Alien Vairus Coronama Adventure (1)

HomeForumKomentar Cerita PendekAlien Vairus Coronama Adventure (1)

Komentar untuk Alien Vairus Coronama Adventure (1)


#41 avatar
AangB370 1 Juli 2020 jam 12:19pm  

Cerita baru yg mantap suhu. Bila mengambil setingnya dibumi akan terasa ganjil atau aneh tpi ini critanya diplanet lain jadi ga terasa aneh. Salut buat suhu nur dan terus brkreatifitas dg crita yg brani tampil beda dan kadang keluar dri pakem cersil pda umumnya. God job dan lanjut. Tuntaskan . . .

#42
Nurslamet 1 Juli 2020 jam 3:49pm  

Terima kasih, Suhu. Saya hanya mencoba berkreatifitas aja dengan membuat terobosan cerita yang berbeda dari yang sudah ada atau yang populer. Bila ada yang menilai cerita ini bagus saya sangat bersyukur. Tetapi bila dinilai jelek memang begitu faktanya. Semua kembali kepada selera para Suhu. Tidak ada cerita yang bagus atau jelek, semua tergantung suka atau tidaknya. Pengarang wuxia terkenalpun tidak bisa menjamin karyanya menjadi populer dan disukai banyak orang. Karya yang bagus belum tentu disukai dan karya yang biasa-biasa saja kadang menjadi populer. Semua kembali kepada minat para pembaca dan itu menjadi pekerjaan rumah bagi para pengarang untuk menggali apa yang disukai dan apa yang tidak disukai oleh para pembaca.

#43 avatar
RudyNW 2 Juli 2020 jam 3:49am  

Lanjut suhu. Menunggu update baru

#44
Nurslamet 2 Juli 2020 jam 4:02am  

Alien Vairus Coronama Adventure (12)

Di tempat lain. Masih di dalam keraton Kencana Kumala. Prabu Wong A Gung duduk merenung di kamar pribadinya. Janggut, kumis dan rambutnya yang putih kontras dengan keadaan kamar yang redup dan terkesan remang-remang. Sang prabu tampak sedang berpikir keras. Suasana kamar yang temaram membantu sang prabu lebih fokus pada renungannya.

"Black Night keluarlah," kata sang prabu dengan suara parau.

Dari balik tirai sutra sesosok tubuh samar berpakaian hitam muncul dan entah kapan pindahnya tahu-tahu sudah berdiri di samping sang prabu.

"Hamba, Gusti," kata sosok samar hitam sambil menjura. Wajahnya tertutup kain hitam. Hanya sepasang matanya saja yang terlihat samar.

"Bagaimana perkembangan di luar?" tanya sang prabu pada pengawal pribadinya.

"Edison masih hidup, Gusti. Putri Meymei menjaga dan melindunginya dengan baik. Namun hamba tetap khawatir karena pangeran tertua terus mengirim para pembunuh bayaran yang tangguh untuk membunuhnya," lapor Black Night.

Sang prabu menghela nafas berat. "Wu Han bagaimana keadaannya?" tanya sang prabu.

"Pangeran muda tidak bisa hamba dekati karena di bawah pengawasan Ki Siluman. Hamba sebisa mungkin menghindari kontak phisik dengan Ki Siluman. Bagi hamba keselamatan Gusti Prabu di atas segalanya. Saat ini pangeran tertua dan para pengawal atau orang-orangnya belum menyentuh Gusti Prabu karena Gusti tidak mengusiknya. Namun itu hanya masalah waktu. Cepat atau lambat pangeran tertua akan bertindak. Hamba sudah menyurati saudara-saudara angkat hamba untuk ikut dan berpihak pada Gusti Prabu bila kudeta itu terjadi," kata Black Night.

Sang prabu kembali menghela nafas berat. Wajahnya semakin muram. Anak angkatnya yang menjadi tumpuan harapannya saat ini sedang diburu oleh para pembunuh bayaran. Anak bungsunya entah masih hidup atau sudah mati di dalam penjara bawah tanah. Anak gadis satu-satunya tidak tertarik pada pemerintahan dan enggan berada di keraton.

"Ada yang ingin hamba laporkan mengenai permaisuri, Gusti Prabu...."

"Apa?"

"Permaisuri sudah berhasil menguasai ilmu sihir Voodook dan bulan purnama yang sepuluh hari lagi akan datang permaisuri akan menggelar upacara ritual persembahan kepada iblis Jahin dengan mengorbankan seorang gadis perawan, Gusti!" lapor Black Night.

Gigi sang prabu gemeretak. Tangannya mengepal dan wajah suramnya merah padam menahan amarah. Perasaan sang prabu campur aduk. Marah, kesal, kecewa dan sedih. Lengkap sudah penderitaannya. Putra tertuanya telah membuatnya menjadi bangkai hidup. Anak bungsunya dijebloskan ke penjara bawah tanah dan anak angkatnya diburu oleh para pembunuh bayaran. Dan kini godam kembali menghantam hatinya. Permaisuri sudah bersekutu dengan iblis Jahin, sang penguasa kegelapan yang sudah memporakporandakan berbagai peradaban. Iblis Jahin dituding sebagai penyebab kehancuran peradaban Nexus, Crimus dan Apolus. Peradaban yang sangat maju dan menguasai berbagai teknologi canggih itu kini hanya tinggal nama. Hancur dan hanya menyisakan puing-puing misterius di berbagai tempat yang banyak diburu oleh orang-orang yang menginginkan kesaktian super dengan cara instan. Warisan kitab, pusaka dan benda-benda lain peninggalan para pengikut iblis Jahin banyak diburu dan diperebutkan oleh para pendekar yang menginginkan kehidupan abadi yang diyakini orang yang telah mencapai atau mendapatkannya tidak akan mati dan hidup selamanya. Awet muda serta mempunyai kesaktian level dewa. Walau resiko atau konsekuensinya sangat berat, harus bersedia menjadi abdi atau budak iblis Jahin dan mengabdi padanya serta mematuhi perintahnya, namun semuanya sebanding atau sepadan dengan apa yang bisa didapat bila berhasil lulus dari ujian sang iblis. Lemah, tua dan mati adalah kodrat manusia dan sudah menjadi ketetapan ilahi, namun manusia enggan menerimanya. Bila ada cara keluar dari siklus itu, berapapun harga yang harus dibayar, maka manusia akan menempuhnya. Dan iblis Jahin hadir membawa solusinya. Maka manusia berbondong-bondong menjadi budaknya. Permaisuri adalah salah satu orang yang berhasil mendapat warisan dari pengikut iblis Jahin dan mempelajarinya. Tekad kuat sang permaisuri yang tidak mau menjadi tua, lemah dan mati membuatnya berhasil lulus ujian sang iblis dan akan diangkat menjadi pengikutnya setelah upacara ritual yang mengorbankan seorang gadis yang masih perawan.

#45
Nurslamet 2 Juli 2020 jam 4:05am  

Sudah, Suhu. Bagian (13)nya dan versi lengkapnya (satu chapter penuh) bila tidak ada halangan diunggah besok.

#46 avatar
RudyNW 3 Juli 2020 jam 4:28am  

Up suhu

#47
Nurslamet 3 Juli 2020 jam 4:44am  

Alien Vairus Coronama Adventure (13)

Kamera kita alihkan ke tempat lain. Masih di dalam keraton Kencana Kumala. Di sebuah kamar yang mewah, luas, harum dan wangi sebuah tempat tidur berkelambu sutra yang disulam benang emas dan bertirai kain putih yang tembus pandang sesosok wanita berpakaian hitam duduk bersila dalam posisi meditasi. Di depannya duduk seorang wanita cantik berpakain sutra mewah bersulam benang emas dan bertabur pernak pernik dari batu mulia. Sang wanita berpakaian hitam wajahnya tertutup cadar. Aura magis dan misterius mengelilingi tubuhnya. Ada kesan angker dan perasaan seram di hati setiap orang yang menatapnya. Bulu kuduk akan meremang bila terus menatapnya seakan sang wanita berpakaian hitam adalah monster menakutkan yang datang dari alam lain. Namun sang wanita cantik yang duduk di depannya seakan tidak merasakan perasaan angker atau seram.

"Guru, ada gerangan apa guru memanggil murid?" tanya wanita cantik berkulit putih yang terlihat wajahnya masih muda. Orang akan menebak usianya sekitar 30 tahun.

"Cleomatra, muridku. Aku merasakan aura asing telah datang ke planet ini. Aura itu sangat samar dan halus namun aku masih bisa merasakannya. Aura itu seperti tidak asing bagiku. Walau samar dan dia menyembunyikan aura aslinya tapi aku masih bisa mendeteksinya. Musuh besar kita telah tiba. Kamu harus cepat menyempurnakan ilmumu agar kamu menjadi makhluk abadi dan tidak bisa mati atau dibunuh oleh siapapun. Aku akan terus mengawasi musuh besar kita. Bila keadaan mendesak kita tidak akan menunggu bulan purnama tiba. Sepuluh hari lagi waktu yang lama sementara musuh besar kita sudah ada di luar. Sangat dekat dengan kita. Aku akan membantumu langsung untuk menjadi manusia abadi. Kamu adalah harapanku yang akan membantuku menyingkirkan musuh besarku," kata sang wanita berpakaian hitam yang masih dalam posisi duduk bermeditasi.

"Apakah musuh kita sedemikian kuatnya hingga guru harus cemas? Bukankah guru adalah ratu penguasa kegelapan yang memiliki kuasa tiada tanding?" tanya wanita cantik yang tidak lain adalah sang permaisuri. Istri prabu Wong A Gung.

"Aku memang makhluk abadi yang tidak bisa mati, tetapi dikehidupanku sebelumnya musuh besar kita dengan curang dan menggunakan tipu muslihat berhasil menyegel dan memenjarakan jiwaku. Aku harus menderita dan terkurung ratusan tahun sampai kamu datang membebaskan aku. Sekarang dia kembali datang dan aku yakin sudah mengendus keberadaanku tapi kali ini aku tidak akan tertipu lagi. Aku akan memusnahkan jiwanya atau paling tidak memenjarakannya di suatu tempat yang tidak ada seorangpun yang bisa menolongnya," kata sang wanita berpakaian hitam dan ketika kalimat terakhirnya terucapkan aura misterius di sekujur tubuhnya meningkat drastis. Emosi dan kemarahannya serta dendam kesumatnya pada musuh besarnya yang telah menyegel dan memenjarakannya ratusan tahun begitu berbekas di hatinya. "Ada yang harus aku ingatkan ketika kamu berhadapan dengannya. Dia cerdik dan culas. Di samping ilmunya tinggi, dia juga seorang super jenius. Bila hanya berperang ilmu kesaktian saja aku sanggup mengalahkannya, tetapi menghadapi otak kancilnya aku sedikit kewalahan. Saat itu aku lengah dan terpedaya masuk dalam jebakannya yang berakibat ragaku hancur dan jiwaku tersegel dan terpenjara. Tapi aku belum kalah. Dia menang karena curang. Sekarang, di perang babak ini aku tidak akan jatuh dua kali pada lubang yang sama. Curang harus dibalas curang dan siasat harus dibalas taktik. Aku sudah mengatur strategi untuk membunuhnya," tegas wanita bercadar hitam. Aura membunuh yang begitu pekat dan kuat menyelimuti tubuhnya. Namun aura itu tidak bisa keluar jauh dari tubuhnya seakan tertahan dinding gaib. Rupanya wanita bercadar hitam berusaha menyembunyikan dirinya dengan memasang pelindung dan penyembunyi aura. Dia tidak ingin musuh besarnya mengendus dan mendeteksi keberadaannya sebelum semua persiapan untuk menghadapinya selesai.

#48
Nurslamet 4 Juli 2020 jam 4:17am  

Alien Vairus Coronama Adventure (14)

Masih di keraton Kencana Kumala...

Ruangan pengap nan redup itu terlihat suram. Tidak ada lampu penerang. Cahaya yang masuk dan sedikit menerangi ruangan itu berasal dari ventilasi udara yang terhubung keluar. Namun pembaca jangan berpikir ventilasi udaranya sebesar jendela kamar. Itu sangat salah. Yang benar hanya sebesar lubang jarum dimana ujungnya yang terhubung ke dunia luar ditutupi penutup khusus yang meredam suara namun bisa diterobos cahaya dan udara dari luar. Lubang ventilasi super mini itu memang sengaja didesain sedemikian rupa agar siapa pun yang ada di dalamnya masih bisa mendapat udara dan cahaya walau sangat minim. Bila tidak ada lubang ventilasi maka bisa dipastikan siapa pun yang dikurung di dalamnya tidak akan bisa bertahan hidup lama dan akan mati lemas kehabisan oksigen. Soal mati lemas karena kekurangan oksigen itu hanya masalah waktu karena oksigen yang masuk pun sangat minim. Si perancang ruangan itu seakan sengaja membunuh siapa pun yang di kurung di ruangan itu secara pelan-pelan. Mati lemas kekurangan oksigen!

Di tengah ruangan sesosok tubuh terpasung di pasung khusus. Tangan, kaki dan lehernya terkunci sebuah logam hitam yang terlihat tidak biasa. Rambut panjang yang awut-awutan, jubah hitam yang robek di sana sini serta darah yang masih menetes dan telah menganak sungai di bawah kakinya menambah kengerian bagi siapa saja yang memandangnya. Erangan halus tertahan nyaris tidak terdengar. Erangan yang bernada putus asa, kemarahan dan dendam. Namun erangan itu juga terdengar seperti erangan orang yang akan mati atau dalam kondisi sekarat.

Di tengah keputusasaannya sosok yang terpasung dikejutkan dengan munculnya sebuah gambar hologram seorang remaja lelaki seusianya.

"Bertahanlah, sob. Bantuan tidak lama lagi akan datang. Sabar dan bertahan. Orang-orang yang sukses di dunia ini adalah orang yang sabar dalam berusaha dan bertahan di masa-masa sulit. Yakinlah bulan purnama akan bisa kamu tatap lagi asal kamu bisa bertahan. Bertahan untuk tetap hidup!" kata sosok hologram yang terkesan sok kenal dan sok dekat dengan gaya tengil dan ucapan yang juga terkesan ngawur.

"Si... Siapa ka... kamu?" tanya sosok terpasung dengan susah payah.

"My name is Alien. Alien Vairus Coronama. Nama lainku Alcovid," sahut sosok hologram yang tidak lain adalah hologram tokoh kita. "Aku tidak bisa panjang lebar karena yang panjang belum tentu lebar dan yang lebar belum pasti panjang. Yang jelas, tidak semua orang suka yang panjang dan membenci yang lebar. Aku akan datang bila saatnya tiba. Jadi yakinlah kamu akan terbebas bila telah tiba saatnya. Sekarang sabar dan bertahanlah. Ingat, siang akan berganti malam. Musim kemarau akan berganti musim hujan. Muda akan menjadi tua. Nenek-nenek akan kembali cantik bila dioperasi plastik. Akhirul kata, buah semangka dalam lemari. Sampai jumpa lagi nanti!" selesai berkata yang tidak jelas, hologram Al lenyap.

Sosok terpasung yang tidak lain dan tidak bukan adalah Raden Wu Han, putra bungsu prabu Wong A Gung, dalam kesakitannya yang luar biasa terpana. Untuk sejenak dia melupakan rasa sakitnya dan beralih memikirkan sosok hologram yang baru saja lenyap dari pandangannya. Sosok asing yang baru dilihatnya itu seakan tahu banyak tentang dirinya termasuk kegemarannya menatap bulan purnama. Walau ucapan sosok asing yang mengaku bernama Alien Vairus Coronama alias Alcovid ngaco dan ngawur, namun sejatinya itu suatu kebenaran. Wu Han merasa apa yang dikatakan Al bahwa dirinya akan bebas dan kembali menjalani kehidupannya adalah suatu kebenaran yang harus ditebusnya dengan sabar dan bertahan. Matahari terbit setelah malam berakhir dan bintang bersinar di malam hari adalah suatu kebenaran. Semuanya berjalan sesuai jadwal yang telah ditetapkan Sang Pencipta. Malam tidak akan mendahului siang. Begitu juga sebaliknya. Semua akan tiba bila saatnya telah sampai. Dirinya juga akan bebas bila waktunya tiba. Memikirkan hal itu, rasa sakit yang diderita Wu Han sedikit berkurang. Ada cahaya harapan yang bersinar di hatinya. Dirinya hanya tinggal menunggu dengan sabar malam berakhir dan keyakinan pagi akan datang setelah malam berakhir tumbuh kuat di hati Wu Han.

#49
Nurslamet 5 Juli 2020 jam 5:49am  

Alien Vairus Coronama Adventure (15)

Kita kembali ke Al dan Edi. Tubuh keduanya melayang turun dan mendarat dengan mulus di atas puncak sebuah gunung berbatu dengan tebing terjal dan jurang yang dalam hingga tidak terlihat dasarnya. Burung-burung ukuran raksasa beterbangan di angkasa. Awalnya jumlah mereka sedikit namun beberapa burung keluar dari persembunyiannya dan ikut bergabung. Semakin lama jumlah mereka semakin banyak.

"Bersiaplah untuk bermain-main dengan mereka. Ini saat yang tepat untuk berlatih mengendalikan kecepatan dan menguji sampai dimana penguasaanmu terhadap ilmu yang sudah kamu miliki. Ingat, walau kamu mampu membunuh mereka tetapi jangan dilakukan. Membunuh mereka hanya akan mengundang rajanya datang dan level kamu belum sampai untuk menghadapinya," kata Al sambil mengeluarkan bungkusan camilan dari balik bajunya.

"Apakah mereka akan menyerang kita?" tanya Edi dengan sikap waspada. Walau kembarannya planet bumi, planet Mubi tetaplah planet asing bagi dirinya. Terlalu banyak hal yang tidak dia ketahui dan dimengerti dari planet yang sekilas 100% mirip planet bumi. Apa yang ada di dalamnya, para penduduknya serta hal lainnya belum Edi ketahui. Jadi dia harus bertindak hati-hati dan waspada.

"Jawabannya akan kamu ketahui sesaat lagi. Jangan kemana-mana. Tetap di tempatmu berdiri," kata Al bak seorang presenter terkenal.

Di angkasa jumlah burung raksasa semakin banyak. Sayap mereka yang terbentang lebar menutup sinar matahari. Bila dilihat dari bawah langit seakan tertutup awan hitam. Kaakkk! Kaakkk! Demikian suara mereka nyaring menggetarkan gendang telinga. Tatapan mereka terfokus pada dua manusia yang ada di bawah mereka.

"Kaakk kakk kaakk?" tanya seekor burung pada temannya.

"Kak kakakk kakk kak!" sahut temannya.

(Pengarang garuk-garuk kepala karena gak ngerti bahasa burung. Karena yang baca semua bukan burung, gimana kalau kita translate ke bahasa manusia. Oke gaess?! Ayu ridi?!)

Mode translate bahasa burung ke bahasa manusia diaktifkan!

"Siapa dua makhluk jelek di bawah itu?" tanya seekor burung pada temannya.

"Gak tau, bro. Mungkin mereka alien," sahut temannya.

"Daging mereka kayaknya enak. Gimana kalo kita sate aja mereka?" usul burung yang pertama ngomong sambil meneteskan air liur.

"Setuju, bro. Kebetulan dari kemarin aku belum makan," sahut burung kedua.

"Wahai teman-temanku, dengarkan aku!" kata seekor burung yang terlihat paling besar dan paling kuat di antara mereka. "Tempat kita sudah kedatangan tamu tidak diundang dan aku yakin mereka bermaksud tidak baik pada kita. Setiap kedatangan manusia, ada saja dari kita yang ditangkap dan dijadikan budaknya. Jadi tunggangannya. Hal ini tidak bisa dibiarkan. Kita harus memberi pelajaran pada mereka. Kita tangkap mereka dan dagingnya kita makan. Bagaimana kawan-kawan? Setuju?!"

"Setujuuu....!!!" koor para burung.

"Kalau begitu, let's go! Serbuuu....!!!" komando burung yang paling besar sambil duluan menukik ke arah Al dan Edi diikuti kawan-kawannya.

"Mereka menyerang kita," kata Edi dengan wajah pucat.

"Terus masalahnya apa?" tanya Al cuek sambil mengunyah camilannya.

"Jumlah mereka terlalu banyak," sahut Edi dengan tubuh menggigil dan badan gemetar.

"Terus aku harus bilang wow atau woles, gitu?" kata Al tetap cuek.

Edi tidak sempat membalas perkataan Al karena para burung telah sampai dan langsung menyambar mereka. Kuku-kuku dan paruh mereka yang runcing dan setajam silet siap mengoyak dan merobek tubuh mereka.

Edi melompat dan bermaksud lari ke sebuah gua yang terlihat agak jauh dari tempatnya berdiri. Namun para burung seakan mengerti dan bisa membaca pikiran Edi. Beberapa burung menutup jalan sambil terus menyerang Edi.

"Help! Help!" teriak Edi sambil melompat ke sana kemari menghindari cakar dan paruh para burung. Tubuh Edi berubah seperti bayangan dan gerakannya lebih cepat dari para burung. Sepintas orang tidak akan menyangka bahwa Edi sedang diburu oleh para burung. Yang terlihat oleh mereka, Edilah yang mengejar-ngejar para burung!

#50
Nurslamet 6 Juli 2020 jam 10:38am  

Alien Vairus Coronama Adventure (16)

Disaat Edi berjuang menyelamatkan diri dari paruh dan cakar para burung, Al telah berteleportasi dan muncul di dalam gua yang akan dituju Edi. Dengan santainya tokoh kita yang gemblung itu menonton Edi yang sedang kalang kabut sambil mengemil.

"Help! Help!" teriak Edi sambil terus melompat kesana kemari. Gerakan Edi semakin lama semakin sulit diikuti mata pendekar biasa. Tubuhnya terlihat seperti bayang-bayang. Para burung yang berusaha melukai Edi semakin geram dan meningkatkan kecepatan serangannya. Tubuh Edi bergerak di antara para burung dan membuat para burung pusing tujuh keliling. Tubuh mereka menjadi lepas kendali dan hilang keseimbangan. Mereka bertabrakan di udara dan jatuh ke tanah bagai daun kering yang gugur ke bumi.

Edi yang melihat para burung bertabrakan dan berjatuhan segera menghentikan gerakannya. Edi berdiri kaku dengan nafas memburu. Jantungnya berdetak cepat. Dia begitu ngeri melihat cakar para burung yang mirip kuku T-rex. Belum lagi paruhnya yang terlihat seperti sabit baja yang sangat tajam. Edi membayangkan bila cakar dan paruh para burung mengenai tubuhnya maka anggota tubuh yang terkena akan terpotong putus dan bila cakarnya mengenai perutnya maka usus-ususnya akan tercerai berai. Membayangkan hal itu maka tidak ada pilihan bagi Edi selain lari dan menghindarinya. Dalam ketakutannya Edi tidak menyadari bahwa dirinya bergerak secepat kilat dan tubuhnya seringan kapas. Edi jugalah yang telah membuat para burung kehilangan keseimbangan dan bertabrakan hingga berjatuhan. Dalam benak Edi itu pasti ulah Al yang menyerang para burung dari tempat tersembunyi.

"Hebat, bro. Hebat!" kata Al yang tahu-tahu sudah berdiri tidak jauh dari Edi.

"Hebat, hebat palalu peyang. Aku nyaris mati di kaki para burung. Kau malah menghilang. Apa begitu sikap seorang sahabat?" rungut Edi kesal. Edi merasa Al sengaja membiarkan dirinya dikejar-kejar para burung. Walau akhirnya Al membantunya, tetapi beberapa menit dibiarkan diburu para burung membuat Edi kesal. Bagaimana bila dalam beberapa menit itu dirinya terbunuh oleh para burung?

"Tenang, bro. Tenang...." kata Al berusaha mendinginkan suhu hati Edi yang sedang membara dibakar api kekesalan.

Sejenak kita beralih ke angkasa. Seekor burung raksasa berbulu merah melayang mendekati puncak gunung di mana Al dan Edi berada. Di punggungnya seorang gadis seusia Edi bertubuh kurus dan rambut dikuncir panjang duduk mengendalikan burung. Tatapan sang gadis yang setajam burung elang melihat dengan jelas adegan tubuh para burung bertabrakan dan jatuh ke tanah.

"Hm, siapa kedua orang itu. Gerakan mereka sangat cepat. Mungkin aku bisa mencari informasi dari mereka," gumam sang gadis sambil memerintahkan burung tunggangannya turun.

Burung raksasa berbulu merah segera turun menukik dan mendarat dengan mulus tidak jauh dari Al dan Edi. Kepakan sayapnya yang masih terbentang menciptakan pusaran angin yang menerbangkan dedaunan dan debu di sekitar tempatnya mendarat.

Sang gadis melompat turun dan berdiri dengan gagahnya. Ujung jubahnya terangkat oleh angin dari kepakan sayap burung tunggangannya. Rambut panjangnya yang terkuncir tergerai ke punggungnya. Bila diperhatikan dengan seksama, di ujung rambut yang terikat dengan pita merah terdapat sebuah benda mirip pisau. Bedanya, bila pisau hanya memiliki satu sisi tajam sementara benda yang terikat di rambut sang gadis tajam di kedua sisinya dan runcing di ujungnya.

Al dan Edi yang sedang bersitegang terkejut melihat sang gadis yang datang tanpa diundang.

"Siapa kalian?" tanya sang gadis sambil menatap Al dan Edi bergantian.

"Harusnya aku yang bertanya. Aku dan temanku ini sudah ada di puncak gunung ini sebelum kamu datang. Jadi menurut teori, aku yang harus bertanya padamu, who are you?" kata Al balik bertanya.

"Lancang mulutmu. Kamu rupanya belum tahu siapa aku," sahut sang gadis yang terlihat marah dengan sikap Al.

"Kamu ini pagimana sih. Aku mana tahu kamu lha wong kamunya aja belum menjawab pertanyaanku. Kamu kira kamu artis atau gadis yang lagi viral hingga dikenal banyak orang. Ngaca dong kamu ini siapa. Kamu gadis biasa kan yang belum pernah muncul di televisi dan bikin video heboh. Jadi wajar aja kalau aku gak kenal kamu," cerocos Al gantian memarahi sang gadis.

Wajah sang gadis merah padam. Namun bila dipikir-pikir omongan Al ada benarnya juga. Bagaimana Al bisa mengenalnya bila dia belum memperkenalkan diri.

"Namaku Lie Na," kata sang gadis menyebutkan nama.

"Siapa? Jackie Chan?" Al terkejut.

"Lie Na, keparat!" amarah sang gadis kembali meledak.

"Lina Kevarat. Nama yang bagus," puji Al.

Sang gadis menepuk jidatnya...

#51
Nurslamet 8 Juli 2020 jam 5:46am  

Alien Vairus Coronama Adventure (17)

"Betewe, ada maksud apa kamu mencariku? Perasaan kita baru bertemu sekarang deh. Jadi gak mungkin aku yang menghamili kamu. Bila kamu menuntutku untuk bertanggung jawab, sorry, kamu salah orang. Aku ini orang jurdil, tapi aku tidak akan menolong kamu dalam masalah ini. Orang lain makan nangkanya, masa aku yang harus makan kulitnya," cerocos Al pada sang gadis.

Sang gadis melotot pada Al. Dia terkejut dengan sikap dan gaya bicara Al yang asal jeplak alias asal bunyi.

"Heh, kadal jelek. Jaga ucapanmu bila tidak ingin lehermu putus!" hardik sang gadis. Rambut panjangnya yang dikuncir dan tajam ujungnya sedikit terangkat seakan rambut itu hidup atau bernyawa dan siap siaga untuk menyerang Al.

"Enak aja bilang gue kadal jelek. Lah elu lebih jelek dari gue," protes Al yang tidak terima dibilang kadal jelek.

"Bangsat!" emosi sang gadis meledak tak tertahankan. Seketika tubuhnya berubah menjadi bayangan dan wuusss... Kilauan cahaya keperakan menghujani tempat Al berdiri.

"Gadis gila ya, bro. Masa dia menyerang tempat tadi gue berdiri. Padahal gue kan di sini. Di samping elu," kata Al yang sudah berdiri di samping Edi yang masih mengatur nafasnya yang mulai stabil dan tidak ngos-ngosan lagi.

"Sebenarnya siapa dia?" tanya Edi yang sudah kembali pulih dari kelelahannya setelah diuber-uber para burung.

"Entahlah. Kan kita baru bertemu dengannya. Jadi kita belum tahu siapa dia. Yang jelas, tadi dia bilang namanya Lina. Tapi berhubung dalam cerita ini meniru wuxia dan biar kayak nama tokoh dari luar namanya ditulis Lie Na. Itu aja kan yang kita tahu, selebihnya masih misteri seperti dari mana dia berasal. Siapa orang tuanya. Sudah punya pacar atau belum. Dan lain sebagainya. Kita belum tahu, bro...." cerocos Al dengan gaya tengilnya yang tidak lucu.

Sang gadis yang menyadari dirinya menyerang tempat kosong menjadi semakin murka. Tubuhnya kembali melesat ke arah Al. Al cepat berlindung ke belakang Edi dengan harapan sang gadis menyerang Edi dan mereka bertarung. Bila itu terjadi Al bisa kembali santai dan bisa ngemil. Namun skenario Al tidak berjalan sesuai harapannya. Ujung benda tajam yang ada di ujung rambut sang gadis seakan punya mata dan berbelok melewati Edi kemudian menukik ke Al. Al cepat pindah ke depan Edi namun benda itu kembali berbelok dan melesat ke Al. Al terus pindah mengelilingi Edi namun benda tajam di ujung rambut sang gadis terus mengikuti dan memburunya.

Edi yang baru pulih dari shock-nya kembali 'olah raga jantung'. Matanya dengan jelas melihat benda tajam di ujung rambut sang gadis melintas beberapa sentimeter dari lehernya. Bila dirinya bergerak maka lehernya pasti akan putus. Benda tajam itu terus melintas mengejar leher Al yang bergerak mengelilinginya. Bila kendali sang gadis pada senjatanya buruk, maka bisa dipastikan leher Edi sudah tersambar. Beruntungnya kendali sang gadis pada senjatanya sangat baik, bahkan sempurna. Senjata itu hanya mengejar Al saja yang menjadi sasaran atau targetnya. Edi yang bukan targetnya diabaikannya. Namun meskipun begitu, bila Edi bergerak sedikit saja maka tamatlah riwayatnya. Menahan diri untuk tidak bergerak atau kaku seperti patung dan melihat dengan jelas benda tajam itu melintas beberapa sentimeter dari lehernya membuat kengerian tersendiri bagi Edi. Kengerian yang jauh lebih dahsyat ketika dirinya dikejar-kejar cakar dan paruh para burung. Saat itu Edi bisa bergerak bebas dan melarikan diri, namun sekarang Edi terkunci. Lintasan benda itu teramat cepat hingga tubuh Edi seakan terkurung dan kecil kemungkinan untuk dirinya bisa keluar. Satu-satunya cara konyol yang beresiko tinggi agar dirinya tidak terkena sambaran benda tajam itu adalah diam dan tidak bergerak bagai patung.

#52
Nurslamet 8 Juli 2020 jam 12:14pm  

Alien Vairus Coronama Adventure (18)

"Hadapi aku, bangsat. Jangan berlari terus seperti seorang pengecut!" teriak Lie Na. Kemarahannya semakin memuncak. Namun Al terus berlari menghindari serangan senjata Lie Na.
"Bila kamu terus menghindar, aku bunuh temanmu!" ancam Lie Na dengan harapan Al mau bertarung dengannya. Dalam pikiran Lie Na, Edi tidak sekuat Al dan Al tidak akan membiarkan dirinya membunuh Edi. Namun andai Lie Na tahu Al makhluk aneh, dirinya tidak akan berpikir begitu. Bukannya mencemaskan keselamatan Edi, Al malah merasa senang karena itulah keinginan dia. Edi bertarung dengan Lie Na!

Al malah sengaja seperti mempermainkan Lie Na. Dia terus saja berlari mengelilingi Edi. Hal itu tentu saja membuat Lie Na semakin marah dan kalap. Karena Al menjadikan Edi sebagai perisai atau perlindungan, maka satu-satunya cara agar Al tidak bisa lagi berlindung di balik tubuh Edi adalah dengan membunuh Edi.

Berpikir begitu, Lie Na mengubah arah serangan. Ujung benda tajam yang terikat pada ujung rambutnya melesat ke arah leher Edi.

Edi, yang sekujur tubuhnya sudah bermandikan keringat, melihat dengan jelas pisau tajam itu bergerak ke arah lehernya. Ketakutan Edi semakin memuncak. Dirinya tentu saja tidak ingin mati konyol, mati sia-sia dan mati begitu saja.

Dalam ketakutannya yang luar biasa, Edi melompat menghindar. Mata pisau lewat dan gagal membunuh Edi. Namun seperti dikatakan di atas, mata pisau bagai punya mata dan bernyawa. Benda tajam itu melenting berputar dan kembali menyambar leher Edi. Edi kembali melompat dan berlari menghindar, namun senjata Lie Na terus mengejarnya. Cerita kini berubah. Lie Na malah menguber-uber Edi!

Kita lihat tokoh kita. Disaat arah serangan mata pisau berubah arah dan menyerang Edi, Al melompat menjauh dan duduk dengan santainya di sebuah batu besar. Dikeluarkannya makanan ringan dari balik bajunya dan tanpa menghiraukan Edi yang sedang berjuang di antara hidup dan mati, Al malah ngemil dan menonton Edi dan Lie Na yang bagai kucing mengejar-ngejar tikus.

"Jangan terlalu banyak melompat, bro. Badannya jangan kaku begitu. Rileks aja. Ya begitu. Tetap pertahankan posisi itu," kata Al bak seorang komentator terkenal mengkomentari gerakan Edi yang dinilainya terlalu kaku. "Kamu juga Lin lebih cepat lagi menyerangnya. Gerakanmu terlalu lambat. Temanku jangan dikasi hati nanti dia minta bibir. Keluarkan semua kepandaianmu. Anggap saja temanku itu pria yang telah menghamilimu tapi dia tidak mau bertanggung jawab. Jadi jangan ragu-ragu untuk menghajarnya," kata Al pada Lie Na.

Lie Na dan Edi yang mendengar komentar Al sontak hatinya membara. Edi yang merasa Al sengaja ingin melihatnya terbunuh menjadi sangat kesal pada Al. Lie Na merasa Al sedang mempermainkannya dan kemarahannya pada Al sudah melampaui ambang batas. Entah sengaja atau tidak, lebih tepatnya entah sudah janjian atau tidak, Edi dan Lie Na menghentikan acara kejar-kejaran mereka dan berbalik menghadap Al yang duduk santai sambil ngemil menonton mereka. Tubuh Edi dan Lie Na terlihat mengeluarkan api tanda mereka sedang marah.

Grrrr!!!

Edi dan Lie Na menggeram dan secara bersamaan mendorongkan kedua telapak tangan mereka kearah Al. Segera suara menderu bagai ada gelombang tsunami maha dahsyat menderu ke arah Al. Al yang terkejut dan tidak menduga akan ada adegan seperti itu tidak sempat menghindar. Yang bisa dilakukannya adalah melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan Edi dan Lie Na. Mendorongkan kedua telapak tangannya kedepan. Segera suara gemuruh bagai ada ombak tsunami keluar dari telapak Al dan melesat menyambut serangan gabungan Edi dan Lie Na.

Duuaaarrr!!!

Ledakan dahsyat menggema memecah keheningan. Batu-batu beterbangan. Tebing terjal yang menjulang di sekitar mereka runtuh bergemuruh dihantam gelombang kejut yang tercipta sesaat setelah ledakan. Para burung yang baru pulih dari pusingnya dan akan bangkit terpental jauh. Namun burung tunggangan Lie Na sempat terbang dan lolos dari hantaman gelombang kejut.

#53 avatar
Xo_man9 8 Juli 2020 jam 12:51pm  

Dobel apdet. Mantepp. . .

#54
Nurslamet 8 Juli 2020 jam 3:11pm  

Kemarin tidak sempat update, Suhu. Jadi dobel.

#55 avatar
Shio_may 8 Juli 2020 jam 3:31pm  

Kamsia suhu..... tambah lagi....

#56
Nurslamet 8 Juli 2020 jam 4:28pm  

Alien Vairus Coronama Adventure (19)

Tubuh Al terpelanting dan nyungsep ke tanah. Sementara Edi dan Lie Na terlempar ke udara. Edi bisa melihat dengan jelas tubuh Lie Na yang dihantam gelombang kejut. Terangkat dan terlempar ke udara. Tubuh Lie Na melesat bagai peluru ke angkasa. Namun dalam pandangan Edi semua kejadian itu berlangsung sangat lambat hingga Edi bisa melihat kronologisnya secara detail termasuk darah yang menyembur dari mulut Lie Na.

Edi menyambar dan menangkap tubuh Lie Na kemudian membawanya turun. Dalam sekejap Edi yang membopong Lie Na sudah berdiri tidak jauh dari Al yang baru bangkit.

Kesadaran Lie Na yang hampir hilang kembali pulih setelah merasakan ada aliran energi asing yang masuk ke tubuhnya. Aliran energi tak dikenal itu berasal dari tubuh Edi dan memasuki tubuhnya melalui kontak kulit. Dalam sekejap energi asing itu memperbaiki dan menyembuhkan organ dalam tubuhnya yang terluka akibat terkena hantaman gelombang kejut.

"Kampret! Kalau mau nyerang gue bilang dulu. Jangan asal serang aja. Kalau lu bilang dulu kan gue bisa menghindar," gerutu Al sambil menepuk-nepuk debu dari pakaiannya.

Edi yang masih membopong Lie Na berdiri linglung. Dirinya seperti mimpi. Adegan yang barusan dialaminya seakan tidak nyata.

Hal yang sama dialami Lie Na. Seumur hidupnya baru kali ini ada cowok yang menyentuhnya. Bahkan tidak tanggung-tanggung membopongnya. Lie Na bisa merasakan tangan Edi yang menahan tubuhnya dan detak jantung Edi yang bertalu-talu. Lie Na baru menyadari bila kepalanya menempel ke dada Edi. Untuk sesaat kedua insan beda kelamin itu tidak tahu harus berbuat apa. Adegan yang mereka alami sekarang sungguh diluar nalar mereka. Tidak terbayang sebelumnya dan melintas dalam pikiran bahkan di dalam mimpi sekalipun adegan itu tidak ada sebelumnya. Semua terjadi begitu saja.

Lie Na perlahan mendongak menatap Edi. Seperti sudah janjian, Edi pun menunduk menatap Lie Na. Mata Lie Na yang hijau bening beradu tatap dengan sepasang mata Edi. Itulah kali pertama pandangan mereka beradu dalam nuansa baru. Wajah keduanya spontan memerah.

"Ehem..." Al berdeham.

Kedua remaja bagai tersengat listrik. Kesadaran mereka kembali pulih. Edi perlahan menurunkan Lie Na. Mereka berdiri berdampingan seperti suami istri.

"Namaku Alien Vairus Coronama alias Alcovid. Kamu bisa memanggilku Al. Yang berdiri di sampingmu sahabatku. Namanya Edi," kata Al memperkenalkan diri serta Edi. "Oh ya, apa maksudmu datang menemui kami?" tanya Al dengan nada serius.

Lie Na memperbaiki dulu posisi tubuhnya sebelum menjawab pertanyaan Al.

"Aku sedang mencari kakakku. Namanya Lie Chik atau orang mengenalnya dengan gelar Lie Si Pedang Terbang. Apakah kamu tahu dimana dia berada?" tanya Lie Na pada Al.

"Maaf, aku tidak tahu di mana kakakmu," jawab Al.

Sejenak suasana hening. Kekakuan menyelimuti mereka. Amarah di hati Lie Na lenyap tak berbekas. Begitu pula kekesalan di hati Edi.

"Sebenarnya tadi kita berantem masalahnya apa, ya? Kok aku ra mudeng?" tanya Al pada Edi dan Lie Na.

"Entahlah," sahut Edi.

Lie Na hanya mengangkat bahunya. Dia sendiri pun tidak tahu dan bingung. Mereka bertikai tanpa tahu apa sebenarnya yang mereka permasalahkan. Semua terjadi begitu saja.

"Kalian mau kemana?" tanya Lie Na memecahkan kekakuan di antara mereka.

"Kami pengembara dari jauh. Datang ke negeri ini tanpa tujuan. Hanya sekedar berkelana," jawab Al.

"Hm, kalau begitu gimana kalau kalian ikut aku ke desa Kali," tawar Lie Na.

"Baiklah. Aku ikut...." sahut Al cepat.

Lie Na bersuit dan burung merah raksasa turun dan mendarat tidak jauh dari mereka.

"Ayo naik!" ajak Lie Na sambil duluan naik ke punggung burung tunggangannya diikuti Al dan Edi.

Beberapa saat kemudian burung merah raksasa itu mengudara dan terbang cepat membelah angkasa...

#57
Nurslamet 9 Juli 2020 jam 6:56pm  

Alien Vairus Coronama Adventure (20)

Hutan Bambu Kuning....

Di tengah lebatnya hutan bambu kuning sebuah rumah panggung berdiri dengan kokohnya. Bila dilihat dari atas rumah panggung itu tidak terlihat karena tertutup pucuk-pucuk bambu kuning yang seperti sengaja menutupi atap rumah panggung agar tidak terlihat oleh orang-orang yang melintas di atasnya. Di planet Mubi burung raksasa adalah kendaraan umum yang banyak digunakan. Burung raksasa lebih populer daripada kuda atau kendaraan sejenis. Kelebihan burung yang bisa terbang adalah bisa menjangkau atau mendatangi tempat-tempat yang sulit dicapai oleh kendaraan lain seperti kuda dan pedati atau kereta kuda. Penghuni rumah panggung itu seperti sengaja menyembunyikan diri dari dunia luar. Selain atap rumah yang ditutupi pucuk-pucuk bambu, tidak ada jalan yang bisa dilalui untuk menuju ke rumah panggung itu. Lalu bagaimana penghuni rumah keluar dan masuk?

Siang itu, di atas Hutan Bambu Kuning terbang seekor burung raksasa berwarna hitam. Bila melihat dari paruh dan cakarnya burung itu mirip elang, namun sejatinya bukan. Di planet Mubi hidup ratusan spesies burung raksasa. Mereka hidup di puncak-puncak gunung dan tempat tersembunyi lainnya yang sulit dijangkau. Perburuan besar-besaran burung raksasa oleh para pendekar berilmu tinggi yang bekerja sama dengan para pawang profesional membuat beberapa spesies yang masih tinggal di alam bebas menjadi semakin sedikit dan sulit ditemukan. Para pendekar berilmu tinggi dan para pawang yang mengkhususkan diri menangkap burung raksasa liar untuk dijinakan kemudian dijual dengan harga yang cukup tinggi adalah profesi yang terhormat di planet Mubi. Hasil tangkapan mereka yang sudah dijinakan dan bisa dikendarai orang lain banyak diminati oleh para bangsawan dan kaum berduit. Harga yang mahal masuk akal karena untuk menangkap dan menjinakannya diperlukan sumber daya yang tidak sedikit. Di samping tentu saja mempertaruhkan nyawa karena sebelum bisa dijinakan para burung adalah makhluk liar yang buas dan bisa membunuh siapa saja yang berani mengusiknya. Selain dari para pemburu profesional, burung raksasa bisa diperoleh dari hasil berburu sendiri. Burung raksasa para pendekar sakti kebanyakan dari hasil berburunya sendiri.

Kita kembali ke burung raksasa hitam yang terbang berputar-putar di atas Hutan Bambu Kuning. Di punggungnya duduk dua remaja putera dan puteri. Mata mereka dengan jeli mengawasi dan memindai keadaan di angkasa. Sebelum turun mereka harus memastikan tidak ada yang mengikuti atau mengawasi mereka.

"Sepertinya tidak ada yang mengikuti atau mengawasi kita, Meymei..." kata remaja putera yang tidak lain adalah Edison dan remaja puteri adalah Meymei.

"Iya. Kita aman dan bisa turun," sahut Meymei.

Usai berkata, Meymei bersiul tiga kali dengan siulan menirukan suara burung. Beberapa saat kemudian di bawah terlihat pucuk-pucuk bambu kuning bergerak menjauh atau lebih tepatnya terbuka dan sebuah rumah terlihat. Burung yang dikendarai Meymei menukik turun dan mendarat di depan rumah. Sesaat setelah kaki burung menginjak tanah, pucuk-pucuk pohon bambu kuning kembali menutup.

Meymei dan Edison melompat turun. Di depan pintu rumah panggung telah berdiri seorang wanita dewasa berpakaian serba putih. Rambutnya disanggul rapi. Pakaian putihnya dari sutra bersulam benang emas yang membentuk aneka bunga. Usia wanita itu susah ditebak. Walau terlihat seperti wanita berusia 40 tahun, tetapi usia sebenarnya kemungkinan lebih dari itu.

"Bunda!" seru Meymei sambil menghambur ke pelukan wanita dewasa yang berdiri di ambang pintu. Sesaat mereka berpelukan.

"Bunda bersyukur kalian selamat," kata wanita dewasa itu sambil melirik Edison.

"Salam Ibu Ratu," kata Edison sambil menjura. Sikap Edison begitu takzim pada wanita dewasa yang dipanggil bunda oleh Meymei.

"Ayo masuk!" ajak wanita dewasa itu sambil duluan masuk diikuti Meymei dan Edison.

Keadaan di dalam rumah tertata rapi. Lantai beralaskan karpet hijau. Ada beberapa kursi, meja dan rak buku. Dua kamar tidur. Ruang tamu dan dapur. Tirai penutup pintu kamar dari sutra berenda. Begitu juga tirai penghalang dapur. Beberapa buku tersusun rapi di rak buku. Kebanyakan buku adalah buku novel cerita silat. Di sampul salah satu buku tercetak nama pengarang dan judulnya. Nur S. Sada. Di bagian paling bawah buku ada keterangan: Cerita dalam novel ini berdasar bacaan yang tayang di indozone.

Edison dan Meymei duduk di kursi menghadap meja pualam putih yang begitu bening hingga bayangan mereka terlihat di permukaan meja seakan mereka sedang bercermin.

#58
Nurslamet 10 Juli 2020 jam 5:15pm  

Alien Vairus Coronama Adventure (21)

Wanita dewasa keluar dari dapur membawa nampan berisi ceret kuning keemasan, tiga cawan dan sepiring camilan kemudian meletakannya di meja.

"Kalian harus lebih hati-hati dan waspada. Firasat bunda semakin tidak enak," kata wanita dewasa sambil menuang air anggur merah ke dalam tiga cawan.

"Iya, Bunda. Banyak pembunuh bayaran yang menginginkan kematian Edison," sahut Meymei sambil menghela nafas.

"Bukan cuma Edison, kamu juga Meymei. Bunda yakin kamu juga sudah menjadi target mereka. Kalian harus hati-hati. Jangan mudah percaya pada orang yang baru kalian kenal. Siapa tahu mereka adalah pembunuh bayaran yang sedang menyamar dan menunggu kalian lengah," kata sang wanita sambil duduk di depan Edison dan Meymei.

"Lalu apa yang harus ananda lakukan sekarang, Bunda?" tanya Meymei dipenuhi kebingungan.

"Untuk sementara kalian aman di sini. Tapi bukan untuk selamanya. Firasat Bunda juga mengatakan madu Bunda pasti akan terus mencari Bunda dan cepat atau lambat, tempat ini pasti akan ditemukan. Tapi kalian tidak perlu khawatir Bunda sudah menyiapkan jalan untuk meloloskan diri bila tempat ini ditemukan oleh orang-orang yang bermaksud tidak baik pada kita," kata sang wanita mendamaikan hati Meymei dan Edison.

Meymei akan bicara lagi namun dia melihat Bundanya mengangkat tangan tanda menyuruhnya untuk diam. Dilihatnya Bundanya memejamkan mata tanda sedang berkonsentrasi.

Kaakkk!!!

Wuussss....

Meymei dan Edison mendengar lengking suara burung yang begitu nyaring dan terdengar suara melintas di atas pucuk-pucuk pohon bambu tepat di atas rumah panggung yang mereka diami.

"Aneh, raja burung Kakau mengejar burung Redthunder," gumam sang wanita sambil membuka matanya.

"Mungkin mengejar para pemburu yang datang untuk menangkap anak-anaknya, Bunda..." tebak Meymei.

"Bisa jadi. Oh, sial. Pengendara Redthunder berputar-putar di sekitar tempat ini. Apa maksudnya," gerutu sang wanita dengan raut kesal. Dalam pikirannya Hutan Bambu Kuning sangat luas dan mereka tidak sengaja melintas di atas tempatnya, tetapi pikiran sang wanita dimentahkan karena pendengarannya yang tajam bisa mendengar bila sepasang burung yang melintas di atas rumahnya berputar-putar di sekitar rumahnya. Apakah hanya kebetulan belaka atau memang pengendara burung Redthunder tahu kalau di situ ada rumah.

Disaat ketiganya diam dalam kebingungan dan tidak tahu apa yang harus diperbuat, tiba-tiba... Braakkk!! Terdengar benturan keras di udara dan... Braaasss... terdengar suara benda jatuh menerobos pucuk-pucuk pohon bambu kuning tepat dimana tadi Edison dan Meymei masuk.

Sejenak kita mundur beberapa saat ke belakang...

Burung merah yang membawa Lie Na, Edi dan Al baru saja mengudara dan terbang dengan kecepatan penuh ketika tiba-tiba seekor burung yang lebih besar terbang mengejar mereka.

"Oh, shit!" umpat Al yang mengenali burung yang mengejar burung yang ditungganginya. "Raja burung Kakau mengejar kita. Pasti dia marah karena anak-anaknya banyak yang terluka karena ledakan tadi. Lin, bawa terbang rendah. Raja burung Kakau tak tertandingi di angkasa tinggi tapi dia agak lemah bila terbang rendah," perintah Al pada Lie Na.

Entah mengapa Lie Na mematuhi perintah Al dan membawa burung tunggangannya turun menukik dan terbang rendah melintasi lembah, jurang dan ngarai. Tapi raja burung Kakau terus mengejarnya namun kecepatan dan kelincahannya menurun.

"Aduh, bro. Gimana nih. Aku belum mau mati," kata Edi dengan wajah pucat dan badan gemetar. Dia masih ngeri pada paruh dan cakar burung Kakau yang mirip kuku T-rex.

"Kamu peluk Lie Na terus merem. Jadi ketika kita sama-sama mati kamu gak tau. Tau-tau kita sudah di akhirat," kata Al asal aja.

"Apa dia mau aku peluk, bro?" tanya Edi dengan tampang polos.

"Meneketehe. Kamu tanya aja sendiri," sahut Al cuek.

"Di depan kita Hutan Bambu Kuning. Apa kita harus memutar arah?" tanya Lie Na yang berusaha bersikap tenang.

"Terus aja," kata Al.

Raja burung Kakau terus mengejar seakan tidak mau melepaskan buruannya walau sudah terbang jauh dan melewati wilayah kekuasaannya.

Tak terasa Hutan Bambu Kuning sudah hampir setengahnya mereka lewati.

Kaakkk!!!

Suara raja burung Kakau yang marah melengking tinggi.

"Berputar seperti huruf O!" perintah Al.

Lie Na menurut. Burung Redthunder yang dikendarainya miring ke kanan dan terbang berputar masih dalam kecepatan tinggi.

"Terus begitu!" perintah Al.

Raja burung Kakau yang kemarahannya sudah melebihi batas hilang kesabarannya dan bertindak nekat. Dia merubah arah terbang dan menyongsong Redthunder yang terbang berputar dilintasan yang itu-itu saja sehingga bisa dibaca oleh raja burung Kakau.

Lie Na yang terkejut dan tidak menduga raja burung Kakau akan melakukan harakiri tidak sempat merubah arah terbang dan.... Braakkk! Kedua burung bertabrakan. Tubuh Lie Na, Edi dan Al terpental dan jatuh menimpa pucuk-pucuk pohon bambu kuning.

#59
Nurslamet 11 Juli 2020 jam 5:01pm  

Alien Vairus Coronama Adventure (22)

Setelah mundur beberapa saat, kita kembali ke cerita....

Tubuh Al yang duluan jatuh dan menerobos pucuk-pucuk daun bambu. Tubuh Al jatuh berdebum di depan rumah panggung dengan posisi kepala duluan menghantam tanah.

Edi yang juga jatuh terpental melihat tubuh Lie Na melayang turun. Dalam pandangan Edi tubuh Lie Na yang meluncur cepat terlihat sangat lambat. Edi segera menangkap tubuh Lie Na. Adegan sebelumnya kembali terulang. Edi membopong Lie Na!

Tubuh Edi yang membopong Lie Na melayang turun melewati pucuk-pucuk pohon bambu kuning. Dalam pandangan Edi celah yang sempit terlihat lebar hingga dengan mudah Edi yang juga membopong Lie Na melewati celah-celah pohon bambu dan mendarat dengan mulus tidak jauh dari Al yang sedang berusaha bangkit.

"Maaf bro, aku dan teman-temanku tidak sengaja jatuh di sini," kata Al pada Edison yang sudah berdiri di depan rumah panggung dengan posisi waspada dan siaga. Di samping Edison berdiri Meymei dan wanita dewasa yang dipanggil bunda oleh Meymei.

Edison dan Meymei sejenak terpana. Mereka tidak menduga bila orang yang terjatuh di tempat persembunyian mereka adalah Al dan Edi. Sedang gadis yang masih dibopong Edi mereka tidak mengenalnya.

"Apakah kalian mengenal mereka?" bisik wanita dewasa pada Meymei dan Edison.

"Mereka yang menolong Edison dari pembunuh bayaran, Bunda..." sahut Meymei. "Tapi gadis yang sedang dibopong oleh laki-laki yang mirip Edison ananda tidak kenal," lanjut Meymei.

Wanita dewasa terdiam sesaat. Matanya yang teduh namun setajam mata elang terfokus ke Lie Na yang masih dibopong Edi. Rambut Lie Na yang dikuncir panjang dan pisau yang terikat di ujung rambutnya menarik perhatian wanita dewasa.

"Aku bertanya pada gadis yang bersama kalian, apa hubungannya kamu dengan Lie Moon?" tanya wanita dewasa mengabaikan Al dan Edi malah tertarik pada Lie Na.

Lie Na yang dibopong Edi terkejut. Dia segera berbisik ke telinga Edi. "Turunkan aku..."

Edi segera menurunkan Lie Na. Wajah Edi bersemu merah. Dia lupa menurunkan Lie Na setelah mendarat. Lie Na berdiri tegak di samping Edi.

"Dia ayahku..." jawab Lie Na.

Raut wajah wanita dewasa yang berdiri di samping Meymei berubah kelam. Aura perkasa mendadak menyelimuti tubuhnya. Meymei dan Edison terkejut. Mereka tidak menduga akan perubahan sikap wanita dewasa. Mereka paham. Itu adalah aura asli wanita dewasa yang disembunyikan di balik kelembutannya. Bila wanita dewasa itu sudah membuka tirai auranya, itu berarti mereka sedang menghadapi musuh yang kuat, yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Tapi siapa musuhnya? Al dan Edi? Rasanya tidak mungkin. Pasti gadis yang bersama mereka, pikir Edison dan Meymei.

"Tahan, Bunda. Jangan salah paham. Lie Moon memang ayahnya tapi anak bungsunya ini bukan pembunuh bayaran. Dia malah membenci ayah dan saudara-saudaranya. Jadi bukan pembunuh," tegas Al yang bertindak cepat meredam prasangka dan praduga negatif wanita dewasa pada Lie Na.

"Siapa kamu?" wanita dewasa beralih menatap Al tanpa sedikitpun merubah auranya malah terkesan semakin meningkat.

Al menghela nafas. Pengalaman pahit yang pernah dialami wanita dewasa itu mengajarkannya untuk tidak percaya pada orang yang baru dilihatnya.

"Nama ananda Alien Vairus Coronama alias Alcovid. Bila Bunda ingin bermain satu jurus atau dua jurus dengan ananda, ananda terima..." sahut Al yang yakin sia-sia saja menjelaskan panjang lebar. Semakin dia berusaha meyakinkan wanita dewasa itu maka wanita dewasa itu akan semakin curiga dan meyakini dirinya sedang mengelabuinya. Tak ada pilihan lain selain bertarung. Itu cara yang terpikir di benak Al.

"Bagus. Mari kita lihat seberapa hebat para pembunuh bayaran yang dikirim untuk membunuhku," sahut wanita dewasa itu sambil melirik Edison dan Meymei. "Kalian mundur dan tetap waspada. Bila dua temannya bergerak, kalian hadapi..." lanjut wanita dewasa.

Dengan setengah enggan, Edison dan Meymei mundur menjauh.

"Kalian mundur dan awasi Meymei dan Edison. Bila mereka ke dapur kalian bantu memasak dan menyiapkan hidangan. Aku lapar," kata Al pada Edi dan Lie Na.

Edi dan Lie Na segera mundur. Al dan wanita dewasa berdiri tegak. Jarak mereka terpisah belasan meter. Walau Al masih remaja, tetapi wanita dewasa tidak berani memandang rendah atau meremehkan lawan. Dalam pikiran wanita dewasa, pasti ada tokoh tua yang bersembunyi dalam bayang-bayang dan itu pasti Lie Moon, musuh besarnya...

#60
Nurslamet 12 Juli 2020 jam 3:44pm  

Alien Vairus Coronama Adventure (23)

"Ananda suka tempat ini. Sejuk dan tersembunyi. Bila kita bertarung di sini maka tempat ini akan rusak. Mari ikuti ananda!" kata Al sambil menjejakan kaki ke tanah dan seketika tubuhnya melesat bagai roket menerobos pucuk-pucuk pohon bambu kuning dan terus melesat ke angkasa.

Setelah mencapai ketinggian tertentu, Al berhenti di udara. Tubuhnya berdiri tegak seakan sepasang kakinya menapak di tanah. Al celingukan karena wanita dewasa itu tidak mengikutinya.

"Sial, dia tidak mengikutiku!" gerutu Al. Tapi baru saja kata-katanya selesai, Al hampir tersungkur karena kagetnya. Di depan Al, dalam jarak sekitar satu meter, wanita dewasa itu sudah berdiri. Wajahnya yang cantik sedingin salju.

"Astaghfirullahal azhiim," kata Al sambil mengusap dada. Jantungnya berdetak keras. Untung dirinya tidak mengidap penyakit jantung. Bila iya maka bisa dipastikan dia sudah mati karena kagetnya. Kehadiran wanita dewasa itu muncul begitu saja seakan sebelumnya dia sudah berdiri di situ tapi Al tidak melihatnya.

"Mari Bunda kita mulai acara pertarungan kita," kata Al sambil melompat mundur kemudian menarik nafas dalam-dalam. Sekujur tubuh Al terlihat seperti di selimuti kabut tipis transparan. Al melompat dan berlari mengelilingi wanita dewasa. Semakin lama gerakan Al semakin cepat.

Setelah mencapai kecepatan tertentu, Al melompat menerkam wanita dewasa. Kedua tangan Al terbuka dan jari-jarinya menekuk bersiap mencakar. Gerakan Al seakan meniru harimau yang menerkam mangsanya.

Wanita dewasa tidak bergeming. Bergerakpun tidak. Dia seakan tidak peduli dirinya sedang diserang. Namun ketika Al akan mencapai dirinya, dia menggerakan tangannya meninju Al yang masih beberapa meter lagi dari tubuhnya. Adegan selanjutnya sukar dilihat karena cepatnya kejadian. Ledakan dahsyat menggema. Tubuh Al terdorong mundur seratusan meter dan membentur sesuatu di udara. Ledakan dahsyat kembali menggema. Tubuh Al terpental ke bawah dan jatuh bak meteor. Entah kebetulan atau tidak, posisi jatuhnya sama persis di tempat pertama dia jatuh. Bedanya kali ini Al mendarat mulus. Sesaat setelah dia menerobos pucuk-pucuk pohon bambu kuning, tubuh Al melayang dan mendarat di depan dua pasang remaja yang masih berdiri di tempatnya dengan sikap kaku. Mereka seperti tidak tahu apa yang harus dilakukan.

"Bunda Ratu bertemu musuh besarnya, tapi kalian jangan khawatir. Aku yakin Bunda Ratu bisa bertahan," kata Al pada Meymei dan Edison. "Sekarang mari kita masuk. Aku sudah menyegel tempat ini sampai pertarungan selesai jadi tempat ini aman dan bisa bertahan dari gelombang kejut yang bisa saja timbul akibat pertarungan mereka," kata Al dan bak tuan rumah dia duluan masuk dan duduk di kursi yang beberapa saat yang lalu di duduki wanita dewasa.

Edison dan Meymei saling pandang sesaat, namun akhirnya mereka masuk mengikuti Al dan duduk di kursi yang sebelumnya mereka duduki. Edi dan Lie Na pun masuk dan duduk di dua kursi di samping Al.

"Aku harap yang salah paham cukup Bunda Ratu saja. Kita sahabat. Jadi percayalah padaku. Kami murni jatuh karena kecelakaan dan tidak ada maksud bertemu kalian, apalagi membunuh Bunda Ratu. Bila akhirnya kami bertiga sampai di sini itu karena takdir. Kita sepertinya ditakdirkan kembali bertemu dengan cara seperti ini. Apa kalian berdua mengerti dan percaya padaku?" tanya Al sambil menatap Edison dan Meymei bergantian.

Sejenak Edison menatap balik Al. Seperti yang diceritakan pada chapter di awal cerita ini bila Edison bisa membaca seseorang berbohong atau tidak, tulus atau tidak dan punya maksud jahat atau tidak dari bahasa tubuh dan sorot mata seseorang. Di sorot mata dan bahasa tubuh Al, Edison tidak mendeteksi adanya kebohongan, manipulasi atau rekayasa. Semua terlihat alami dan apa adanya. Maka tanpa ragu Edison berkata: "Iya, aku percaya padamu!"

"Good! Kamu Meymei?" tanya Al pada Meymei.

Sejenak Meymei terdiam dan mencoba menggunakan nalurinya untuk mendeteksi apakah Al bisa dipercaya atau tidak. Naluri Meymei yang tajam tidak menemukan ada maksud jahat pada diri Al terhadap dirinya dan Edison. Maka diapun tanpa ragu menjawab pertanyaan Al: "Aku percaya!"

"Good! Sekarang sambil menunggu Bunda Ratu kembali, kita nikmati dulu apa yang ada," kata Al sambil meraih camilan kemudian memakannya.