Meteor, Kupu-Kupu, Pedang

HomeForumKomentar BacaanMeteor, Kupu-Kupu, Pedang

Komentar untuk Meteor, Kupu-Kupu, Pedang


Halaman 1 2 3 4 5 6 sesudah
#1 avatar
wiro212 28 September 2008 jam 10:29am  

:) Bagus juga teruskan ceritanya yaaaah

#2
elfenan 29 September 2008 jam 9:12am  

Wah, ini lagi ada cerita dari master Khu Lung. Oh, indozone, sekarang lagi demam Khu Lung!!!

#3 avatar
elangbara 5 Oktober 2008 jam 2:41pm  

sungguh penasaran, sungguh penasaran, tak sabar untuk terus melenggang membaca....

#4 avatar
ansari 6 Oktober 2008 jam 12:39pm  

Kalau dilihat dari ejaannya, sepertinya ini diambil dari yang versi Bahasa Inggris, ya? Tapi setahu saya versi Bahasa Inggris novel ini belum ada yang tamat di Internet. Apakah Bung Danivn punya lengkap novel ini? Soalnya saya sangat mengharapkan bisa membaca novel ini sampai tamat. Trims atas dimuatnya novel ini.

#5 avatar
danivn 6 Oktober 2008 jam 5:42pm  

Dear All dan juga Ansari-heng

Keseluruhan kisah ini terdiri dari 29 bab. Saya baru menyelesaikan satu bab... Itu pun saya kerjakan di libur puasa/idul fithri ini.

Penamaan bab di sini hanya versi saya untuk memudahkan pembaca versi online mengenali tokohnya.

Konflik dan intrik baru akan terasa di bab ke 3 (buku asli). Bab 1 & 2 relatif baru pengenalan karakter dan tokoh serta upaya menciptakan konflik yang akan meledak di akhir kisah.

Meteor, Butterfly, & Sword (MBS) ini salah satu dari beberapa karya khu lung yang saya suka karena ending dipersiapkan dengan matang, intrik diangkat dengan sempurna, latar belakang dan konflik kejiwaan tokohnya digambarkan dengan baik.

Karya Khu Lung lain yang endingnya sempurna misalnya Elang Terbang di Bulan Sembilan (ETBS)/Rahasia Mo Kau Kaucu. Puas kita membacanya.

Buat saya, MBS merupakan gabungan ETBS dan Siau Li si Pisau Terbang. Di sini romantisme khu lung yang mendayu puitis ala Siau Li bisa kita rasakan di bagian-bagian awal, kemudian tempo bercerita berubah menjadi cepat dan penuh kejutan di bab-bab akhir.

Versi cinemanya (Killer Clans) berlangsung cepat dan dahsyat. Sementara versi TV Series-nya agak menjemukan di depan (karena memang bab-bab awal pengenalan tokoh dalam bukunya pun agak mendayu) dan baru dahsyat di bagian belakang ala ETBS.

Apa pun, akan saya coba selesaikan penulisan MBS ini sampai tuntas *). Buat yang baru membaca kisahnya, harus hati-hati mencermati setiap karakter yang muncul guna bisa mengikuti jalan cerita dan twist di akhir kisah.

Sodjah,

*) atau saya mulai teruskan pada bab yang ansari-heng belum temukan? (artinya begitu pula umumnya yang belum dibaca teman2 lain) Sebutkan saja babnya. Teknisnya mudah, akan saya upload misalnya dengan judul MBS Chapter-xx, sehingga yang belum baca chapter sebelumnya ya jangan baca dulu. Gimana?

#6 avatar
ansari 7 Oktober 2008 jam 11:14am  

ah, nggak usah meloncat-loncat, bung danivn. yang begini saja sudah bagus kok. saya tunggu posting berikutnya. sepertinya lumayan lancar nih.... hehehe

#7 avatar
fary 8 Oktober 2008 jam 11:32am  

Hmmm satu lagi kisah pilihan dari dani-heng... rupa-rupanya dani-heng dan ansari-heng punya satu kesamaan: sama-sama hanya memuat kisah pilihan... beruntung sekali pembaca indozone...

tapi ada satu yang mengganjal nih dani heng, istilah (untuk nama) pada kisah ini pake pinyin ya? Kayaknya aku lebih sreg kalo hokkian.... mungkin hanya faktor kebiasaan ya?

tapi ceritanya oke... dulu udah pernah baca, tapi penasaran liat gimana versinya dani....

#8 avatar
akbar_y_putera 8 Oktober 2008 jam 1:09pm  

dear dany heng dan ansari heng

saya mau tanya dan 'curhat' tapi jangan diketawain yah.. malu nih :(
sebenarnya saya sangat suka sekali dengan karya khu lung, meski yang saya tahu masih sedikit dangkal, seperti :
- golok halilintar
- panji sakti
- dll, saya lupa.
dimana dikisah ini, saya melihat/membaca tokoh utamanya digambarkan sakti luar biasa, yang mulai tidak bisa silat, menjadi tokoh yang luar biasa dengan tingkat kepandaian yang tinggi sekali. namun setelah saya membaca (sebagian saja, kalo nggak boleh dibilang di bagian awal dan akhir saja, karena saya kok melihat li sun huan si pisau terbang), kok saya jadi sedikit 'ill feel' maaf, karena tipe saya tipe tokoh utama yang super power, dengan tenaga dalam yang tinggi, dan ilmu yang tepat sebagai wadah penyalur tenaga dalam tingkat tinggi tadi.
yang ingin saya tanyakan, apakah si pisau terbang li sun huan itu memang mempunyai kepadaian yang hebat, namun tidak bisa dibilang "wahh"???
apakah li sun huan ini sama seperti ceritanya chiu liu siang, pendekar harum, yang kepandaiannya tidak digambarkan dengan luar biasa?
kenapa yah? apakah yang disebut dengan intrik yang luarbiasa, dengan ending yang luarbiasa kalo si tokoh utamanya sebenarnya bisa dikalahkan, namun musuhnya ingin merasakan lihai nya pisau terbang, terus akhirnya musuh tersebut jadi kalah? (kurang lebih di bagian akhir ETBS, seperti itu). berarti sebenarnya tokoh utamanya bisa dikalahkan dong?

mohon petunjuk, karena saya jujur juga masih penasaran dengan cerita li sun huan ini

regards

Yudha

#9 avatar
danivn 8 Oktober 2008 jam 2:04pm  

ansari menulis:
ah, nggak usah meloncat-loncat, bung danivn. yang begini saja sudah bagus kok. saya tunggu posting berikutnya. sepertinya lumayan lancar nih.... hehehe
He he ... ini karena libur aja lho, ntar kalo udah mulai kerja? :o ndak ngerti juga ni...

#10 avatar
danivn 8 Oktober 2008 jam 2:19pm  

fary menulis:
Hmmm satu lagi kisah pilihan dari dani-heng... rupa-rupanya dani-heng dan ansari-heng punya satu kesamaan: sama-sama hanya memuat kisah pilihan... beruntung sekali pembaca indozone...
Mungkin sy lebih suka kualitas aja kali ya ketimbang kuantitas...

Buku2 khu lung misalnya, di lemari buku di rumah gak semua awet tersimpan lho! (seperti kapal layar pancawarna, juga seri-2 terahir empat alis dan pendekar harum dimana endingnya pada kedodoran) lenyap entah kemana dan saya ndak terlalu perduli.

Yang saya jaga dan awet tersimpan hanya buku-buku masterpiece aja. Selebihnya? Wassssalammmm...

Kalo gak, lemari buku segudang pun gak akan muat. Buku-buku sampah walau dari pengarang ternama sekali pun mending out! :p

<lha iya lah, saya lebih suka disebut kolektor buku2 (silat) bermutu, bukan kolektor empat alis, atau khu lung, atau lainnya>

fary menulis:
tapi ada satu yang mengganjal nih dani heng, istilah (untuk nama) pada kisah ini pake pinyin ya? Kayaknya aku lebih sreg kalo hokkian.... mungkin hanya faktor kebiasaan ya?

tapi ceritanya oke... dulu udah pernah baca, tapi penasaran liat gimana versinya dani....

Berhubung film dan mini serienya gak pake hokian ya disesuaikan aja supaya mudah membandingkannya...

Versi sy? Wah! Tapi okelah, tolong dinilai ya mendingan versi yang mana :p

Salam,

#11 avatar
danivn 8 Oktober 2008 jam 8:44pm  

Dear Yudha-heng, sy jawabnya gak langsung ke Li Sun Hoan ya...

Mungkin Anshari-heng atau lainnya punya jawab langsung ke Li Sun Hian... tapi sekurangnya ini jawaban dari sudut pandang saya.

Boleh kan?

Sebelumnya mungkin perlu dipahami bahwa kita bisa menggolongkan segala sesuatu di dunia ini asalkan jelas kriteria penggolongannya. Misalnya, “manusia” bisa dibedakan berdasarkan krtiteria usia menjadi anak2, dewasa, dan orangtua.

Objek yang sama, “manusia”, berdasarkan jenis kelamin bisa dibedakan atas lelaki dan perempuan (ada juga sih banci yang lelaki nggak, perempuan juga bukan).

“Manusia” berdasarkan berat badan bisa kita bagi lagi menjadi kurus, gemuk, atau sedang, dst.

Maka, dengan logika sama, saya ingin menggolongkan cersil dengan kriteria penggambaran ilmu silat (lwekang, ilmu meringkankan tubuh, dst). Karenanya, kalau ada yang menggolongkan cersil dengan kriteria lain, ya silahkan saja.

Tapi dalam bahasan ini, saya menggolongkan cersil berdasarkan penggambaran ilmu silatnya itu tadi.

Dalam menggambarkan ilmu silat, maka ada cersil yang seperti dongeng: manusia bertempur di pucuk-pucuk bambu, belajar ilmu silat dari seekor rajawali raksasa, ada rajawali yang bisa ditunggangi segala (wuaah gede bener!), atau ratusan ular yang bisa diperintah oleh manusia (seperti Nagin ya). Pokoknya, kita tahu itu mustahil dalam kehidupan nyata. Untuk penggambarannya di film pun perlu trik khusus.

Tapi ada juga cersil yang menggambarkan “ilmu silat” secara lebih natural, kepandaian bisa didapatkan setiap manusia asalkan berlatih dengan baik, seperti keahlian Bruce Lee yang mampu melompat lebih tinggi dari rata-rata orang, memukul dengan cepat, tepat, akurat. Tapi ya tidak seperti dongeng. Melempar pisau pun wajar saja, asal dilatih dengan baik pasti bisa, begitu juga dengan pedang, golok, parang, dll.

Dalam titik ekstreem, Sin Tiau Hiap Lu misalnya masuk kategori pertama. Sementara Meteor Butterfly Sword (BMS) masuk kriteria kedua. Kalau dalam film tidak perlu trik khusus seperti film-filmnya Jacky Chan (atau Bruce Lee itu tadi). Ya itulah, maka “ilmu silat”-nya disebut kungfu, setara dengan karate, yudo, dsj.

Lebih suka yang mana? Tentu tergantung selera. Tidak ada yang bisa memaksa harus suka duren atau tidak suka duren, kan? Lha wong selera kok!

Bicara superhero, misalnya, saya tidak suka superman, X-man (manusia srigala), atau Fantastic-4 (manusia api), juga Batman versi lama (karena terlalu khayali). Saya lebih suka Batman dua versi terakhir, lebih human. Batman tetap manusia, kesaktiannya hanya karena terbantu alat-alat canggih. Selebihnya, ya dia manusia.

Maka begitulah, dalam karya Khulung, ilmu silat tokohnya jarang ada yang se-super seperti Chin Yung dalam pengertian lweekang dan ilmu meringankan tubuhnya seperti dewa bertempur di pucuk-pucuk pohon liang-liu. (Walau, tetap aja, ada juga buku Khulung yang tokohnya seperti itu, dan ini yang biasanya oleh para penggemar cersil disebut sebagai “cersil pakem lama” ala Chin Yung dan Liang-I-Shen. Atau, kalau di Indonesia: Kho Ping Ho).

Dalam menerjemahkan MBS pun saya menggunakan kata kungfu. Artinya, dia setara dengan karate, capoira, yudo, aikido, dll, dimana Yudha-heng saya jamin bisa melatihnya. Tidak seperti ilmu silat yang dimiliki Yoko, dimana Yudha-heng mustahil mencapainya.

Anehnya, film Khulung yang penggambaran di bukunya lebih banyak adalah “kungfu”, di film menjadi “ilmu silat” dimana untuk membuat adegannnya pasti perlu tali temali supaya bintang filmnya bisa berterbangan guna memuaskan daya hayal dan visual penontonnya. Bintang film yang suka trik ini contohnya: Ti Lung.

Penggemar Ti Lung beda dengan penggemar Fu Shen misalnya. Karena film2 Fu Shen ya mengandalkan “kungfu” semata, seperti juga film2 Jakcy Chan.

Suka yg mana?

Ya namanya juga selera!

Dan ini jawaban versi saya lho. Yang lain mau kasih jawaban versi berbeda ya monggo.

Kepala sama berbulu, pendapat berbeda-beda toh?

Sodjah!

(Nb: Li Si Pisau Terbang, dengan kriteria penggolongan "thema yang dikandungnya" saya kelompokkan dalam cersil yang psychological-warfare dan, untuk ini, perlu satu ulasan panjang tersendiri lagi)

#12 avatar
kuku_kebo 10 Oktober 2008 jam 10:05am  

Ini apa betul karya Gu Long? kok niru habis Godfather sih? ada yg bisa jelasin? Trms

#13 avatar
Otto 11 Oktober 2008 jam 1:44pm  

Mantap..Keren banget sejauh ini..Liat judulnya kayaknya terinspirasi ama Bukunya Dee "Supernova"(Putri, pangeran dan bintang jatuh)..Heheh :)

#14 avatar
elangbara 14 Oktober 2008 jam 3:26pm  

kerennn banget. rasanya harus diperbanyak nih sedekat bab-nya, biar makin haus nih membacanya, hhiihhi.... orgasmik deh!

#15 avatar
danivn 14 Oktober 2008 jam 4:06pm  

kuku_kebo menulis:
Ini apa betul karya Gu Long? kok niru habis Godfather sih? ada yg bisa jelasin? Trms
Ansari-heng atau rekan lain, bisa bantu menjelaskan ini?

[Kalau saya yang jawab takut subjektif... saya akan bela mati2an cersil ini, lha wong ini salah satu favorit saya, mustika yang saya jaga dan jarang teruar dikalangan dunia per-cersil-an :) ]

#16 avatar
danivn 14 Oktober 2008 jam 5:07pm  

danivn menulis:
elangbara menulis:
kerennn banget. rasanya harus diperbanyak nih sedekat bab-nya, biar makin haus nih membacanya, hhiihhi.... orgasmik deh!
Sabar ya :( soalnya tahapannya lumayan juga:

1. Memindahkan ke Bahasa Indonesia

2. Seperti "ilmu pedang", maka "ilmu kalimat" juga harus diterapkan.

Artinya, sekali kalimat berkelebat, dia harus cepat, tepat, singkat, akurat, dan efektif tanpa harus kehilangan gaya Khu Lung .

3. Maka, setiap kalimat yang digunakan harus "habis dibaca dalam satu helaan nafas" guna memenuhi kriteria "ilmu kalimat" sebagaimana nomor dua tadi.

Kalimat yang saya maksud "harus dan hanya" terdiri dari satu anak-kalimat dan satu induk-kalimat. Kalau aslinya Khu Lung terlalu panjang, maka pecah dalam beberapa kalimat.

4. Menilai apakah yang diungkap Khu Lung ada relevansinya dengan keseluruhan cerita. Terus terang, terkadang khulung suka berpanjang-panjang dan sedikit ngelantur.

5. jika betul ngelantur, langsung editor's cut.

6. menambahkan alasan logis manakala Khu Lung tidak cukup memberi alasan atas tindakan tokohnya.

Contoh butir 5: adegan Wen Hu dan Wen Bao setelah melapor ke Lao Bo selesai melakukan tugas, ada dialog panjang ini. Saya menilai, ini hanya kesenangan khu lung menggambarkan "istri" dan "perkawinan". Karena hanya berpanjang-panjang dan menurunkan tempo penceritaan, maka saya buang. Dialog itu kurang lebih begini:

*

Wen Bao tidak berani berkata apa-apa lagi, hanya menunduk dan keluar dari taman.

Sekeluarnya dari taman, Wen Hu baru berani menepuk pundak adiknya. “Tidak perlu bersedih, kau pun sudah waktunya menikah. Setelah menikah, lambat laun kau bisa menilai bahwa mempunyai istri bukan hal yang buruk, tapi bisa membawa manfaat.”

Wen Bao uring-uringan, “Manfaat? Apa manfaatnya?”

“Kata orang, walau punya uang atau tidak, saat malam dingin dan pulang ke rumah, kau bisa segera naik ke ranjang dengan istri yang hangat menantimu. Ia pasti tidak akan mengusirmu dari ranjangmu.” jelas Wen Hu.

Wen Bao membantah, “Sekarang pun banyak selimut hangat menantiku, bahkan tiap malam aku bisa berganti sesukaku!”

“Tapi selimut-selimut itu bukan hanya kau yang punya. Sebaliknya, seorang istri akan selalu menyediakan selimut hangat untukmu seorang.”

“Aku juga ingat satu kalimat,” Wen Bao tetap tidak terima, “apa kau pernah dengar?”

“Kalimat apa?”

“Bila setiap hari kau ingin makan telur, tidak harus piara ayam betina di rumahmu buat bertelur!”

Wen Hu tertawa. “Sebenarnya punya istri pun seperti makan nasi bungkus.”

“Maksudmu?” tanya Wen Bao.

“Tentu kau bisa makan di rumah. Tapi kalau bosan, kau masih bisa berganti-ganti selera di luar sana!”

Wen Bao tertawa, hanya sebentar, dahinya sudah berkerut lagi. “Sebenarnya aku pun sudah ingin menikah, tapi kalau istri seperti harimau, bagaimana?”

“Aku ingat satu kalimat,” sahut Wen Hu, “Perempuan seperti seekor kuda, lelaki adalah penunggangnya. Asalkan lelaki punya teknik menunggang yang baik, biar pun kuda itu sangat liar, akhirnya pasti jinak juga. Kau suruh ke barat, ia tidak akan berlari ke timur.” Sampai di sini ia tertawa, “Sifat kakak iparmu pun sangat jelek, tapi sekarang...”

“Apa kakak ipar sudah berubah?”

Wen Hu mengangkat kepala dengan bangga. “Sedikit demi sedikit kakak iparmu sudah mengerti siapa yang jadi kepala keluarga.”

Belum habis perkataannya, seorang perempuan tinggi besar keluar dari semak-semak. Sepasang matanya yang besar memelototi Wen Hu, bentaknya, “Coba ulangi, siapa yang jadi kepala keluarga?”

Wen Hu seketika seperti ayam jantan kalah tarung. Senyum tak senyum ia berkata, “Ya, tentu, kaulah kepala keluarga...”

*

Ngelantur kan? Apalagi wen hu dan wen bao pun tidak muncul lagi dan langsung mati terbunuh.

Maka, karena mengurangi/menurunkan tempo penceritaan, berlakulah editor's cut.

["Penurunan tempo penceritaan" ini sedapatnya saya hindari karena khawatir pembaca gagal mencapai orgasmik, eh orgasme, eh klimaks :p ]

Contoh butir 6: buat yang punya/pernah baca bukunya, silahkan berbagi ya... mungkin fary-heng bisa membantu di sini

Karena saya melakukan rangkaian aktivitas di atas itulah, maka saya menyebutnya "re-write" bukan menerjemahkan.

Salam,

#17 avatar
elangbara 16 Oktober 2008 jam 10:03am  

wuih! penjelasan Danvind keren, lengkap dan panjang.
memang, pemotongan antar-alinea terkadang menimbulkan efek keras, tangkas, dan tuntas. tapi beberapa penurunan kalimat menjadi aline juga terkesan memberi "jeda", tidak dalam satu tarikan napas, tapi menjadi dua.

tapi apa pun, salud deh, punya kemampuan me-rewrite yang luar biasa. aku percaya, jika kemampuan itu digunakan untuk menulis cerita mandiri, pasti hasilnya pun akan tetap bercahaya.

lanjut terus, ya? dinanti, sepenuh hati.

elangbara
http://rumahputih.net

#18 avatar
danivn 16 Oktober 2008 jam 11:57am  

elangbara menulis:
wuih! penjelasan Danvind keren, lengkap dan panjang.
memang, pemotongan antar-alinea terkadang menimbulkan efek keras, tangkas, dan tuntas. tapi beberapa penurunan kalimat menjadi aline juga terkesan memberi "jeda", tidak dalam satu tarikan napas, tapi menjadi dua.

elangbara
http://rumahputih.net

Iya, disadari memang masih ada yang "lebih dari satu helaan nafas".... Mmmm "kalo ilmu pedang" masih kalah sama sebun juisoat... "ilmu pisau" masih kalah sama Siauw Li... artinya, masih harus belajar lagi nih ... :((

Terimakasih untuk info rumah putihnya, sudah sempat liat sekilas, mungkin akan lebih rajin bertandang... lain kali kalau bertandang pasti lama menikmati "kalimat-kalimat indah memabukkan" di sana... pasti enak betul dibaca sambil ditemani seguci dua guci arak...

I'll C U when I C U

#19 avatar
incognito 17 Oktober 2008 jam 2:59pm  

Waduh,sekali baca sy langsung penasaran.....
Sambung terussss.................... :))

#20 avatar
elangbara 18 Oktober 2008 jam 7:08pm  

ini namanya nikmatul interuptus, nikmat tapi nanggung, hihiihi... lanjutttsss..

Halaman 1 2 3 4 5 6 sesudah