Post-19701

Post 6 dari 14 dalam Round Robin ngaco

HomeForumBooksRound Robin ngacoPost-19701

#6 avatar
SoLiDsNaKe 24 Agustus 2005 jam 3:40pm  

ngaco2an kan?


Si saudagar dan centeng2nya menoleh ke arah yang ditunjuk oleh Amoi. Tampaklah dua orang gadis yang mungkin berwajah lugu sedang melewati jalan itu.

"Berhenti!" seru si saudagar.

Kaget, kedua gadis itu berpegangan tangan dengan ketakutan. Kaki mereka tidak lagi melangkah. Tidak pernah mereka mengalami hal seperti ini dan mungkin tidak akan pernah lagi. mBa Yin dan mBa Mon adalah saudara sepupu dalam keluarga besar mBa yang sudah sejak kecil selalu bersama. Satu berhenti, yang lainnya pasti berhenti.

"Berhenti!" seru centeng si saudagar lebih galak dari majikannya.

Kedua gadis tersebut saling pandang. "Eh, ini juga sudah berhenti." kata mereka sambil memutar-mutar telunjuk ke muka si centeng.

"Hm?" si centeng menggaruk kepalanya.

mBa Yin berkata, "Centeng goblok."

mBa Mon menyambung, "Centeng nekat."

"Eh?"

mBa Yin bilang, "Biar kata centeng, mesti banyak belajar."

mBa Mon nyambung, "Goblok kok dipiara?"

"Tapi?"

mBa Yin teruskan, "Buka tuh mata."

mBa Mon ikutan, "Buka! Bukaaa!"

"Weleh, uwis toh, wedoook!" si centeng emosional dan mencabut golok dari sarungnya dan mengayun-ayunkannya dengan piawai.

"Ahhh," mBa Yin dan mBa Mon berpegangan tangan lagi dengan ketakutan.

Tidak sabaran lagi, si saudagar memotong jerit ketakutan dua gadis lugu tersebut. "Sudah! Diam!"

Kedua gadis itu menahan jerit ketakutan mereka dengan pedih. Menjerit ketakutan semestinya adalah hak asasi bagi yang sedang ketakutan. 'Apalagi untuk cewe imut kaya kita kan?' pikir mBa Yin sambil memandang mBa Mon. mBa Mon mengangguk membenarkan. Nelangsa sekali rasanya.

"Hari ini saya berbaik hati," kata si saudagar, "Karena cuma sakit perut, maka cuma satu dari kalian yang harus ikut denganku sebagai pertanggungjawaban."

"Memangnya... memangnya mau diapain?" tanya mBa Mon memelas.

"Saya jadikan pembantu di istana saya," si saudagar menjawab sambil nyengir. Tampaknya ada maksud tersembunyi dalam kata-katanya.

Kedua gadis yang merasa lugu dan imut tersebut saling pandang dengan sedih. Mereka sudah selalu bersama sejak kecil. Suka duka selalu mereka lalui bersama. Tidak ada yang lebih menyayangi mBa Yin daripada mBa Mon, dan tidak ada yang lebih menyayangi mBa Mon daripada mBa Yin. Lautan apipun akan mereka lalui bersama.

Akhirnya dengan berat hati, mBa Mon maju selangkah dan berdiri di depan membelakangi mBa Yin.

mBa Yin kaget dan bertanya, "Mon, jangan..."

Jawab mBa Mon, "Tidak apa2. Aku rela. Sudah takdir..."

"Mon..." air mata menggenang di pelupuk mata mBa Yin. Ia mulai menangis.

mBa Mon juga turut sesunggukan sejenak. Lalu ia memaksa tangisnya berhenti. Menarik nafas sebentar, lalu dengan lancar berkata pada si saudagar, "Saudariku ini sejak kecil sudah hidup bergelimpahan dengan kekayaan. Ia tidak akan tahan menderita. Tapi sesungguhnya adalah impiannya untuk menjadi pembantu. Ia sudah menyiapkan mental sejak dulu dan berlatih agar bisa menjadi pembantu yang baik. Ia ahli memakai alat pel, ia jago mencuci, ia suka menyeterika dan ia pandai memasak. Sudah takdir ternyata hari ini impiannya bisa terkabul. Saya ucapkan selamat untuk kalian yang bisa bertemu dan saling melengkapi seperti ini. Supaya tidak mengganggu lagi, saya permisi sekarang. Ciao."

mBa Mon berjalan pergi dengan badan lunglai dan kecepatan tinggi. Ia sudah hilang dalam sekejap.

Angin sepoi-sepoi menerpa wajah beku mBa Yin.