Sekedar Renungan

HomeForumGeneral discussionsSekedar Renungan


#61
yinyeksin 2 September 2004 jam 11:22am  

LEPASKAN KEPALANMU
Di suatu hutan hiduplah sekelompok monyet. Pada suatu hari, tatkala mereka tengah bermain, tampak oleh mereka sebuah toples kaca berleher panjang dan sempit yang bagian bawahnya tertanam di tanah. Di dasar toples itu ada kacang yang sudah dibubuhi dengan aroma yang disukai monyet. Rupanya toples itu adalah perangkap yang ditaruh di sana oleh seorang pemburu.
Salah seekor monyet muda mendekat dan memasukkan tangannya ke dalam toples untuk mengambil kacang-kacang tersebut. Akan tetapi tangannya yang terkepal menggenggam kacang tidak dapat dikeluarkan dari sana karena kepalan tangannya lebih besar daripada ukuran leher toples itu. Monyet ini meronta-ronta untuk mengeluarkan tangannya itu, namun tetap saja gagal.
Seekor monyet tua menasihati monyet muda itu: “Lepaskanlah kepalanmu atas kacang-kacang itu! Engkau akan bebas dengan mudah!” Namun monyet muda itu tidak mengindahkan anjuran tersebut, tetap saja ia bersikeras menggenggam kacang itu.
Beberapa saat kemudian, sang pemburu datang dari kejauhan. Sang monyet tua kembali meneriakkan nasihatnya: “Lepaskanlah kepalanmu sekarang juga agar engkau bebas!” Monyet muda itu ketakutan, namun tetap saja ia bersikeras untuk mengambil kacang itu. Akhirnya, ia tertangkap oleh sang pemburu.
Demikianlah, kadang kita juga sering mencengkeram dan tidak rela melepaskan hal-hal yang sepatutnya kita lepaskan: kemarahan, kebencian, iri hati, ketamakan, dan sebagainya. Apabila kita tetap tak bersedia melepas, tatkala kematian datang “menangkap” kita, semuanya akan terlambat sudah.
Bukankah lebih mudah jika kita melepaskan setiap masalah yang lampau, dan menatap hari esok dengan lebih cerah? Bukankah dunia akan menjadi lebih indah jika kita bisa melepaskan “kepalan” kita dan membagi kebahagiaan dengan orang lain?

#62
eeyore 3 September 2004 jam 5:39am  

Alkisah hiduplah seorang tua penjaga pintu gerbang sebuah kota besar.

Setiap pengelana yang hendak memasuki kota itu, selalu mengajukan pertanyaan pada penjaga tua itu, " Bagaimana perangai orang-orang yang tinggal di kota ini ?"

Penjaga tua itu malah balik bertanya,
" Bagaimana perangai orang-orang di kota tempat tinggal Anda ?"

Jika pengelana itu menjawab,
" Orang-orang di kota tempat saya berasal mempunyai perangai buruk dan tidak menyenangkan."

Maka penjaga tua itu menjawab,
" Jangan masuk, lewat terus saja.
Orang-orang di kota ini juga berperangai buruk."

Namun jika pengelana itu menjawab,
" Orang-orang di kota tempat saya berasal mempunyai perangai yang baik dan menyenangkan."

Maka penjaga tua itu menjawab,
" Masuklah ke dalam, Anda hanya akan menemui orang-orang yang berperilaku baik dan menyenangkan."

Smiley !
Bila di dalam kita menemukan perangai buruk, maka di luar pun kita akan temui perangai buruk. Dari mana kita datang ke sanalah kita akan tiba.

#63
blueberry 12 September 2004 jam 6:51pm  

Farmer's Daughter

Many years ago in a small Indian village, a farmer had the misfortune of owing a large sum of money to a village moneylender. The moneylender, who was old and ugly, fancied the famrmer's beautiful daughter. So he proposed a bargain.

He said he would forgo the farmer's debt if he could marry his daughter. Both the farmer and his daughter were horified by the proposal. So the cunning moneylender suggested that they let providence decide the matter. He told them that he would put a black pebble and a white pebble into an empty money bag.

Then the girl wuld have to pick one pebble from the bag.
1) If she picked black pebble, she would become his wife & her father's debt would be forgiven.
2) If she picked the white pebble, she need not marry him & her father's debt would still be forgiven.
3) But if she refused to pick a pebble, her father would be thrown into jail.

They were standing on a pebble path in the farmer's field. As they talked, the moneylender bent over to pick up two pebbles. As he picked them up, the sharp-eyed girl noticed that he had picked up two black pebbles and put them into the bag. He then asked the girl to pick a pebble from the bag.

Now, imagine that you were standing in the filed. What would you have done if you were the girl? If you had to advise her, what would you have told her?

Careful analysis would produce 3 possibilities :
1. The girl should refuse to take a pebble.
2. The girl should show that there were two black pebbles in the bag and expose the moneylender as a cheat.
3. The girl should pick a black pebble and sacrifice herself in order to save her father from his debt and imprisonment.

Take a moment to ponder over the story. The above story is used with the hope that it will make us appricate the difference between lateral and logical thinking. The girl's dilemma could not be solved with traditional logical thinking. Think of the consequences if she chooses the above logical answers. What would you recommend her to do?

Well, here is what she did.

The girl put her hand into the moneybag and drew out a pebble. Without looking at it, she fumbled and let it fall oto the pebble-strwn path where it immediately became lost amng all the other pebbles. "Oh, how clumsy of me," she said. "But never mind, if you look into the bag for the one that is left, you'll be able to tell which pebble I picked."

Since the remaining pebble is black, it must be assumed that she had picked the white one. And since the moneylender dared not admit his dishonesty, the girl changed what seemed an impossible situation into an extremely advantageous one.

MORAL OF THE STORY : Most complex problems do have a solution. It is only that we don't attempt to think.

#64
yinyeksin 15 September 2004 jam 12:08pm  

Lakukan Selagi Ada Waktu

Semuanya itu disadari John pada saat dia termenung seorang diri, menatap kosong keluar jendela rumahnya. Dengan susah payah ia mencoba untuk memikirkan mengenai pekerjaannya yang menumpuk. Semuanya sia-sia belaka.

Yang ada dalam pikirannya hanyalah perkataan anaknya Magy di suatu sore sekitar 3 minggu yang lalu. Malam itu, 3 minggu yang lalu John membawa pekerjaannya pulang. Ada rapat umum yang sangat penting besok pagi dengan para pemegang saham. Pada saat John memeriksa pekerjaannya, Magy putrinya yang baru berusia 2 tahun dating menghampiri, sambil membawa buku ceritanya yang masih baru. Buku baru bersampul hijau dengan gambar peri. Dia berkata dengan suara manjanya, "Papa lihat!"

John menengok kearahnya dan berkata, "Wah, buku baru ya?" "Ya Papa!" katanya berseri-seri, "Bacain dong!"

"Wah, Ayah sedang sibuk sekali, jangan sekarang deh", kata John dengan cepat sambil mengalihkan perhatiannya pada tumpukan kertas di depan hidungnya. Magy hanya berdiri terpaku disamping John sambil memperhatikan. Lalu dengan
suaranya yang lembut dan sedikit dibuat-buat mulai merayu kembali "Tapi mama bilang Papa akan membacakannya untuk Magy".

Dengan perasaan agak kesal John menjawab: "Magy dengar, Papa sangat sibuk. Minta saja Mama untuk membacakannya".

"Tapi Mama lebih sibuk daripada Papa" katanya sendu. "Lihat Papa, gambarnya bagus dan lucu."

"Lain kali Magy, sana! Papa sedang banyak kerjaan."

John berusaha untuk tidak memperhatikan Magy lagi. Waktu berlalu, Magy masih berdiri kaku disebelah Ayahnya sambil memegang erat bukunya. Lama sekali John mengacuhkan anaknya.

Tiba-tiba Magy mulai lagi "Tapi Papa, gambarnya bagus sekali dan ceritanya pasti bagus! Papa pasti akan suka".

"Magy, sekali lagi Ayah bilang: Lain kali!" dengan agak keras John membentak anaknya.

Hampir menangis Magy mulai menjauh, "Iya deh, lain kali ya Papa, lain kali".

Tapi Magy kemudian mendekati Ayahnya sambil menyentuh lembut tangannya, menaruh bukunya dipangkuan sang Ayah sambi berkata "Kapan saja Papa ada waktu ya, Papa tidak usah baca untuk Magy, baca saja untuk Papa. Tapi kalau Papa bisa, bacanya yang keras ya, supaya Magy juga bias ikut dengar". John hanya diam.

Kejadian 3 minggu yang lalu itulah sekarang yang ada dalam pikiran John. John teringat akan Magy yang dengan penuh pengertian mengalah. Magy yang baru berusia 4 tahun meletakkan tangannya yang mungil di atas tangannya yang kasar mengatakan: "Tapi kalau bisa bacanya yang keras ya Pa, supaya Magy bisa ikut dengar". Dan karena itulah John mulai membuka buku cerita yang diambilnya, dari tumpukan mainan Magy di pojok ruangan.

Bukunya sudah tidak terlalu baru, sampulnya sudah mulai usang dan koyak.

John mulai membuka halaman pertama dan dengan suara parau mulai membacanya. John sudah melupakan pekerjaannya yang dulunya amat sangat penting. Ia bahkan lupa akan kemarahan dan kebenciannya terhadap pemuda mabuk yang dengan kencangnya menghantam tubuh putrinya di jalan depan rumah. John terus membaca halaman demi halaman sekeras mungkin, cukup keras bagi Magy untuk dapat mendengar dari tempat peristirahatannya yang terakhir. Mungkin...

"Lakukan sesuatu untuk seseorang yang anda kasihi sebelum terlambat, karena sesal kemudian tidak akan ada gunanya lagi....

Lakukan sesuatu yang manis untuk orang-orang yang kamu kasihi dengan waktu yang anda punya......."

"Keep the spirit together 'til the last moment" The Blue Jackets Society.

#65
hey_sephia 24 September 2004 jam 2:39pm  

for all moms & dads......

----------------------------------------------------------------------------

( surat ini pernah lho aku kirim ke papa, tapi katanya suruh bikin lagi dan
kasi aja ke mama)

Mamaku sayang, aku mau cerita sama mama. Tapi ceritanya pake surat ya.
Kan, mama sibuk, capek, pulang udah malem. Kalo aku banyak ngomong nanti
mama marah kayak kemarin itu, aku jadinya takut dan nangis. Kalo pake surat
kan mama bisa sambil tiduran bacanya. Kalo ngga sempet baca malem ini bisa
disimpen sampe besok, pokoknya bisa dibaca kapan aja deh. Boleh juga
suratnya dibawa ke kantor.

Ma, boleh ngga aku minta ganti mbak? Mbak Jum sekarang suka galak, Ma.
Kalo aku ngga mau makan, piringnya dibanting di depan aku. Kalo siang aku
disuruh tidur melulu, ngga boleh main, padahal mbak kerjanya cuman nonton
TV aja. Bukannya dulu kata mama mbak itu gunanya buat nemenin aku main?
Trus aku pernah liat mbak lagi ngobrol sama tukang roti di teras depan.
Padahal kata mama kan ngga boleh ada tukang-tukang yang masuk rumah kan?
Kalo aku bilang gitu sama mbak, mbak marah banget dan katanya kalo diaduin
sama mama dia mau berhenti kerja. Kalo dia berhenti berarti nanti mama
repot ya? Nanti mama ngga bisa kerja ya? Nanti ngga ada yang jagain aku di
rumah ya? Kalo gitu susah ya, ma?. Mbak ngga diganti ngga apa-apa tapi mama
bilangin dong jangan galak sama aku.

Ma,bisa ngga hari Kamis sore mama nganter aku ke lomba nari Bali? Pak Husin
sih selalu nganterin, tapi kan dia cowok, ma. Ntar yang dandanin aku siapa?
Mbak Jum ngga ngerti dandan. Ntar aku kayak lenong. Kalo mama kan kalo
dandan cantik. Temen-temen aku yang nganterin juga mamanya. Waktu lomba
gambar minggu lalu Pak Husin yang nganter; tiap hari udah Pak Husin juga
yang nganter. Bosen, ma.

Lagian aku pingin ngasi liat sama temen-temenku kalo mamaku itu cantik
banget, aku kan bangga, ma. Temen-temen tuh ngga pernah liat mama. Pernah
sih liat, tapi itu tahun lalu pas aku baru masuk SD, kan mereka jadinya
udah lupa tampangnya mama.

Ma, kapan sih aku boleh punya adik? Bosen ma, tiap hari cuman ngeliat Mbak
Jum ama Pak Husin melulu. Mending pada cakep. Kalo punya adik, ntar aku
pasti sayang deh. Tapi?. Mama kan ngga mau jadi gemuk ya? Mama masih diet
ketat ya? Soalnya kalo hamil jadi gemuk ya? Kayak mamanya Si Caca temen
aku, minta ampun gemuknya. Tapi mama Caca tetap cantik, lho ma, meskipun
gemuk. Lagian mama Caca asyik, selalu bisa nemenin Caca ke lomba dan kadang
ikut jemput ke sekolah. Padahal mereka naik angkot lho, ma. Kadang suka
diajak barengan sama Pak Husin, mereka ngga mau. Jadinya gimana, ma? boleh
ngga punya adik? Boleh dong, ma.. biar aku ada temen. Tapi terserah mama
deh, ngga maksa kok.

Ma, hadiah ulang tahun mulai tahun ini ngga usah dibeliin deh. Uangnya mama
tabungin aja. Trus aku ngga usah dibeliin baju sama mainan mahal lagi deh.
Uangnya mama tabung aja. Kalo uang mama udah banyak, kan mama ngga usah
kerja lagi. Nah, itu baru sip namanya. Lagian mainanku udah banyak dan
lebih asyik main sama mama kali ya?

Udah dulu ya, ma. Udah ngantuk.

I love you ( hi..hi..hi? papa kan suka bilang gitu sama mama ya? aku tanya
bu guru katanya artinya aku cinta padamu, berarti aku juga boleh I love you
sama mama, ya)

#66
bluenectar 24 September 2004 jam 4:36pm  

:cry: terharu aku sis...:cry:

#67
eeyore 28 September 2004 jam 5:33am  

3 Macam Kebenaran
oleh : Rinto Jiang

Beberapa waktu yang lalu, saya pernah menurunkan tulisan tentang pentingnya menyikapi suatu polemik dan argumentasi dengan kepala dingin, sekarang saya ingin berbagi pengalaman saya kepada teman-teman semuanya. Walaupun mayor saya di bidang engineering, tapi di tengah-tengah kesibukan menyelesaikan mata kuliah utama, kita juga diharuskan untuk mengambil mata kuliah pengetahuan umum yang tidak ada hubungannya dengan engineering seperti jurnalistik, statistik, sejarah, filsafat dan lain-lain.

Beberapa tahun lalu, sewaktu mengambil salah satu mata kuliah jurnalistik, saya masih ingat sekali dan tidak akan pernah lupa salah satu inti dari kuliah yang diberikan, yaitu masalah kebenaran atau fakta yang merupakan faktor penting dari suatu berita atau pemikiran yang diturunkan dalam berita ataupun tulisan yang disiarkan dan ditulis di media massa.

Karena saya merasa bahwa kuliah tentang kebenaran yang ia sampaikan bukan hanya dapat diaplikasikan dalam jurnalistik, namun juga dalam setiap masalah, pendapat dan opini di dalam masyarakat dan sekeliling kita, seperti juga debat dan argumentasi yang lumrah terjadi di dalam forum diskusi, maka saya menurunkan tulisan ini sebagai suatu bahan diskusi dan renungan.

Kebenaran dari suatu masalah dapat dibagi 3, yaitu :

Kebenaran Subjektif ( Zhu-guan Zhen-xiang )

Kebenaran yang lebih didasarkan kepada ego pribadi dan pandangan subjektif. Segala sesuatu masalah, bila kita menganggapnya benar dan merupakan fakta, maka itulah fakta dan kebenaran subjektif.

Contoh :
Sampai sekarang masih ada sekelompok kecil orang yang tergabung dalam Flat Earth Society yang menganggap bumi ini adalah datar dan tidaklah bulat. Mereka menolak mentah-mentah semua pembuktian yang mendukung kenyataan bahwa bumi itu bulat. Foto-foto bumi dari luar angkasa maupun peta bumi disebut sebagai penipuan besar-besaran yang dilakukan oleh NASA, MIR dan kartograf- kartograf yang bersekongkol untuk membohongi penduduk dunia. Mereka hidup bahagia dengan keadaan dan kebenaran subjektif seperti itu.

Kebenaran Objektif ( Ke-guan Zhen-xiang )
Kebenaran yang sebenar-benarnya, fakta yang merupakan kenyataan karena merupakan keadaan objektif yang sesungguhnya dari suatu masalah, sehingga inilah yang disebut kebenaran yang sejati. Yang harus diingat dari kebenaran sejati ini adalah kebenaran sejati tidaklah kekal.

Contoh :
Bumi bulat ( sebenarnya tidak bulat sempurna ) merupakan kenyataan yang ada sekarang ini, terlepas dari apakah bumi itu berbentuk apa dulu atau pun di masa yang akan datang. Bukti bahwa bumi itu bulat telah dibuktikan dengan pelayaran dari barat ke timur, penerbangan mengelilingi bumi, perjalanan ke luar angkasa dan inilah kebenaran yang objektif, yang sejati.

Namun apakah kebenaran ini kekal ?
Jawabannya tidak, karena kita tidak tahu kapan bumi akan berubah bentuk, misalnya ditabrak meteor atau ada perubahan besar yang menyebabkan bumi tidak akan menjadi bulat lagi seperti sekarang ini.

Kebenaran Konstruktif ( Jian-gou-shi Zhen-xiang )
Kebenaran yang terbangun dan terbentuk dari pandangan dan opini massa dan banyak orang. Kebenaran seperti ini boleh merupakan kebenaran subjektif yang terkadang menyalahi kebenaran sesungguhnya, namun boleh juga merupakan kebenaran objektif yang sesungguhnya. Kebenaran seperti inilah yang biasanya banyak mendominasi arti dan makna kebenaran dalam dunia ini.

Contoh :
Anggapan bahwa bumi itu datar pernah menjadi suatu kebenaran konstruktif di zamannya dulu sebelum ada pembuktian-pembuktian yang dapat diterima untuk mempertanyakan dan menggugat kebenaran konstruktif tersebut.

Jadi, hemat saya, kebenaran sekali pun itu kebenaran objektif tak usah dan harus dipaksakan kepada orang lain. Karena masing-masing individu mempunyai patokan kebenarannya sendiri, sekalipun itu salah adanya, karena mereka hidup bahagia dalam kesalahannya itu. Tidak ada hak kita untuk merenggut kebahagiaan daripadanya.

Namun, adalah tanggung jawab moral masing-masing individu, terutama yang mempunyai pengaruh luas dalam pemberian informasi, semisal ilmuwan, jurnalis, media massa, pengajar, pemuka-pemuka masyarakat untuk menyajikan informasi yang seobjektif mungkin guna memberikan pembelajaran dan produksi informasi yang sehat di dalam masyarakat. Termasuklah di dalamnya untuk mengajukan argumentasi yang benar, buat mencegah pembelajaran yang cuma berdasarkan pembenaran subjektif yang salah kepada generasi muda yang akan menjadi tumpuan bangsa dan negara di masa depan.

#68
eeyore 28 September 2004 jam 5:38am  

Meluruskan Sejarah
oleh : Bondan Winarno

Siapa pun yang sebentar lagi akan memimpin bangsa ini, saya hanya minta satu hal. Mari kita luruskan sejarah.

Saya sendiri bukan ahli sejarah.
Saya hanya tahu, ada banyak ketidakbenaran dalam sejarah yang sekarang diajarkan melalui sistem pendidikan kita. Bukankah ada pemeo yang mengatakan bahwa pena bisa lebih tajam daripada pedang ? Sejarah memang selalu merupakan sebuah pertempuran tersendiri.

Siapa pun rezim yang memegang kekuasaan, mereka selalu mempunyai versi sejarahnya masing-masing. Sampai hadir rezim lain yang membawa sejarahnya sendiri. Karena itu, setiap pergantian rezim selalu membuka peluang untuk mengubah sejarah - kalaupun bukan untuk meluruskannya.

Salah satu sejarah "kecil" yang saya minta diluruskan adalah tentang peran kaum Tionghoa dalam kehidupan kebangsaan kita. Misalnya, mengapa sampai terjadi pembunuhan besar-besaran ( massacre ) terhadap kaum Tionghoa di Indonesia - setidak-tidaknya dua kali dalam era kolonial Hindia-Belanda, dan masih terjadi pula dalam masa kemerdekaan ?

Mengapa kejadian itu hanya disebut secara sambil lalu dalam pelajaran sejarah kita ? Apakah karena yang terbunuh itu "hanyalah" orang-orang Tionghoa ?

Contoh yang lain adalah tentang peran kaum Tionghoa dalam menyebarluaskan agama Islam di Tanah Jawa. Kebetulan tahun depan akan diselenggarakan perayaan 600 tahun muhibah Laksamana Cheng Ho.

Berbagai catatan sejarah menyebut bahwa Cheng Ho melakukan public diplomacy dalam tujuh ekspedisinya ke negara-negara Asia dan Afrika - jadi, tidak hanya sekadar berdagang - dan membawa serta ulama-ulama Islam dalam lawatannya itu. Kalau hal ini benar, maka sejarah yang selama ini hanya menyebut para saudagar dari Gujarat sebagai pembawa syi'ar Islam haruslah dikoreksi.

Telah beberapa kali, dalam berbagai kesempatan, saya mencoba meminta perhatian orang terhadap peran - kalau bukan keperintisan dan kepeloporan - kaum Tionghoa dalam mempromosikan bahasa Indonesia.

Pada Kongres Pemuda II yang diselenggarakan tahun 1928, salah satu butir bahasan adalah tentang perlunya menetapkan bahasa Indonesia sebagai medium pendidikan. Ironisnya, pembicaraan berlangsung alot, karena ternyata para pemuda yang hadir pada kongres itu - notabene : semuanya pribumi - tidak banyak yang lancar berbahasa Indonesia.

Kebanyakan pidato politik tentang kebangsaan justru disampaikan dalam bahasa Belanda. Hanya Mohamad Yamin yang ketika itu dianggap paling piawai dalam menggunakan bahasa Indonesia.

Maka, lahirlah Sumpah Pemuda !
Suatu kesadaran baru ditanamkan dalam jiwa bangsa Indonesia. Kesadaran tentang satunya tanah air, bangsa, dan bahasa - di tengah keragaman kesukuan yang ada. Sumpah Pemuda adalah antitesis terhadap politik divide et impera yang dijalankan penjajah. Anehnya, di masa kemerdekaan justru kita kembali lagi memakai politik segregasi dalam berbagai selubung.

Tetapi, di kalangan etnis Tionghoa djadoel ( djaman doeloe ), ternyata bahasa Melayu justru sudah luas dipakai. Berbagai karya sastra pengarang etnis Tionghoa bertarikh akhir abad ke-19 sudah banyak yang memakai bahasa Indonesia.

Sejak hilangnya huruf Arab dan aksara Jawi ( huruf Arab gundul ) digantikan oleh huruf Latin pada pertengahan abad ke-19, etnis Tionghoa di Indonesia justru menjadi pendahulu dalam penggunaan bahasa Melayu. Beberapa buku cerita berbahasa Melayu karangan para penulis Tionghoa mulai bermunculan.

Demikian pula suratkabar berbahasa Melayu mulai dicetak di percetakan-percetakan yang hampir semuanya milik etnis Tionghoa, antara lain Soerat Kabar Bahasa Melaijoe ( 1856 ), Soerat Chabar Betawi ( 1858 ), Selompret Melajoe ( 1860 ), dan Bintang Soerabaja ( 1860 ).

Proliferasi kesastraan Melayu dan suratkabar dalam bahasa Melayu semakin mekar pada awal abad ke-20. Buku-buku cerita silat Tionghoa dalam bahasa Melayu yang diterbitkan langsung laris manis. Tetapi, banyak pula cerita roman yang ditulis sastrawan Tionghoa dengan nuansa lokal, seperti Boenga Roos dari Tjikembang, Dengen Doea Cent Djadi Kaja, Tjarita Njai Soemirah, Tjerita Tjan Yoe Hok atawa Satoe Badjingan Millioenair, dan banyak lagi.

Di awal abad ke-20 itu terjadi pula proliferasi koran yang sebagian terbesar diselenggarakan oleh kaum Tionghoa. Beberapa jurnalis kawakan kita yang sekarang masih hidup bisa dirunut sejarahnya dari dua koran besar pada masa itu, Keng Po dan Sin Po.

Pada masa gerakan kebangsaan, Sin Po yang nasionalis ( berorientasi pada paham Dr Sun Yat Sen ) bahkan menjadi penyemangat para nasionalis Indonesia meraih kemerdekaan sebagai bangsa berdaulat. Sin Po bahkan adalah surat kabar pertama yang memakai istilah Indonesia untuk menggantikan nomenklatur Nederlandsch-Indie atau Hindia-Olanda.

Tetapi, mengapa dalam kitab-kitab yang dipakai sebagai bahan pengajaran di sekolah-sekolah kita saat ini peran etnis Tionghoa dalam kesastraan dan jurnalistik tidak pernah tersurat ? Seolah-olah sastra dan pers Indonesia muncul begitu saja dari sebuah ruang hampa ?

Dalam kaitan dengan keperintisan para penulis Tionghoa, saya baru saja selesai membaca sebuah buku yang diterbitkan ulang atas prakarsa Ben Anderson baru-baru ini. Buku itu berjudul Indonesia dalem Api dan Bara, karya Tjamboek Berdoeri baca : Cambuk Berduri, seterusnya TB ).

Buku itu aslinya terbit pada tahun 1947 di Malang.
Tentu saja, TB adalah nama samaran, seperti banyak dilakukan oleh para penulis perjuangan pada masa itu.

Siapa Tjamboek Berdoeri itu ?
Pertanyaan itu menghantui Ben Anderson yang menemukan buku itu di tukang loak pada tahun 1963.

Ia terkejut ketika membaca betapa kritisnya si TB itu.
Ben bahkan menilai karya Tjamboek Berdoeri sebagai "jagoan prosa bahasa Melayu yang terhebat sesudah Pramoedya Ananta Toer". Anehnya, tak seorang pun mengetahui siapa sebenarnya penulis itu.

Hampir 40 tahun, melalui sebuah penelitian yang pantang menyerah, akhirnya Ben Anderson menemukan bahwa TB adalah seorang yang bernama asli Kwee Thiam Tjing ( KTT ). Sayangnya, ketika "ditemukan", KTT sudah lama meninggal.

Ia meninggal pada tahun 1974, tanpa seorang pun tahu bahwa seorang kolumnis besar telah tiada. Maklum, kecuali kepada keluarganya yang sangat dekat, KTT merahasiakan jatidiri si TB. TB yang lahir pada tahun 1900, mulai menulis kolom secara freelance pada sekitar tahun 1922.

Ia kemudian sempat beberapa kali bekerja secara full time sebagai redaktur surat kabar, bahkan pernah pula menerbitkan koran sendiri dengan nama Pembrita Djember. Anehnya lagi, beberapa tahun sebelum kematiannya, ia sempat pula menjadi kolumnis di harian Indonesia Raya.

Pertanyaan besarnya di sini adalah : mengapa seorang besar seperti KTT ini bisa lenyap begitu saja dari perhatian kita ? Seolah-olah tak pernah ada dalam sejarah bangsa ini ? Salah satu penyebabnya adalah karena KTT terlalu kritis.

Ia bahkan sangat kritis terhadap kaumnya sendiri.
Maka, demikianlah, paku yang mencuat harus diketok supaya tidak melukai orang. Dan, dengan demikian pula, nama KTT dilenyapkan dari sejarah.

Alangkah ironisnya ! *

#69 avatar
Fatbrain 9 Oktober 2004 jam 10:28pm  

Agak panjang tp pretty good...

IF I KNEW...

If I knew it would be the last time
that I'd see you fall asleep,
I would tuck you in more tightly
and pray the Lord, your soul to keep.

If I knew it would be the last time
that I see you walk out the door,
I would give you a hug and kiss
and call you back for one more.

If I knew it would be the last time,
I could spare an extra minute
to stop and say "I love you"
instead of assuming you would know I do.

If I knew it would be the last time
I would be there to share your day,
Well I'm sure you'll have so many more,
so I can let just this one slip away

For surely there's always tomorrow
to make up for an oversight,
and we always get a second chance
to make everything just right.

There will always be another day
to say "I love you",
And certainly there's another chance
to say our "Anything I can do?"

But just in case I might be wrong,
and today is all I get,
I'd like to say how much I love you
and I hope we never forget.

Tomorrow is not promised to anyone,
young or old alike,
and today may be the last chance
you get to hold your loved one tight.

So if you're waiting for tomorrow,
why not do it today?
For if tomorrow never comes,
you'll surely regret the day,

that you didn't take that extra time
for a smile, a hug, or a kiss
and you were too busy to grant someone,
what turned out to be their one last wish

So hold your loved ones close today,
and whisper in their ears,
tell them how much you love them
and that you'll always hold them dear.

Take time to say "I'm sorry",
"Please forgive me", "Thank you" or "I love you"
And if tomorrow never comes,
you'll have no regrets about today.

#70
eeyore 20 Oktober 2004 jam 6:37am  

Orang Beragama atau Orang Baik ?
oleh : Arvan Pradiansyah

Seorang lelaki berniat untuk menghabiskan seluruh waktunya untuk beribadah. Seorang nenek yang merasa iba melihat kehidupannya membantunya dengan membuatkan sebuah pondok kecil dan memberinya makan, sehingga lelaki itu dapat beribadah dengan tenang.

Setelah berjalan selama 20 tahun, si nenek ingin melihat kemajuan yang telah dicapai lelaki itu. Si nenek memutuskan untuk mengujinya dengan seorang gadis cantik.

" Masuklah ke dalam pondok.
Peluklah laki-laki itu dan katakan padanya,
' Apa yang akan kita lakukan sekarang ?' "

Maka gadis itu pun masuk ke dalam pondok dan melakukan apa yang disarankan oleh si nenek. Laki-laki itu menjadi sangat marah karena tindakan yang tak sopan itu. Ia mengambil sapu dan mengusir gadis itu keluar dari pondoknya.

Ketika gadis itu kembali dan melaporkan apa yang terjadi, si nenek menjadi marah.

" Percuma saya memberi makan orang itu selama 20 tahun,"
kata si nenek.

Si nenek berkata kepada si gadis,
" Laki-laki itu tidak menunjukkan bahwa ia memahami kebutuhan kamu, tidak bersedia untuk membantumu ke luar dari kesalahanmu. Ia tidak perlu menyerah pada nafsu. Namun sekurang-kurangnya setelah sekian lama beribadah, seharusnya ia memiliki rasa kasih pada sesama."

Apa yang menarik dari cerita di atas ?
Ternyata ada kesenjangan yang cukup besar antara taat beribadah dengan memiliki budi pekerti yang luhur.

Taat beragama ternyata sama sekali tak menjamin perilaku seseorang.

Ada banyak contoh yang dapat kita kemukakan di sini.
Anda pasti sudah sering mendengar cerita mengenai guru agama yang suka memperkosa muridnya. Seorang kawan yang rajin sembahyang baru-baru ini di-PHK dari kantornya karena memalsukan dokumen.

Seorang kawan yang berbusana sangat sopan, dengan menutup rapi seluruh aurat, ternyata suka berselingkuh. Kawan yang lain sangat rajin ikut kebaktian tapi tak henti-hentinya menyakiti orang lain. Adapula kawan yang berkali-kali menunaikan ibadah ke tanah suci tetapi terus melakukan korupsi di kantornya.

Lantas di mana letak kesalahannya ?
Saya kira persoalan utamanya adalah pada kesalahan cara berpikir.

Banyak orang yang memahami agama dalam pengertian ritual dan fiqih belaka. Dalam konsep mereka, beragama berarti melakukan kegiatan ritual peribadatan dan membaca - bukan mengkaji - kitab suci. Padahal esensi beragama bukan di situ. Esensi beragama justru pada budi pekerti yang mulia.

Kedua, agama sering dipahami sebagai serangkaian peraturan dan larangan. Dengan demikian makna agama telah tereduksi sedemikian rupa menjadi kewajiban dan bukan kebutuhan. Agama diajarkan dengan pendekatan hukum ( outside-in ), bukannya dengan pendekatan kebutuhan dan komitmen ( inside-out ). Ini menjauhkan agama dari makna sebenarnya yaitu sebagai sebuah sebuah cara hidup ( way of life ), apalagi cara berpikir ( way of thinking ).

Agama seharusnya dipahami sebagai sebuah kebutuhan tertinggi manusia. Kita tidak beribadah karena surga dan neraka, tetapi karena kita lapar secara rohani. Kita beribadah karena kita menginginkan kesejukan dan kenikmatan batin yang tiada taranya. Kita berbuat baik bukan karena takut, tapi karena kita tak ingin melukai diri kita sendiri dengan perbuatan yang jahat.

Ada sebuah pengalaman menarik ketika saya bersekolah di London dulu. Kali ini berkaitan dengan polisi. Berbeda dengan di Indonesia, bertemu dengan polisi disana akan membuat perasaan kita aman dan tenteram. Bahkan masyarakat Inggris memanggil polisi dengan panggilan kesayangan : Bobby.

Suatu ketika dompet saya yang berisi surat-surat penting dan sejumlah uang hilang. Kemungkinan tertinggal di dalam taksi. Ini tentu membuat saya agak panik, apalagi hal itu terjadi pada hari-hari pertama saya tinggal di London.

Tapi setelah memblokir kartu kredit dan sebagainya, saya pun perlahan-lahan melupakan kejadian tersebut. Yang menarik, beberapa hari kemudian, keluarga saya di Jakarta menerima surat dari kepolisian London yang menyatakan bahwa saya dapat mengambil dompet tersebut di kantor kepolisian setempat.

Ketika datang kesana, saya dilayani dengan ramah.
Polisi memberikan dompet yang ternyata isinya masih lengkap.
Ia juga memberikan kuitansi resmi berisi biaya yang harus saya bayar sekitar 2,5 pound.

Saking gembiranya, saya memberikan selembar uang 5 pound sambil mengatakan, " Ambil saja kembalinya."

Anehnya, si polisi hanya tersenyum dan memberikan uang kembalinya kepada saya seraya mengatakan bahwa itu bukan haknya. Sebelum saya pergi, ia bahkan meminta saya untuk mengecek dompet itu baik-baik seraya mengatakan bahwa kalau ada barang yang hilang ia bersedia membantu saya untuk menemukannya.

Hakekat keberagamaan sebetulnya adalah berbudi luhur.
Karena itu orang yang " beragama " seharusnya juga menjadi orang yang baik. Itu semua ditunjukkan dengan integritas dan kejujuran yang tinggi serta kemauan untuk menolong dan melayani sesama manusia.

***

Sumber :
Orang Beragama atau Orang Baik ?
oleh : Arvan Pradiansyah, Direktur pengelola Institute for Leadership & Life Management ( ILM ) & penulis buku Life is Beautiful

#71
yinyeksin 29 Oktober 2004 jam 9:56am  

Menanam Bunga Perhatian

Dalam sebuah kunjungan ke sebuah panti jompo yang serba kecukupan, Ibu Theresa pernah memiliki pengalaman yang patut di simak. Kendati kehidupan di panti jompo ini tergolong lebih dari cukup, semua orang tua yang tinggal di sini, ketika duduk di ruangan untuk menonton tv, bukannya memandang tv, hampir semua mata menatap pintu masuk.

Alasan kenapa mereka menatap pintu masuk, karena semuanya berharap akan dikunjungi oleh anak, keluarga atau saudara yang bisa memberi mereka perhatian.

Membaca pengalaman ini, saya teringat sedih ke Bapak saya yang tinggal di kampung sana. Di umurnya yang sudah berkepala sembilan, setiap sore setelah mandi, beliau selalu diminta dipapah dan disediakan kursi untuk duduk di pintu masuk rumah. Untuk kemudian, menatap setiap orang yang lewat di jalan satu persatu.

Tetangga saya sebelah rumah di Bintaro Jaya juga demikian. Hampir setiap sore orang tua yang berjalan dibantu kursi roda ini, duduk di depan rumahnya sambil memandangi jalan.

Tadinya, saya tidak tahu apa yang mereka pikirkan, tetapi ketika membaca pengalaman Ibu Theresa di atas, ada semacam perasaan berdosa terhadap Bapak saya di kampung, demikian juga dengan orang tua sebelah rumah.

Rupanya, mereka amat rindu perhatian. Di umur-umur yang tidak lagi produktif ini, setangkai bunga perhatian adalah vitamin-vitamin kejiwaan yang amat dibutuhkan.

Yang jelas, siapapun Anda dan dimanapun Anda berada, tua muda, di kota maupun di desa, semua memerlukan perhatian orang lain. Sayangnya, banyak orang yang amat pelit untuk memberikan bunga perhatian buat orang lain.

Tidak sedikit orang, hanya meminta untuk diberikan bunga terakhir. Padahal, bunga terakhir berharga tidak mahal. Bahkan, kita tidak membelinya.

Dalam ruang lingkup yang lebih besar, alasan ekonomi biaya tinggi sebagai tameng ketidakmampuan dalam mensejahterakan karyawan, jauhnya jarak sosial antara atasan dengan bawahan, tingginya rasio antara gaji orang di puncak dengan orang di bawah, teganya politisi membunuh orang untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu, atau koruptor yang rela mengkorupsi dana untuk rakyat miskin, adalah rangkaian bukti yang bisa membawa saya pada kesimpulan, betapa langkanya orang dan pemimpin yang kemana-mana membawa setangkai bunga perhatian.

Memang, ada orang yang memiliki teori, bahwa kalau kita lahir dari masyarakat dan keluarga yang miskin perhatian, maka kitapun akan terbentuk menjadi manusia yang miskin perhatian juga. Inilah problemanya. Jika menunggu sampai masyarakat dan keluarga berubah, atau organisasi berubah baru kemudian individunya berubah, maka kapan bisa terbentuk barisan manusia lengkap dengan bunga perhatian yang indah?

Ibu Theresa tepat sekali ketika menulis: "We must remember that love begins at home, and we must also remember that the future of humanity passes through the family." Ini berarti, bunga perhatian mesti mulai ditanam, dipupuk dan disemai di rumah. Sebab, dari rumahlah bunga indah ini disebarkan. Kenapa mulai dari rumah, sebab masa depan kemanusiaan berjalan melalui institusi keluarga.

Bercermin dari sini, kadang saya dihinggapi perasaan berdosa. Sebab, semenjak merangkap menjadi eksekutif, konsultan, pembicara publik dan
penulis, sering kali meninggalkan rumah pada hari Senin pagi dan pulang Jumat malam. Kendati setiap hari saya menelepon ke rumah, merayu isteri beberapa menit, bercanda dengan anak-anak, minta dibelikan oleh-oleh apa, dan seterusnya, tetapi tetap ada sesuatu yang kurang.

Putera saya yang bungsu, sering kali meminta makan di pangkuan saya tatkala saya juga makan. Wika puteri semata wayang saya, semangat sekali setiap kali saya sampai di rumah. Adi, putera kedua saya, sering kali merengek ke supir agar diajak ikut menjemput saya di bandar udara. Semua itu, membuat perasaan berdosa dalam diri ini. Bagaimanakah saya akan menanam bunga perhatian dalam keluarga yang amat saya cintai ini?

Kadang, saya berharap memiliki waktu empat puluh delapan jam sehari. Sempat teringat petuah teman untuk meningkatkan kualitas bukan kuantitas hubungan dengan anak. Atau mengkompensasinya dengan materi. Akan tetapi, tetap tidak bisa memberikan kompensasi. Apapun bayarannya, setiap anak mendambakan ayahnya ikut bermain dengan mereka.

Menaikkan layang-layang yang ingin diterbangkan. Menendang bola yang gawangnya mereka jaga. Menggambarkan kelinci dalam kertas yang anak-anak sediakan.

Menjemput puteri saya di sekolah yang sedang sombong-sombongnya memamerkan ayah serta mobilnya, mengantar Adi berenang, menaikkan layang-layang, serta bermain game sepuasnya, atau mengajak Komang berjalan-jalan dan menjawab semua keingintahuannya, atau menemani isteri sehari penuh dan memenuhi keinginannya, adalah serangkaian mimpi yang jarang bisa saya penuhi.

Serangkaian kegiatan, yang sebenarnya bisa membuat pohon bunga perhatian tumbuh di mana-mana di rumah.

Sering kali saya dibuat iri oleh tetangga yang amat rajin menemani anaknya naik sepeda berkeliling komplek. Ada juga yang setiap pagi memandikan anjing kesayangan sang anak, menuntun anak sampai gerbang sekolah, mengajari mereka naik sepeda. Lebih iri lagi, kalau di bandar udara saya bertemu seorang suami yang menggandeng isterinya dengan penuh kemesraan. Semacam lahan subur untuk bunga perhatian, bukankah akan membahagiakan sekali jika kita bekerja di sebuah organisasi yang diisi oleh manusia-manusia yang saling memperhatikan?

#72
yinyeksin 1 November 2004 jam 12:43pm  

PANTULAN BULAN BUKAN BULAN
Hiduplah segerombolan monyet yang tinggal di sebuah hutan. Pada suatu hari, ketika mereka sedang bersenang-senang, mereka melihat pantulan bulan di dalam sumur, serta-merta pemimpin monyet berteriak panik: "Teman-teman, bulan jatuh ke dalam sumur! Sekarang kita tidak punya bulan lagi. Kita harus mengambil bulan itu!" Monyet-monyet lainnya mengiyakan: "Ayo kita ambil bulaaan!"
Jadilah segerombolan monyet tersebut bersidang membahas cara mengambil bulan yang "jatuh". Akhirnya pemimpin monyet mencetuskan ide "cemerlang": "Kita semua harus membentuk rantai, dengan begitu kita bisa mengambil bulan itu dari sumur."
Begitulah, mereka lalu membentuk rantai; monyet pertama bergelayut pada dahan pohon, monyet kedua berpegangan pada ekor monyet pertama, begitu seterusnya dengan monyet-monyet berikutnya. Ketika mereka sudah bergelayutan satu pada yang lainnya, tak dinyana-nyana dahan pohon itu patah, tak kuat menahan beban. Seluruh pasukan monyet itu pun jatuh ke dalam sumur, mati mengenaskan.
Sang Guru yang kebetulan melihat kejadian itu berujar: "Jika para dungu memiliki pemimpin yang sama dungunya, mereka semua akan hancur seperti pasukan monyet yang ingin mengambil pantulan bulan dari dalam sumur."
Bergaul dengan para dungu hanya membawa kehancuran, bergaul dengan para bijak akan membawa kebahagiaan. Lebih baik menjalani kehidupan ini sendiri alih-alih bergaul dengan para dungu yang membawa petaka.
Banyak yang mengatakan bahwa monyet mirip dengan manusia (atau malah manusialah yang mirip dengan monyet?), tapi yang jelas manusia juga mudah terjebak dalam khayalan dan angan-angannya sendiri, sampai akhirnya manusia benar-benar kehilangan arah dan tujuan sebenarnya hidup ini; menganggap pantulan bulan sebagai bulan.

#73
hey_sephia 2 Desember 2004 jam 9:01pm  

Cinta adalah cinta

Sejak semula, keluarga si cantik tidak menyetujui hubungannya dengan sang pemuda. Mereka mengajukan alasan mengenai latar belakang keluarga si pemuda, bahwa jika si cantik memaksa terus bersama dengan sang pemuda, dia akan menderita seumur hidupnya, penderitaan yang mungkin tak dapat ia tanggungkan.

Karena tekanan dari keluarganya, si cantik jadi sering bertengkar dengan pacarnya. Si Cantik itu benar-benar mencintainya, dan dia terus-menerus bertanya, "Seberapa besar kamu mencintaiku?"

Sang pemuda tidak begitu pandai berbicara, dia selalu membuat si cantik marah. Dan komentar-komentar dari orangtuanya membuatnya bertambah kesal. Sang pemuda selalu menjadi sasaran pelampiasan kemarahannya. Dan sang pemuda selalu membiarkannya melampiaskan kemarahannya kepadanya...

Setelah beberapa saat, sang pemuda lulus dari perguruan tinggi. Ia bermaksud meneruskan kuliahnya ke luar negeri, tapi sebelum dia pergi, dia melamar si cantik, "Saya tidak tahu bagaimana mengucapkan kata-kata manis, tapi saya tahu bahwa saya mencintaimu. Jika kamu setuju, saya ingin menjagamu seumur hidupmu. Mengenai keluargamu, saya akan berusaha keras untuk meyakinkan mereka agar menyetujui hubungan kita. Maukah kamu menikah denganku?"

Si cantik setuju, dan keluarganya setelah melihat usaha dari sang pemuda, akhirnya merestui hubungan mereka. Sebelum pemuda itu berangkat, mereka bertungan terlebih dahulu. Si cantik tetap tinggal di kampung halaman dan bekerja, sementara sang pemuda meneruskan kuliahnya di LN. Mereka melanjutkan hubungan mereka melalui surat dan telepon. Kadang-kadang timbul kesulitan, tapi mereka tidak menyerah terhadap keadaan.

Suatu hari, dalam perjalanan ke tempat perhentian bis sepulang dari kerja, si cantik tertabrak mobil hingga tak sadarkan diri. Ketika siuman, dia melihat kedua orangtuanya dan menyadari betapa beruntungnya dia dapat selamat. Melihat air mata orangtuanya, dia berusaha untuk menghibur mereka.

Tetapi dia menemukan... bahwa dia tidak dapat berbicara sama sekali. Dia bisu. Menurut dokter kecelakaan tersebut telah mencederai otaknya, dan itu menyebabkannya bisu seumur hidupnya. Mendengar orangtuanya membujuknya, tapi tidak dapat menjawab sepatah kata pun, cantik tersebut pingsan. Sepanjang hari hanya dapat menangis dan membisu. Ketika akhirnya dia boleh pulang dari RS, dia mendapati rumahnya masih seperti sedia kala. Hanya jika telepon berdering, dia menjadi pilu. Dering telepon telah menjadi mimpi terburuknya. Dia tidak dapat memberitakan kabar buruk tersebut kepada pacarnya dan menjadi bebannya. Dia menulis sepucuk surat untuknya, memberitahukan bahwa dia tidak mau lagi menunggunya. Hubungan antara mereka sudah putus, bahkan dia mengembalikan cincin pertunangan mereka. Mendapat surat dan telepon dari si pemuda, dia hanya bisa menitikkan air mata....
Ayahnya tidak tahan melihat penderitaannya, dan memutuskan untuk pindah. Berharap bahwa dia dapat melupakan segalanya dan menjadi lebih bahagia.

Pindah ke tempat baru, si cantik mulai belajar bahasa isyarat. Dia berusaha melupakan sang pemud.. Suatu hari sahabatnya memberitahukan bahwa pemuda itu telah kembali dan mencarinya ke mana-mana. Dia meminta sahabatnya untuk tidak memberitahukan di mana dia berada dan menyuruh pemuda itu untuk melupakannya.

Lebih dari setahun, tidak terdengar lagi kabar pemuda itu sampai akhirnya sahabat si cantik menyampaikan bahwa sang pemuda akan menikah dan menyerahkan surat undangan. Dia membuka surat undangan itu dengan hati pedih, dan menemukan namanya tercantum dalam undangan. Sebelum dia sempat bertanya kepada sahabatnya, tiba-tiba sang pemuda muncul di hadapannya. Dengan bahasa isyarat yang kaku, ia menyampaikan bahwa, "Aku telah menghabiskan waktu lebih dari setahun untuk mempelajari bahasa isyarat, agar dapat memberitahukan kepadamu bahwa aku belum melupakan janji kita, berikan aku kesempatan, biarkan aku menjadi suaramu. I L O V E Y O U."

Melihat bahasa isyarat tersebut, dan cincin pertunangannya, si cantik akhirnya tersenyum.

Perlakukan setiap cinta seakan cinta terakhirmu., baru kamu akan belajar cara memberi. Perlakukan setiap hari seakan hari terakhirmu., baru kamu akan belajar cara menghargai. Jangan pernah menyerah.
Ingatlah bahwa kasih yang paling indah dan sukses yang terbesar, mengandung banyak resiko. Yakinlah pada dirimu ketika kamu berkata: Aku mencintaimu.

#74 avatar
andrea7974 3 Desember 2004 jam 8:23am  

EMPAT LILIN

Ada 4 lilin yang menyala,
Sedikit demi sedikit habis meleleh.

Suasana begitu sunyi sehingga terdengarlah percakapan mereka.

Yang pertama berkata:
?Aku adalah Damai ?
Namun manusia tak mampu menjagaku: maka lebih baik aku mematikan diriku saja!?
Demikianlah sedikit demi sedikit sang lilin padam.

Yang kedua berkata:
? Aku adalah Iman ?
Sayang aku tak berguna lagi.
Manusia tak mau mengenalku,
Untuk itulah tak ada gunanya aku tetap menyala.?
Begitu selesai bicara, tiupan angin memadamkannya.

Dengan sedih giliran Lilin ketiga bicara:
? Aku adalah Cinta ?
Tak mampu lagi aku untuk tetap menyala.
Manusia tidak lagi memandang dan mengganggapku berguna.
Mereka saling membenci, bahkan membenci mereka yang mencintainya, membenci keluarganya.?
Tanpa menunggu waktu lama, maka matilah Lilin ketiga.

Tanpa terduga...
Seorang anak saat itu masuk ke dalam kamar, dan melihat ketiga Lilin telah padam.
Karena takut akan kegelapan itu, ia berkata:
? Ekh apa yang terjadi?! Kalian harus tetap menyala, Aku takut akan kegelapan!?
Lalu ia mengangis tersedu-sedu.

Lalu dengan terharu Lilin keempat berkata:
?Jangan takut,
Janganlah menangis,
selama aku masih ada dan menyala, kita tetap dapat selalu menyalakan ketiga Lilin lainnya:
Akulah
?HARAPAN?

Dengan mata bersinar, sang anak mengambil Lilin Harapan, lalu menyalakan kembali ketiga Lilin lainnya.

Apa yang tidak pernah mati hanyalah HARAPAN yang ada dalam hati kita....

...dan masing-masing kita semoga dapat menjadi alat, seperti sang anak tersebut, yang dalam situasi apapun mampu menghidupkan kembali Iman, Damai, Cinta dengan HARAPAN-nya!!!

#75
yinyeksin 15 Desember 2004 jam 12:22pm  

Important Than Presents

A man going abroad to work leaves his fiancee crying. "Don't worry, I will write you everyday," he said. For years he did write her. But since he was happy with his job, he had no immediate plans of going home. One day, he received a wedding invitation. His girl friend was scheduled to be married. To whom? To the mailman bringing regularly the letters of her boy friend! Indeed, distance does make hearts flounder. The poor boyfriend surely explained, "What went wrong? I sent her letters, chocolates, and flowers."

When relationships go wrong, the list of things given and done for the person usually crops up. We say, "I have given you this and that...I have
done these things for you." It seems that love is simply proven by the bestowal of gifts and favors.

But while presents are important, love demands what is basic: presence of the beloved. I have observed for instance, the orchids of my mother. When she's away for a long time, they are unhealthy and many of them wither. But when she is around, they bloom with beautiful flowers. My mother does nothing exceptional. She just spends much time talking and caressing them.

I guess persons all the more require a caring presence. Love is fundamentally a commitment to a person. We may be committed to our business,
job, hobby, sports and clubs, but strictly speaking, they cannot love us back. Only a person can love us in return, and for that matter the highest
commitment as human beings is spending time with those persons we love. And since people need affection and nourishment, material things can only help up to a certain degree in fostering love. But it can never replace the greatest gift of presence.

Martha was busy with her job. She believed she had to work harder because she loves her father who is sick of cancer. She has to provide for his
expensive medicines. Her brothers and sisters meanwhile stayed with their father most of the time. They bathed him, sang for him, spoon-fed him or simply kept him company. One day Martha was hurt. She overheard her father telling her mother, "All our children love me except Martha." "How can this be?" Martha thought. "Am I not the one killing myself in my work to have money to buy for his medicines? My brothers and sisters do not even provide their share in the expenses as much as I do." One night, as Martha was as usual late in going home, she peeped for the first time in the room where her father was lying. She noticed that her father was still awake. She decided to come close at his bedside. Her father held her hands and said, "I miss you. I don't have much time. Stay with me." And she stayed with her father holding his hand the whole night. The next morning Martha said to everybody, "I have taken a leave of absence. I would like to be with father. I will bathe him and sing for him from now on." Her father had a beautiful smile. He knew this time Martha loves him.

* As children, we need the assuring presence of our loved ones. Adult people need no less. *

Shared by Joe Gatuslao - Philippines

#76
yinyeksin 16 Desember 2004 jam 10:10am  

TIDAK BISA MENYENANGKAN SEMUA

Suatu hari, seorang ayah dan anaknya membawa seekor keledai ke pasar. Dalam perjalanan, beberapa orang melihat mereka dan berkata, "Lihat orang-orang tolol itu, kenapa mereka tidak menunggangi saja keledai mereka?" Sang ayah mendengar cemooh ini dan menyuruh anaknya menunggang keledainya, sedangkan dia sendiri berjalan di samping.
Seorang wanita tua yang melihat pemandangan ini berkata, "Apa jadinya dunia ini? Anak itu enak-enakan menaiki keledai sementara ayahnya yang sudah tua disuruh berjalan kaki!" Mendengar itu, si anak langsung turun dan meminta ayahnya saja yang menunggang keledainya.
Selanjutnya mereka berpapasan dengan seorang wanita muda yang mengatakan, "Kenapa kalian berdua tidak naiki saja keledainya?" Mereka mengikuti nasihat wanita muda itu dan bersama-sama mereka menunggangi keledai mereka.
Tak berapa lama, sekelompok orang mengecam mereka, "Oh, betapa malangnya keledai itu! Dia harus mengangkut kedua orang itu sekaligus. Betapa kejamnya mereka!"
Ketika mendengar hal itu, ayah-anak itu sudah sangat jemu mendengar kritikan demi kritikan. Mereka memutuskan untuk turun dan menggendong keledai mereka saja untuk membungkam omongan orang-orang. Kejadian ini membuat orang-orang menertawakan mereka, "Lihat, manusia keledai menggendong keledai…"
Ketika Anda berusaha menyenangkan semua orang, pada akhirnya Anda tidak akan menyenangkan siapa pun, malahan bisa-bisa Anda hanya menyusahkan diri Anda sendiri. Sepanjang apa yang Anda perbuat tidak merugikan pihak lain dan didasarkan pada etika moral, tidak ada yang salah dengan Anda.
Tentu boleh-boleh saja Anda mendengarkan berbagai pendapat dan masukan, tetapi pada akhirnya, Anda harus mendengarkan suara hati Anda sendiri dan mengambil keputusan yang terbaik bagi diri Anda sendiri. Tak seorang pun yang mengetahui diri Anda lebih daripada diri Anda sendiri.

#77
Azalae 16 Desember 2004 jam 11:20am  

you can satisfy some about everything or you satisfy everyone about somethings but you cannot satisfy everyone regarding everything. ;)

#78
yinyeksin 8 Februari 2005 jam 9:37am  

Menjawab Tantangan

Nelayan Jepang - unknown

Orang Jepang sejak lama menyukai ikan segar. Tetapi tidak banyak ikan yang tersedia di perairan yang dekat dengan Jepang dalam beberapa dekade ini.

Jadi untuk memberi makan populasi Jepang, kapal-kapal penangkap ikan bertambah lebih besar dari sebelumnya. Semakin jauh para nelayan pergi, semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk membawa hasil tangkapan itu ke daratan. Jika perjalanan pulang mencapai beberapa hari, ikan tersebut tidak segar lagi. Orang Jepang tidak menyukai rasanya. Untuk mengatasi masalah ini, perusahaan perikanan memasang freezer di kapal mereka. Mereka akan menangkap ikan dan langsung membekukannya di laut. Freezer memungkinkan kapal-kapal nelayan untuk pergi semakin jauh dan lama.

Namun, orang Jepang dapat merasakan perbedaan rasa antara ikan segar dan beku, dan mereka tidak menyukai ikan beku. Ikan beku harganya menjadi lebih murah. Sehingga perusahaan perikanan memasang tangki-tangki penyimpan ikan di kapal mereka. Para nelayan akan menangkap ikan dan langsung menjejalkannya ke dalam tangki hingga berdempet-dempetan. Setelah selama beberapa saat saling bertabrakan, ikan-ikan tersebut berhenti bergerak. Mereka kelelahan dan lemas, tetapi tetap hidup. Namun, orang Jepang masih tetap dapat merasakan perbedaannya. Karena ikan tadi tidak bergerak selama berhari-hari, mereka kehilangan rasa ikan segarnya.

Orang Jepang menghendaki rasa ikan segar yang lincah, bukan ikan yang lemas. Bagaimanakan perusahaan perikanan Jepang mengatasi masalah ini? Bagaimana mereka membawa ikan dengan rasa segar ke Jepang? Jika anda menjadi konsultan bagi industri perikanan, apakah yang anda rekomendasikan?

Begitu anda mencapai tujuan-tujuan anda, seperti mendapatkan jodoh - memulai perusahaan yang sukses - membayar hutang-hutang anda - atau apapun, anda dapat kehilangan gairah anda. Anda tidak perlu bekerja demikian keras sehingga anda bersantai. Anda mengalami masalah yang sama dengan para pemenang lotere yang menghabiskan uang mereka, pewaris kekayaan yang tidak pernah tumbuh dewasa, dan para ibu rumah tangga jemu yang kecanduan obat-obatan resep.

Seperti masalah ikan di Jepang tadi, solusi terbaiknya sederhana. Hal ini diamati oleh L. Ron Hubbard di awal 1950-an.
"Orang berkembang, anehnya, hanya dalam kondisi lingkungan yang menantang"
-L. Ron Hubbard.

Keuntungan dari sebuah Tantangan:
Semakin cerdas, tabah dan kompeten diri anda, semakin anda menikmati masalah yang rumit. Jika takarannya pas, dan anda terus menaklukan tantangan tersebut, anda akan bahagia. Anda akan memikirkan tantangan-tantangan tersebut dan merasa bersemangat. Anda tertarik untuk mencoba solusi-solusi baru. Anda senang. Anda hidup!

Bagaimana Ikan Jepang Tetap Segar?
Untuk menjaga agar rasa ikan tersebut tetap segar, perusahaan perikanan Jepang tetap menyimpan ikan di dalam tangki. Tetapi kini mereka memasukkan seekor ikan hiu kecil ke dalam masing-masing tangki. Memang ikan hiu memakan sedikit ikan, tetapi kebanyakan ikan sampai dalam kondisi yang sangat hidup. Ikan-ikan tersebut tertantang.

Renungan :
Jangan menghindari tantangan, melompatlah ke dalamnya dan taklukanlah. Nikmatilah permainannya. Jika tantangan anda terlalu besar atau terlalu banyak, jangan menyerah. Kegagalan jangan membuat anda lelah, sebaliknya, atur kembali strategi. Temukanlah lebih banyak keteguhan, pengetahuan, dan bantuan. Jika anda telah mencapai tujuan anda, rencanakanlah tujuan yang lebih besar lagi. Begitu kebutuhan pribadi atau keluarga anda terpenuhi, berpindahlah ke tujuan untuk kelompok anda, masyarakat, bahkan umat manusia. Jangan ciptakan kesuksesan dan tidur di dalamnya. Anda memiliki sumber daya, keahlian, dan kemampuan untuk membuat perubahan. Jadi, masukkanlah seekor ikan hiu di tangki anda dan lihat berapa jauh yang dapat anda lakukan dan capai!

#79
yinyeksin 15 Februari 2005 jam 10:46am  

3 Hari Saja

Yang pertama:
Hari kemarin. Anda tak bisa mengubah apa pun yang telah terjadi. Anda tak bisa menarik perkataan yang telah terucapkan. Anda tak mungkin lagi menghapus kesalahan dan mengulangi kegembiraan yang anda rasakan kemarin. Biarkan hari kemarin lewat, lepaskan saja...

Yang kedua:
Hari esok. Hingga mentari esok hari terbit, Anda tak tahu apa yang akan terjadi. Anda tak bisa melakukan apa-apa esok hari. Anda tak mungkin sedih atau ceria di esok hari. Esok hari belum tiba, biarkan saja...

Yang tersisa kini hanyalah hari ini.
Pintu masa lalu telah tertutup, Pintu masa depan pun belum tiba. Pusatkan saja diri anda untuk hari ini. Anda dapat mengerjakan lebih banyak hal hari ini bila anda mampu memaafkan hari kemarin dan melepaskan ketakutan akan esok hari. Hiduplah hari ini. Karena, masa lalu dan masa depan hanyalah permainan pikiran yang rumit. Hiduplah apa adanya. Karena yang ada hanyalah hari ini, hari ini yang abadi.

Perlakukan setiap orang dengan kebaikan hati dan rasa hormat, meski mereka berlaku buruk pada anda. Cintailah seseorang sepenuh hati hari ini, karena mungkin besok cerita sudah berganti. Ingatlah bahwa anda menunjukkan penghargaan pada orang lain bukan karena siapa mereka, tetapi karena siapakah diri anda sendiri. Jadi teman, jangan biarkan masa lalu mengekangmu atau masa depan membuatmu bingung, lakukan yang terbaik HARI INI dan lakukan sekarang juga!!!!!!

#80
yinyeksin 18 Februari 2005 jam 10:48am  

Bunga Mawar dan Pohon Cemara

Konon di tengah hutan, bunga mawar menertawakan pohon cemara seraya berkata : "Meskipun anda tumbuh begitu tegap, tetapi anda tidak memiliki keharuman sehingga tidak dapat menarik kumbang dan lebah untuk mendekat."

Pohon cemara diam saja. Demikianlah bunga mawar di mana-mana menyiarkan dan menceritakan tampak buruk pohon cemara, sehingga membuat pohon cemara tersingkir dan menyendiri di tengah hutan.

Ketika musim dingin datang dan turun salju yang lebat, bunga mawar yang sombong sangat sulit mempertahankan kehidupannya. Demikian pula dengan pohon dan bunga-bunga lainnya. Hanya pohon cemara yang masih tegak berdiri di tengah badai dingin yang menerpa bumi.

Di tengah malam yang sunyi, salju berbincang-bincang dengan pohon cemara.

Salju berkata; "Setiap tahun saya datang ke bumi ini, selalu melihat kemakmuran dan keramaian di bumi berubah wajah. Hanya gersang dan sunyi senyap yang menyelimuti bumi. Namun, kamulah satu-satunya yang dapat melewati ujian saya dan berdiri tegak hingga dapat menahan segala macam tekanan alam. Begitu pula alam kehidupan dan manusia selalu mengalami perubahan."

Demikianlah pembicaraan menarik antara pohon cemara dan salju yang terjadi di tengah malam pada musim dingin.

Sedih dan gembira selalu datang silih berganti; hanya dengan keteguhan jiwa dan pikiran, kebahagiaan itu dapat diraihnya. Caci maki dan fitnah tidak dapat menjatuhkan orang yang kuat.

Di dalam ungkapan Timur sering terdapat kata-kata :
"Menengadah ke langit dan membuang ludah." dan "Menabur debu dengan angin yang berlawanan."

Ini semua mengisahkan kebodohan-kebodohan yang dilakukan seseorang dan pada akhirnya mencelakakan dirinya sendiri. Menghadapi fitnahan dan celaan, hendaknya seseorang berlapang dada bagaikan langit besar yang tak bertepi.

Cuaca terang dan berawan selalu silih berganti. Belajar bagaikan cermin yang jernih dapat melihat keadaan sebenarnya.

Bunga mawar hanya merasakan kepuasan dan kecongkakan sejenak, tetapi pohon cemara dapat menghadapi, menerima dan menahan diri dengan tenang dan sabar.

Kita harus belajar dari sifat pohon cemara yang tegar menahan serangan, baik serangan yang bersifat tindakan, ucapan maupun pikiran, dan menjadikannya sesuatu yang sejuk, hangat dan damai.