sebelumnya minta maaf dulu yah kalo sampe ada kata2 yg salah, maksudku cuma mengutarakan pendapat, kalo pada proses itu menyinggung perasaan orang laen, itu sama sekali tidak disengaja.
(soalnya ini bahasnya ttg agama, which could be very sensitive to some).
Hakeem menulis:
misalnya ada dua case:
case 1:
Seorang yatim piatu yang dari bayi sudah ditinggalkan orang tuanya lalu ketika dewasa, karena tidak ada yang mengajari agama atau ajaran kebaikan apapun sehingga akhirnya (karena pada dasarnya manusia pada jahat), otomatis harus hidup di jalan kejahatan...
case 2:
Seseorang yang dilahirkan di keluarga pendeta ato ustad yang notabene keluarga baik-baik yang beragama, sehingga dari balita pun ajaran-ajaran kebaikan baik itu dari Alkitab maupun Quran telah menjadi pedoman hidup atau makanan rohani sehari-hari. tetapi ketika dewasa, ketika orang tuanya menyarankan si anak untuk hidup di jalan kebaikan, tetapi si anak memilih untuk hidup di jalan kejahatan.
jadi nilai case 1 sama dengan case 2 begitu?
Hakeem, aku tebak pasti kamu jawab case 2 nilainya lebih berat daripada case 1 kan? Menurutku, case 1 & case 2 sama beratnya. Tiap orang dilahirkan di dunia dengan naluri. Naluri untuk berbuat baik. Bayi dilahirkan ke dunia dengan polos tanpa dosa. Aku termasuk orang yg percaya bahwa semua orang itu sebetulnya baik, boleh dibilang naif, tapi mending daripada percaya bahwa semua orang itu jahat, kan?

Jadi penjahat sekalipun juga bisa tahu merasa 'bersalah' saat /sesudah melakukan kejahatannya. Tidak usah dilihat dari kacamata agama, dari pandangan moral pun yang namanya membunuh adalah salah. Maka dari itu, kasus kriminal sebaiknya tidak disangkut pautkan dengan hukum agama, tapi hukum civil. Alias, kalau orang melakukan kesalahan, menganut agama apapun, ataupun tidak menganut agama sekalipun, harus dihukum dengan adil.
Hakeem menulis:
cuman ingin menambahkan, menurutku sih, aku setuju kalo agama dibilang sebagai alat. cuman tidaklah sesederhana itu dengan mengatakan "hanya sebagai salah satu alat" (sehingga kesannya tidak compulsory) boleh dibilang agama adalah satu-satunya pedoman bagi manusia untuk mengarungi jalan kehidupan. semisalnya kehidupan manusia adalah padang pasir yang tidak bertepi, maka agama adalah kompas dan air kehidupan...so artinya tanpa agama, manusia boleh dibilang sudah bisa dipastikan 100% akan tersesat hidupnya di padang kejahatan.
hanya mengutip kata-katanya kratingdaeng yang katanya kalo di agama Kristen, Yesus hanyalah satu-satunya jalan untuk masuk surga (di thread ini juga) di Islam pun boleh dibilang hampir sama, Nabi Muhammad adalah satu-satunya jalan menuju kebenaran, bagi umatnya.
Jadi kalau boleh disimpulkan baik di Islam maupun Kristen, seseorang yang tidak beragama, bisa dipastikan 100% akan tersesat ke jalan yang salah, sedangkan seseorang yang beragama itu kemungkinannya masih 50% - 50 % apakah dia akan ended up di jalan kebenaran atau di jalan yang salah tergantung atas pilihan hidupnya sendiri. saya tidak tahu bagaimana di agama Kristen, tetapi di Islam, Allah itu maha pengasih yang membebaskan umatnya untuk memilih jalan hidupnya sendiri
sori kutipannya panjang

soalnya bingung mo mutus di mana.
aku mengatakan agama sebagai alat itu persis karena argumen yang di alinea 2. (Yesus satu2nya jalan, Muhammad juga). Lalu yang betul yang mana? Yang menganut agama Nasrani pasti menganggap Yesus yang betul, yang Muslim jelas percaya Muhammad yang betul. Di sinilah agama2 itu saling berbenturan. Makanya aku bilang sebagai 'alat', itu adalah buat masing2 pribadi untuk membawa dirinya pada kebaikan dan kebenaran. Kalau dengan menganut agama bisa membuat diri menjadi lebih baik, kenapa nggak? Tapi jangan menggugat 'alat' yang digunakan orang lain untuk membuat diri mereka menjadi lebih baik pula.
Soal 50-50 atau 100%, aku juga tidak begitu sependapat. Karena aku orang yang beragama, aku percaya, bahwa memeluk agama atau tidak, Tuhan akan memelihara. Jadi tiap orang, beragama atau tidak, punya chance 50% untuk menjadi jahat atau baik, termasuk yang tidak beragama. Tuhan tetap mengasihi dan membukakan jalan walaupun kita berpaling. Cuma kita saja yang sering tidak menyadarinya.