tapi kenapa... sorot matanya itu... terlalu mirip... sungguh terlalu mirip...’. Selain sorot mata pria yang baru ditemuinya tadi, Jianyin juga teringat akan alis dan mata pria bercadar di paviliun itu. Semakin lama ia merasa bahwa dua orang... atau satu orang?? ini sungguh sangat mirip dengan seseorang. Malam itu Jianyin sama sekali tidak dapat tidur. Ia hanya berbaring sambil mengejap-ngejapkan mata. Ia berusaha mengingat-ingat dengan jelas alis tebal dan mata besar pria di paviliun itu dan berusaha membandingkannya dengan sorot mata Kaisar palsu. Sungguh ingin rasanya ia melihat wajah asli Temujin, dan juga pria bercadar itu. Namun bagaimanapun ia berusaha, pada akhirnya yang terbayang justru wajah seseorang yang lain... seseorang dengan sorot mata yang sama, yang begitu bercahaya, berwibawa, tenang dan cerdik... seseorang yang sangat dikenalnya... Sementara itu Temujin --yang sedang memerankan Kaisar-- setelah kembali ke istananya juga tak habis berpikir. Begitu masuk ke kamar, ia menyuruh semua pelayan dan kasim untuk keluar dan meninggalkannya sendirian. Ia duduk dan menuang secangkir arak lalu meneguknya. Sambil menggoyang-goyangkan cangkir kosong itu ia berpikir, ‘Siapa wanita itu? Masa seorang selir raja memiliki wugong setinggi itu? Jika tadi ia juga tanpa sengaja... dia tentu akan tahu bahwa aku menguasai wugong. Jika begitu maka ia akan tahu bahwa aku bukan Kaisar.’. Temujin mengetuk-ngetukkan cangkir kosong ke meja selama beberapa saat, lalu ia tersenyum tipis. ‘Bagaimanapun ia sangat cantik. Pantas saja Kaisar kura-kura itu menjadikannya selir kesayangan.’. Terbayang adegan saat ia membelai-belai wajah wanita itu beberapa saat yang lalu. Terbayang pula bagaimana wanita itu menatap matanya seakan tersihir. Tak ada yang lebih memabukkan daripada sorot mata wanita cantik yang sedang terpesona seperti itu. Semakin dipikir, ia justru semakin kesal. Bagaimanapun juga ia tak mungkin mengambil resiko ketahuan dan rencana besarnya gagal hanya gara-gara tak kuat menahan nafsu terhadap karya seni indah ini. Keesokan harinya, Temujin pergi ke ruang perpustakaan istana untuk melihat catatan tentang Selir Ma... Kecurigaan Temujin semakin besar. ‘Dengan latar belakang seperti ini, tak sewajarnya ia menguasai wugong. Walaupun bisa seharusnya hanyalah sekedar kungfu kucing berkaki tiga. Tenaga dalam sekuat itu paling tidak harus dilatih belasan tahun. Melihat usianya yang masih muda, seharusnya ia sudah belajar wugong sejak masih kecil!!!’. huang shang = kaisar (untuk panggilan) LUNAS juga.... Kok Temujin jadi mirip Fanta nih, pikirannya ngga bersih |