Post-7532

Post 42 dari 174 dalam Sekedar Renungan

HomeForumGeneral discussionsSekedar RenunganPost-7532

#42
bluenectar 10 Juni 2004 jam 2:48pm  

Hanya Sedikit

Beberapa hari yang lalu aku menerima telepon dari salah seorang teman
kuliahku yang sudah lama sekali tidak pernah terdengar kabarnya.
Pembicaraan yang semula mengenai kegembiraan masa lalu dan acara
wisuda
yang baru saja ia lalui berubah menjadi pembicaraan yang sangat
menyentuh
hati ketika ia bercerita mengenai ayahnya.

Kesehatan ayahnya yang memburuk akhir-akhir ini membuat ia harus
menjalani
rawat inap di rumah sakit.
Karena penyakit yang dideritanya, ayahnya menjadi susah tidur dan
sering
berceloteh sendiri.
Temanku yang sudah beberapa hari terakhir tidak pernah tidur karena
menjaga
ayahnya menjadi jengkel dan berkata dengan ketus pada ayahnya supaya
ayahnya diam dan tidur dengan tenang.
Ayahnya menjawab bahwa ia juga sebenarnya ingin beristirahat karena ia
sudah lelah sekali, dan jika temanku itu keberatan menemani dirinya,
biarlah ia sendiri menjalani perawatan di rumah sakit.

Setelah berkata demikian, ayahnya menjadi tidak sadarkan diri dan
harus
menjalani perawatan di ICU (intensive care unit).
Temanku begitu menyesal atas kata-kata yang tidak selayaknya keluar
dari
mulut seorang anak kepada ayahnya sendiri.

Temanku yang aku kenal sebagai orang yang tegar, menangis tersedu-sedu
di
ujung pesawat teleponku. Ia berkata bahwa mulai saat itu, setiap hari
ia
berdoa agar ayahnya sadar kembali. Apapun yang ayahnya akan katakan
dan
perbuat pada dirinya akan diterima dengan senang hati.
Ia hanya berharap pada Tuhan agar diberi kesempatan untuk memperbaiki
kesalahannya yang lalu, yang mungkin akan disesali seumur
hidupnya.......

Sering kali kita mengeluh ketika menemani atau menjaga orang tua kita
hanya
dalam hitungan tahun, bulan, hari, jam, bahkan dalam hitungan menit.
Tapi pernahkah kita pikirkan bahwa orang tua kita menemani dan menjaga
kita
seumur hidup kita dan seumur hidup mereka.
Sejak lahir hingga dewasa, bahkan hingga tiba saatnya ajal menjemput,
mereka selalu menyertai kita.
Ketika pada akhirnya mereka menghadap Sang Kuasa pun, seluruh kenangan
yang
mereka tinggalkan selalu menyertai selama hidup kita.

Bayangkan betapa hancur hati kedua orang tua kita oleh (hanya) sepatah
kata
yang singkat, "tidak", yang keluar dari mulut kita ketika mereka
berusaha
merengkuh kita dalam pelukan kasih sayang sejati, yang justru sering
kita lihat sebagai sesuatu yang mengekang dan menahan kita untuk terbang
bebas di angkasa.
Entah kata apa lagi yang paling tepat untuk menggantikan kata "tangis"
bila
tiada lagi air mata yang keluar dari kedua mata mereka, karena telah
habis
digunakan untuk menyirami hari-hari dalam kehidupan kita agar terus
tumbuh
dan menghasilkan bunga dan buah yang menyemarakan hari-hari kelam
dalam
roda kehidupan yang terus berputar.

Kita dapat mulai berjanji pada diri masing-masing bahwa sejak saat ini
tiada lagi keluhan yang keluar dari mulut kita ketika menemani dan
menjaga
kedua orang tua kita.
Tiada lagi keluhan yang keluar dari mulut kita ketika merasa meraka
terlalu
memperlakukan kita seperti anak kecil.
Percayalah, di luar sana banyak orang yang tidak seberuntung kita yang
mempunyai orang tua, yang merindukan hal-hal yang kita keluhkan, tetapi
tidak pernah mereka dapatkan.

Sebenarnya, hanya sedetik waktu yang dibutuhkan untuk merenung dan
menyalakan lentera yang akan membimbing kita ke tempat di mana kedamaian
terpendam.
Sekarang tinggal tergantung dari diri kita sendiri, maukah kita
meluangkan waktu yang sangat singkat itu namun besar artinya untuk
sepanjang
perjalanan hidup kita.

Sumber = GCI