Sekedar Renungan

HomeForumGeneral discussionsSekedar Renungan


#121
yinyeksin 26 Agustus 2005 jam 9:57am  

Menuju Kedewasaan

Tuhan yang Mahabaik memberi kita ikan, tetapi kita harus mengail untuk mendapatkannya.

Demikian juga Jika kamu terus menunggu waktu yang tepat, mungkin kamu tidak akan pernah mulai.

Mulailah sekarang...mulailah di mana kamu berada sekarang dengan apa adanya.

Jangan pernah pikirkan kenapa kita memilih seseorang untuk dicintai, tapi sadarilah bahwa cintalah yang memilih kita untuk mencintainya.

Perkawinan memang memiliki banyak kesusahan, tetapi kehidupan lajang tidak memiliki kesenangan. Buka mata kamu lebar-lebar sebelum menikah, dan biarkan mata kamu setengah terpejam sesudahnya. Menikahi wanita atau pria karena kecantikannya atau ketampanannya sama seperti membeli rumah karena lapisan catnya. Harta milik yang paling berharga bagi seorang pria di dunia ini adalah...hati seorang wanita.

Begitu juga Persahabatan, persahabatan adalah 1 jiwa dalam 2 raga. Persahabatan sejati layaknya kesehatan, nilainya baru kita sadari setelah kita kehilangannya. Seorang sahabat adalah yang dapat mendengarkan lagu didalam hatimu dan akan menyanyikan kembali tatkala kau lupa akan bait-baitnya. Sahabat adalah tangan Tuhan untuk menjaga Kita. Rasa hormat tidak selalu membawa kepada persahabatan, tapi Jangan pernah menyesal untuk bertemu dengan orang lain...tapi menyesal-lah jika orang itu menyesal bertemu dengan kamu.

Bertemanlah dengan orang yang suka membela kebenaran. Dialah hiasan dikala kamu senang dan perisai diwaktu kamu susah. Namun kamu tidak akan pernah memiliki seorang teman, jika kamu mengharapkan seseorang tanpa kesalahan. Karena semua manusia itu baik kalau kamu bisa melihat kebaikannya dan menyenangkan kalau kamu bisa melihat keunikannya tapi semua manusia itu akan buruk dan membosankan kalau kamu tidak bisa melihat keduanya.

Begitu juga Kebijakan, Kebijakan itu seperti cairan, kegunaannya terletak pada penerapan yang benar, orang pintar bisa gagal karena ia memikirkan terlalu banyak hal, sedangkan orang bodoh sering kali berhasil dengan melakukan tindakan tepat. Dan Kebijakan sejati tidak datang dari pikiran kita saja, tetapi juga berdasarkan pada perasaan dan fakta.

Tak seorang pun sempurna. Mereka yang mau belajar dari kesalahan adalah bijak. Menyedihkan melihat orang berkeras bahwa mereka benar meskipun terbukti salah. Apa yang berada di belakang kita dan apa yang berada di depan kita adalah perkara kecil berbanding dengan apa yang berada di dalam kita.

Kamu tak bisa mengubah masa lalu...tetapi dapat menghancurkan masa kini dengan mengkhawatirkan masa depan.

Bila Kamu mengisi hati kamu...dengan penyesalan untuk masa lalu dan kekhawatiran untuk masa depan, Kamu tak memiliki hari ini untuk kamu syukuri. Jika kamu berpikir tentang hari kemarin tanpa rasa penyesalan dan hari esok tanpa rasa takut, berarti kamu sudah berada dijalan yang benar menuju sukses.

Bagian penting tubuhmu

Ibuku selalu bertanya padaku, apa bagian tubuh yang paling penting. Bertahun-tahun, aku selalu menebak dengan jawaban yang aku anggap benar. Ketika aku muda, aku pikir suara adalah yang paling penting bagi kita sebagai manusia, jadi aku jawab, "Telinga, Bu." Tapi, ternyata itu bukan jawabannya. "Bukan itu, Nak. Banyak orang yang tuli. Tapi, teruslah memikirkannya dan aku menanyakan lagi nanti."

Beberapa tahun kemudian, aku mencoba menjawab, sebelum dia bertanya padaku lagi. Sejak jawaban pertama, kini aku yakin jawaban kali ini pasti benar. Jadi, kali ini aku memberitahukannya. "Bu, penglihatan sangat penting bagi semua orang, jadi pastilah mata kita." Dia memandangku dan berkata, "Kamu belajar dengan cepat, tapi jawabanmu masih salah karena banyak orang yang buta."

Gagal lagi, aku meneruskan usahaku mencari jawaban baru dan dari tahun ke tahun, Ibu terus bertanya padaku beberapa kali dan jawaban dia selalu, "Bukan. Tapi, kamu makin pandai dari tahun ke tahun, Anakku."

Akhirnya tahun lalu, kakekku meninggal. Semua keluarga sedih. Semua menangis. Bahkan, ayahku menangis. Aku sangat ingat itu karena itulah saat kedua kalinya aku melihatnya menangis. Ibuku memandangku ketika tiba giliranku untuk mengucapkan selamat tinggal pada kakek. Dia bertanya padaku, "Apakah kamu sudah tahu apa bagian tubuh yang paling penting, sayang?" Aku terkejut ketika Ibu bertanya pada saat seperti
ini. Aku sering berpikir, ini hanyalah permainan antara Ibu dan aku. Ibu melihat kebingungan di wajahku dan memberitahuku, "Pertanyaan ini penting. Ini akan menunjukkan padamu apakah kamu sudah benar-benar "hidup". Untuk semua bagian tubuh yang kamu beritahu padaku dulu, aku selalu berkata kamu salah dan aku telah memberitahukan kamu kenapa.Tapi, hari ini adalah hari di mana kamu harus mendapat pelajaran yang sangat penting."

Dia memandangku dengan wajah keibuan. Aku melihat matanya penuh dengan air. Dia berkata, "Sayangku, bagian tubuh yang paling penting adalah bahumu." Aku bertanya, "Apakah karena fungsinya untuk menahan kepala?" Ibu membalas, "Bukan, tapi karena bahu dapat menahan kepala seorang teman atau orang yang kamu sayangi ketika mereka menangis. Kadang-kadang dalam hidup ini, semua orang perlu bahu untuk menangis. Aku cuma berharap, kamu punya cukup kasih sayang dan teman-teman agar kamu selalu punya bahu untuk menangis kapan pun kamu membutuhkannya."

Akhirnya, aku tahu, bagian tubuh yang paling penting adalah tidak menjadi orang yang mementingkan diri sendiri. Tapi, simpati terhadap penderitaan yang dialamin oleh orang lain. Orang akan melupakan apa yang kamu katakan. Orang akan melupakan apa yang kamu lakukan. Tapi,
orang TIDAK akan pernah lupa bagaimana kamu membuat mereka berarti.

#122
yinyeksin 6 September 2005 jam 1:17pm  

Suara Yang Paling Indah

Seorang tua yang tak berpendidikan tengah mengunjungi suatu kota besar untuk pertama kali dalam hidupnya. Dia dibesarkan di sebuah dusun di pegunungan yang terpencil, bekerja keras membesarkan anak-anaknya, dan kini sedang menikmati kunjungan perdananya ke rumah anak-anaknya yang modern.

Suatu hari, sewaktu dibawa berkeliling kota, orang tua itu mendengar suara yang menyakitkan telinga. Belum pernah dia mendengar suara yang begitu tidak enak didengar di dusunnya yang sunyi. Dia bersikeras mencari sumber bunyi tersebut. Dia mengikuti sumber suara sumbang itu, dan dia tiba di sebuah ruangan di belakang sebuah rumah, di mana seorang anak kecil sedang belajar bermain biola.

"Ngiiik! Ngoook!" berasal dari nada sumbang biola tersebut.

Saat dia mengetahui dari putranya bahwa itulah yang dinamakan "biola", dia memutuskan untuk tidak akan pernah mau lagi mendengar suara yang mengerikan tersebut.

Hari berikutnya, di bagian lain kota, orang tua ini mendengar sebuah suara yang seolah membelai-belai telinga tuanya. Belum pernah dia mendengar melodi yang begitu indah di lembah gunungnya, dia pun mencoba mencari sumber suara tersebut. Ketika sampai ke sumbernya, dia tiba di ruangan depan sebuah rumah, di mana seorang wanita tua, seorang maestro, sedang memainkan sonata dengan biolanya.

Seketika, si orang tua ini menyadari kekeliruannya. Suara tidak mengenakkan yang didengarnya kemarin bukanlah kesalahan dari biola, bukan pula salah sang anak. Itu hanyalah proses belajar seorang anak yang belum bisa memainkan biolanya dengan baik.

Dengan kebijaksanaan polosnya, orang tua itu berpikir bahwa mungkin demikian pula halnya dengan agama. Sewaktu kita bertemu dengan seseorang yang menggebu-gebu terhadap kepercayaannya, tidaklah benar untuk menyalahkan agamanya. Itu hanyalah proses belajar seorang pemula yang belum bisa memainkan agamanya dengan baik. Sewaktu kita bertemu dengan seorang bijak, seorang maestro agamanya, itu merupakan pertemuan indah yang menginspirasi kita selama bertahun-tahun, apa pun kepercayaan mereka.

Namun ini bukanlah akhir dari cerita.

Hari ketiga, di bagian lain kota, si orang tua mendengar suara lain yang bahkan melebihi kemerduan dan kejernihan suara sang maestro biola. Menurut Anda, suara apakah itu?

Melebihi indahnya suara aliran air pegunungan pada musim semi, melebihi indahnya suara angin musim gugur di sebuah hutan, melebihi merdunya suara burung-burung pegunungan yang berkicau setelah hujan lebat. Bahkan melebihi keindahan hening pegunungan sunyi pada suatu malam musim salju. Suara apakah gerangan yang telah menggerakkan hati si orang tua melebihi apa pun itu?

Itu suara sebuah orkestra besar yang memainkan sebuah simfoni.

Bagi si orang tua, alasan mengapa itulah suara terindah di dunia adalah, pertama, setiap anggota orkestra merupakan maestro alat musiknya masing-masing; dan kedua, mereka telah belajar lebih jauh lagi untuk bisa bermain bersama-sama dalam harmoni.

"Mungkin ini sama dengan agama," pikir si orang tua. "Marilah kita semua mempelajari hakikat kelembutan agama kita melalui pelajaran-pelajaran kehidupan. Marilah kita semua menjadi maestro cinta kasih di dalam agama masing-masing. Lalu, setelah mempelajari agama kita dengan baik, lebih jauh lagi, mari kita belajar untuk bermain, seperti halnya para anggota sebuah orkestra, bersama-sama dengan penganut agama lain dalam sebuah harmoni!"

Itulah suara yang paling indah.

Apa Yang Kita Sombongkan?

Seorang pria yang bertamu ke rumah Sang Guru tertegun keheranan. Dia melihat Sang Guru sedang sibuk bekerja; ia mengangkuti air dengan ember dan menyikat lantai rumahnya keras-keras. Keringatnya bercucuran deras. Menyaksikan keganjilan ini orang itu bertanya, "Apa yang sedang Anda lakukan?"

Sang Guru menjawab, "Tadi saya kedatangan serombongan tamu yang meminta nasihat. Saya memberikan banyak nasihat yang bermanfaat bagi mereka. Mereka pun tampak puas sekali. Namun, setelah mereka pulang tiba-tiba saya merasa menjadi orang yang hebat. Kesombongan saya mulai bermunculan. Karena itu, saya melakukan ini untuk membunuh perasaan sombong saya."

Sombong adalah penyakit yang sering menghinggapi kita semua, yang benih-benihnya terlalu kerap muncul tanpa kita sadari. Di tingkat terbawah, sombong disebabkan oleh faktor materi. Kita merasa lebih kaya, lebih rupawan, dan lebih terhormat daripada orang lain.

Di tingkat kedua, sombong disebabkan oleh faktor kecerdasan. Kita merasa lebih pintar, lebih kompeten, dan lebih berwawasan dibandingkan orang lain.

Di tingkat ketiga, sombong disebabkan oleh faktor kebaikan. Kita sering menganggap diri kita lebih bermoral, lebih pemurah, dan lebih tulus
dibandingkan dengan orang lain.

Yang menarik, semakin tinggi tingkat kesombongan, semakin sulit pula kita mendeteksinya. Sombong karena materi sangat mudah terlihat, namun sombong karena pengetahuan, apalagi sombong karena kebaikan, sulit terdeteksi karena seringkali hanya berbentuk benih-benih halus di dalam batin kita.

Akar dari kesombongan ini adalah ego yang berlebihan. Pada tataran yang lumrah, ego menampilkan dirinya dalam bentuk harga diri (self-esteem)
dan kepercayaan diri (self-confidence). Akan tetapi, begitu kedua hal ini berubah menjadi kebanggaan (pride), Anda sudah berada sangat dekat
dengan kesombongan. Batas antara bangga dan sombong tidaklah terlalu jelas.

Kita sebenarnya terdiri dari dua kutub, yaitu ego di satu kutub dan kesadaran sejati di lain kutub. Pada saat terlahir ke dunia, kita dalam keadaan telanjang dan tak punya apa-apa. Akan tetapi, seiring dengan waktu, kita mulai memupuk berbagai keinginan, lebih dari sekadar yang kita butuhkan dalam hidup. Keenam indra kita selalu mengatakan bahwa kita memerlukan lebih banyak lagi.

Perjalanan hidup cenderung menggiring kita menuju kutub ego. Ilusi ego inilah yang memperkenalkan kita kepada dualisme ketamakan (ekstrem suka) dan kebencian (ekstrem tidak suka). Inilah akar dari segala permasalahan.

Perjuangan melawan kesombongan merupakan perjuangan menuju kesadaran sejati. Untuk bisa melawan kesombongan dengan segala bentuknya, ada dua perubahan paradigma yang perlu kita lakukan. Pertama, kita perlu menyadari bahwa pada hakikatnya kita bukanlah makhluk fisik, tetapi
makhluk spiritual. Kesejatian kita adalah spiritualitas, sementara tubuh fisik hanyalah sarana untuk hidup di dunia. Kita lahir dengan tangan kosong, dan (ingat!) kita pun akan mati dengan tangan kosong. Pandangan seperti ini akan membuat kita melihat semua makhluk dalam kesetaraan universal. Kita tidak akan lagi terkelabui oleh penampilan, label, dan segala "tampak luar" lainnya. Yang kini kita lihat adalah "tampak dalam". Pandangan seperti ini akan membantu menjauhkan kita dari berbagai kesombongan atau ilusi ego.

Kedua, kita perlu menyadari bahwa apa pun perbuatan baik yang kita lakukan, semuanya itu semata-mata adalah juga demi diri kita sendiri. Kita memberikan sesuatu kepada orang lain adalah juga demi kita sendiri.

Dalam hidup ini berlaku hukum kekekalan energi. Energi yang kita berikan kepada dunia tak akan pernah musnah. Energi itu akan kembali kepada kita dalam bentuk yang lain. Kebaikan yang kita lakukan pasti akan kembali kepada kita dalam bentuk persahabatan, cinta kasih, makna hidup, maupun kepuasan batin yang mendalam. Jadi, setiap berbuat baik kepada pihak lain, kita sebenarnya sedang berbuat baik kepada diri kita sendiri. Kalau begitu, apa yang kita sombongkan?

#123
ToOn99 16 September 2005 jam 12:41pm  

Suatu hari seorang ayah dan anaknya sedang duduk berbincang-bincang di tepi sungai. Kata Ayah kepada anaknya, " Lihatlah anakku, air begitu penting dalam kehidupan ini, tanpa air kita semua akan mati."
Pada saat yang bersamaan, seekor ikan kecil mendengarkan percakapan itu dari bawah permukaan air, ia mendadak menjadi gelisah dan ingin tahu apakah air itu, yang katanya begitu penting dalam kehidupan ini. Ikan kecil itu berenang dari hulu sampai ke hilir sungai sambil bertanya kepada setiap ikan yang ditemuinya, " Hai, tahukah kamu dimana air? Aku telah mendengar percakapan manusia bahwa tanpa air kehidupan akan mati."
Ternyata semua ikan tidak mengetahui dimana air itu, si ikan kecil
semakin gelisah, lalu ia berenang menuju mata air untuk bertemu dengan ikan sepuh yang sudah berpengalaman, kepada ikan sepuh itu ikan kecil ini menanyakan hal serupa, " Dimanakah air ? "
Jawab ikan sepuh, " Tak usah gelisah anakku, air itu telah
mengelilingimu, sehingga kamu bahkan tidak menyadari kehadirannya.
Memang benar, tanpa air kita akan mati. "

Apa arti cerita tersebut bagi kita ?

Manusia kadang-kadang mengalami situasi seperti si ikan kecil, mencari kesana kemari tentang kehidupan dan kebahagiaan, padahal ia sedang menjalaninya, bahkan kebahagiaan sedang melingkupinya sampai-sampai dia tidak menyadarinya.....

Kehidupan dan kebahagiaan ada di sekeliling kita dan sedang kita jalani, sepanjang kita mau membuka diri dan pikiran kita, karena saat untuk berbahagia adalah saat ini, saat untuk berbahagia dapat kita tentukan ......

"Being happy can be hard work sometimes, it is like maintaining a nice home, you've got to hang on to your treasures and throw out the garbage ..."

"Being happy requires looking for the good things. One person sees the beautiful view and the other sees the dirty window, choose what you see and what you think"

#124
yinyeksin 19 September 2005 jam 12:51pm  

Ketika Aku Sudah Tua

Ketika aku sudah tua, bukan lagi aku yang semula.
Mengertilah,bersabarlah sedikit terhadap aku.

Ketika pakaianku terciprat sup, ketika aku lupa bagaimana mengikat sepatu, ingatlah bagaimana dahulu aku mengajarmu.

Ketika aku berulang-ulang berkata-kata tentang sesuatu yang telah bosan kau dengar, bersabarlah mendengarkan, jangan memutus pembicaraanku.
Ketika kau kecil, aku selalu harus mengulang cerita yang telah beribu-ribu kali kuceritakan agar kau tidur.

Ketika aku memerlukanmu untuk memandikanku, jangan marah padaku.
Ingatkah sewaktu kecil aku harus memakai segala cara untuk membujukmu mandi?

Ketika aku tak paham sedikitpun tentang tehnologi dan hal-hal baru, jangan mengejekku.
Pikirkan bagaimana dahulu aku begitu sabar menjawab setiap "mengapa" darimu.

Ketika aku tak dapat berjalan, ulurkan tanganmu yang masih kuat untuk memapahku.
Seperti aku memapahmu saat kau belajar berjalan waktu masih kecil.

Ketika aku seketika melupakan pembicaraan kita, berilah aku waktu untuk mengingat.
Sebenarnya bagiku, apa yang dibicarakan tidaklah penting, asalkan kau disamping mendengarkan, aku sudah sangat puas.

Ketika kau memandang aku yang mulai menua, janganlah berduka.
Mengertilah aku, dukung aku, seperti aku menghadapimu ketika kamu mulai belajar menjalani kehidupan.

Waktu itu aku memberi petunjuk bagaimana menjalani kehidupan ini, sekarang temani aku menjalankan sisa hidupku.

Beri aku cintamu dan kesabaran, aku akan memberikan senyum penuh rasa syukur, dalam senyum ini terdapat cintaku yang tak terhingga untukmu.

#125
yinyeksin 22 September 2005 jam 10:05am  

Pengalaman Hidup Seorang "Mahasiswi"

Hari pertama kuliah di kampus, profesor memperkenalkan diri dan menantang kami untuk berkenalan dengan seseorang yang belum kami kenal.

Saya berdiri dan melihat sekeliling ketika sebuah tangan lembut menyentuh bahu saya. Saya menengok dan mendapati seorang wanita tua, kecil, dan berkeriput,memandang dengan wajah yang berseri-seri dengan senyum yang cerah. Ia menyapa, "Halo anak cakep. Namaku Rose. Aku berusia delapan puluh tujuh. Maukah kamu memelukku?" Saya tertawa dan dengan antusias menyambutnya,"Tentu saja boleh!". Diapun memberi saya pelukan yang sangat erat.

"Mengapa kamu ada di kampus pada usia yang masih muda dan tak berdosa seperti ini?" tanya saya berolok-olok. Dengan bercanda dia menjawab, "Saya di sini untuk menemukan suami yang kaya, menikah, mempunyai beberapa anak, kemudian pensiun dan bepergian." "Ah yang serius?" pinta saya. Saya sangat ingin tahu apa yang telah memotivasinya untuk mengambil tantangan ini di usianya. "Saya selalu bermimpi untuk mendapatkan pendidikan tinggi dan kini saya sedang mengambilnya!" katanya.

Setelah jam kuliah usai, kami berjalan menuju kantor senat mahasiswa dan berbagi segelas chocolate milkshake. Kami segera akrab. Dalam tiga bulan kemudian, setiap hari kami pulang bersama-sama dan bercakap-cakap tiada henti. Saya selalu terpesona mendengarkannya berbagai pengalaman dan kebijaksanaannya. Setelah setahun berlalu, Rose menjadi bintang kampus dan dengan mudah dia berkawan dengan siapapun. Dia suka berdandan dan segera mendapatkan perhatian dari para mahasiswa lain. Dia pandai sekali menghidupkannya suasana.

Pada akhir semester kami mengundang Rose untuk berbicara di acara makan malam klub sepak bola kami. Saya tidak akan pernah lupa apa yang diajarkannya pada kami. Dia diperkenalkan dan naik ke podium. Begitu dia mulai menyampaikan pidato yang telah dipersiapkannya, tiga dari lima kartu pidatonya terjatuh ke lantai.Dengan gugup dan sedikit malu dia bercanda pada mikrofon. Dengan ringan berkata, "Maafkan saya sangat gugup. Saya sudah tidak minum bir. Tetapi wiski ini membunuh saya. Saya tidak bisa menyusun pidato saya kembali, maka ijinkan saya menyampaikan apa yang saya tahu."

Saat kami tertawa dia membersihkan kerongkongannya dan mulai, "Kita tidak pernah berhenti bermain karena kita tua; kita menjadi tua karena kita berhenti bermain. Hanya ada empat rahasia untuk tetap awet muda, tetap bahagia, dan meraih sukses. Kamu harus tertawa dan menemukan humor setiap hari. Kamu harus mempunyai mimpi.Bila kamu kehilangan mimpi-mimpimu, kamu mati. Ada banyak sekali orang yang berjalan di sekitar kita yang mati namun tidak mengetahuinya!"

"Sungguh jauh berbeda antara menjadi tua dan menjadi dewasa. Bila kamu berumur sembilan belas tahun dan berbaring di tempat tidur selama satu tahun penuh, tidak melakukan apa-apa, kamu tetap akan berubah menjadi dua puluh tahun. Bila saya berusia delapan puluh tujuh tahun dan tinggal di tempat tidur selama satu tahun, tidak melakukan apapun, saya tetap akan menjadi delapan puluh delapan. Setiap orang pasti menjadi tua. Itu tidak membutuhkan suatu keahlian atau bakat. Tumbuhlah dewasa dengan selalu mencari kesempatan dalam perubahan."

"Jangan pernah menyesal. Orang-orang tua seperti kami biasanya tidak menyesali apa yang telah diperbuatnya, tetapi lebih menyesali apa yang tidak kami perbuat. Orang-orang yang takut mati adalah mereka yang hidup dengan penyesalan."

Rose mengakhiri pidatonya dengan bernyanyi "The Rose". Dia menantang setiap orang untuk mempelajari liriknya dan menghidupkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Akhirnya Rose meraih gelar sarjana yang telah diupayakannya sejak beberapa tahun lalu. Seminggu setelah wisuda, Rose meninggal dunia dengan damai. Lebih dari dua ribu mahasiswa menghadiri upacara pemakamannya sebagai penghormatan pada wanita luar biasa yang mengajari kami dengan memberikan teladan bahwa tidak ada yang terlambat untuk apapun yang bisa kau lakukan. Ingatlah, menjadi tua adalah keharusan, menjadi dewasa adalah pilihan.

**********************************************************
The Rose:

Sediakan waktu untuk bekerja; itulah harga sebuah keberhasilan.
Sediakan waktu untuk berpikir; itulah sumber kekuatan.
Sediakan waktu untuk bermain; itulah rahasia awet muda.
Sediakan waktu untuk membaca; itulah landasan kebijaksanaan.
Sediakan waktu untuk berteman; itulah jalan menuju kebahagiaan.
Sediakan waktu untuk bermimpi; itulah yang membawa kereta anda ke bintang.
Sediakan waktu untuk mencintai dan dicintai; itulah hak istimewa Tuhan.
Sediakan waktu untuk melihat sekeliling anda; hari anda terlalu singkat untuk mementingkan diri sendiri.
Sediakan waktu untuk tertawa; itulah musik jiwa.

#126
yinyeksin 29 September 2005 jam 10:24am  

Orang yang Berkelimpahan

Kebahagiaan tidak tergantung pada siapa diri Anda atau apa yang Anda miliki, melainkan semata-mata pada apa yang Anda pikirkan. (Dale Carnegie)

Ada sebuah keluarga yang tidak kaya dan tidak juga miskin. Mereka tinggal di Ohio, di sebuah rumah pedesaan yang kecil. Suatu hari, ketika mereka sedang duduk makan malam, terdengar ketukan di pintu.

Si ayah beranjak bangkit dan membukanya.

Di depan pintu berdiri seorang lelaki tua berpakaian compang-camping, dengan celana yang sudah robek dan kancing-kancing yang tidak lagi lengkap. Ia membawa sekeranjang sayuran. Ia bertanya, apakah keluarga itu mau membeli sayuran darinya. Mereka cepat-cepat membelinya, karena ingin orang itu pergi.

Lambat laun keluarga itu jadi bersahabat dengan si lelaki tua. Ia membawa sayuran untuk dijual pada keluarga itu setiap minggu. Mereka segera
mengetahui bahwa ia hampir buta dan menderita katarak. Tapi ia begitu ramah, hingga mereka selalu menanti-nanti kedatangannya, dan mulai menikmati persahabatan dengannya.

Suatu hari, ketika mengantar sayuran, si orang tua berkata, "Kemarin saya mendapat berkah yang sangat besar. Saya menemukan sekeranjang pakaian di luar rumah saya. Ada yang meninggalkannya di situ untuk saya."

Keluarga itu tahu bahwa si lelaki tua sangat membutuhkan pakaian, dan mereka berkata, "Bagus sekali !"

Tapi orang tua yang buta itu berkata, "Yang paling membahagiakan adalah saya menemukan keluarga yang benar-benar membutuhkan pakaian- pakaian itu."

Jerry Ullman, Chicken Soup for the Kid's Soul

#127
ToOn99 29 September 2005 jam 12:53pm  

Alkisah ada seorang penebang pohon yang sangat kuat. Dia melamar pekerjaan pada seorang pedagang kayu, dan dia mendapatkannya. Gaji dan kondisi kerja yang diterimanya sangat baik. Karenanya sang penebang pohon memutuskan untuk bekerja sebaik mungkin.

Sang majikan memberikan sebuah kapak dan menunjukkan area kerjanya. Hari pertama sang penebang pohon berhasil merobohkan 18 batang pohon. Sang majikan sangat terkesan dan berkata, "Bagus, bekerjalah seperti itu!"

Sangat termotivasi oleh pujian majikannya, keesokan hari sang penebang pohon bekerja lebih keras lagi, tetapi dia hanya berhasil merobohkan 15 batang pohon. Hari ketiga dia bekerja lebih keras lagi, tetapi hanya berhasil merobohkan 10 batang pohon. Hari-hari berikutnya pohon yang berhasil dirobohkannya makin sedikit. "Aku mungkin telah kehilangan kekuatanku", pikir penebang pohon itu.

Dia menemui majikannya dan meminta maaf, sambil mengatakan tidak mengerti apa yang terjadi. "Kapan saat terakhir kau mengasah kapak?" sang majikan bertanya. "Mengasah? Saya tidak punya waktu untuk mengasah kapak. Saya sangat sibuk mengapak pohon," katanya.

Point dari cerita ini:

Seringkali kita sangat sibuk sehingga tidak lagi mempunyai waktu untuk mengasah kapak. "Di masa sekarang ini, banyak orang lebih sibuk dari sebelumnya, tetapi mereka tidak lebih berbahagia. Mungkin kita telah mengabaikan bagaimana caranya untuk tetap tajam.

Tidaklah salah dengan aktivitas dan kerja keras. Tetapi seharusnya kita tidak sedemikian sibuk sehingga mengabaikan perkara-perkara yang sangat penting dalam hidup, seperti menyediakan waktu untuk mereview yang telah kita lakukan, refreshing, membaca, dan hal lainnya yang berhubungan dengan kehidupan pribadi kita.

Kita semua membutuhkan waktu untuk tenang, untuk berpikir dan merenung, untuk belajar dan bertumbuh. Bila kita tidak mempunyai waktu untuk mengasah kapak, kita akan tumpul dan kehilangan efektifitas.

#128
yinyeksin 30 September 2005 jam 10:28am  

Ya Begitu Saja

Suatu hari Sang Guru kehilangan kudanya. Temannya datang untuk menghibur. Sang Guru berkata, "Baik? Buruk? Aku tidak tahu. Ya begitu saja."

Suatu hari kudanya pulang beserta seekor kuda liar. Temannya datang mengucap selamat. Sang Guru berkata, "Baik? Buruk? Aku tidak tahu. Ya begitu saja."

Suatu hari anak Sang Guru patah kaki jatuh dari kuda liar itu. Temannya datang untuk menghibur. Sang Guru berkata, "Baik? Buruk? Aku tidak tahu. Ya begitu saja."

Suatu hari pecah perang, semua pemuda sehat harus berangkat perang. Temannya datang mengucap selamat. Sang Guru berkata, "Baik? Buruk? Aku tidak tahu. Ya begitu saja."

Setelah terik datanglah hujan. Setelah hujan datanglah terik. Bukan baik atau bukan buruk. Ya begitu saja.

Kita tidak semestinya terjebak dalam dualisme. Pikiran kita seolah terprogram untuk selalu berpikir dualistik baik–buruk. Lebih jauh, kita cenderung melekat pada apa yang kita ANGGAP baik.

Kalau sesuatu yang kita ANGGAP baik datang, kita katakan itu ANUGERAH, kita menyanjung, kita bersorai, kita tergelak....

Kalau sesuatu yang kita ANGGAP tidak baik datang, kita katakan itu MUSIBAH, kita merutuk, kita meratap, kita menangis....

Anugerah atau musibah, sebenarnya…ya begitu saja...Bukan baik atau bukan buruk. Pikiran kita sajalah yang meng-ANGGAP-nya demikian.

Masihkah kita akan "dipermainkan" oleh dualisme pikiran? Ayolah, kita senantiasa berbahagia, dalam segala peristiwa. Bukan baik atau bukan buruk. Ya begitu saja...

#129
yinyeksin 25 Oktober 2005 jam 2:11pm  

Berkepala Dingin

Beberapa bulan yang lalu di meja pemesanan kamar hotel Memphis, saya melihat suatu kejadian yang menarik sekali, bagaimana seseorang menghadapi orang yang penuh emosi.

Saat itu pukul 17:00 lebih sedikit, dan hotel sibuk mendaftar tamu- tamu baru. Orang di depan saya memberikan namanya kepada pegawai di belakang meja dengan nada memerintah. Pegawai tersebut berkata, "Ya, Tuan, kami sediakan satu kamar 'single' untuk Anda."

"Single," bentak orang itu, "Saya memesan double."

Pegawai tersebut berkata dg sopan, "Coba saya periksa sebentar." Ia menarik permintaan pesanan tamu dari arsip dan berkata, "Maaf, Tuan. Telegram Anda menyebutkan single. Saya akan senang sekali menempatkan Anda di kamar double, kalau memang ada. Tetapi semua kamar double sudah penuh."

Tamu yang berang itu berkata, "Saya tidak peduli apa bunyi kertas itu, saya mau kamar double."

Kemudian ia mulai bersikap "Anda-tau-siapa-saya," diikuti dengan "Saya akan usahakan agar Anda dipecat. Anda lihat nanti. Saya akan buat Anda dipecat."

Di bawah serangan gencar, pegawai muda tersebut menyela, "Tuan, kami menyesal sekali, tetapi kami bertindak berdasarkan instruksi Anda."

Akhirnya, sang tamu yang benar-benar marah itu berkata, "Saya tidak akan mau tinggal di kamar yang terbagus di hotel ini sekarang --- manajemennya benar-benar buruk," dan ia pun keluar.

Saya menghampiri meja penerimaan sambil berpikir si pegawai pasti marah setelah baru saja dimarahi habis-habisan. Sebaliknya, ia menyambut semua dengan salam yang ramah sekali "Selamat malam, Tuan."

Ketika ia mengerjakan rutin yang biasa dalam mengatur kamar untuk saya, saya berkata kepadanya, "Saya mengagumi cara Anda mengendalikan diri tadi. Anda benar-benar sabar."

"Ya, Tuan," katanya, "Saya tidak dapat marah kepada orang seperti itu.

Anda lihat, ia sebenarnya bukan marah kepada saya. Saya cuma korban pelampiasan kemarahannya. Orang yang malang tadi mungkin baru saja ribut dengan istrinya, atau bisnisnya mungkin sedang lesu, atau barangkali ia
merasa rendah diri, dan ini adalah peluang emasnya untuk melampiaskan kekesalannya."

Pegawai tadi menambahkan, "Pada dasarnya ia mungkin orang yang sangat baik. Kebanyakan orang begitu."

Sambil melangkah menuju lift, saya mengulang-ulang perkataannya, "Pada dasarnya ia mungkin orang yang sangat baik. Kebanyakan orang begitu."

Ingat dua kalimat itu kalau ada orang yang menyatakan perang pada Anda.

Jangan membalas. Cara untuk menang dalam situasi seperti ini adalah membiarkan orang tersebut melepaskan amarahnya, dan kemudian lupakanlah.

2 Serigala

Ada 2 ekor serigala di hutan Rica-rica, serigala B menantang serigala A untuk menangkap seekor kelinci yang sedang makan wortel, tidak jauh dari tempat mereka berdiri,

"Ayo Serigala A, kamu bisa ngga tangkap kelinci itu?" tanya serigala B,

"Ah, itu gampang, lihat saja nih!" Jawab serigala A, dan dengan sigap serigala A itupun melompat ke arah kelinci tersebut, dan berlari mengejarnya.

Sedangkan kelinci yang melihat serigala itu, langsung lari terbirit-birit ketakutan, tanpa pikir panjang wortel yang masih dikunyahnya di lemparkan ke arah serigala tersebut,

"DUAAAKK!!" begitu suaranya..

Karena serigala adalah binatang yang kuat, maka wortel kecil yang mengenai kepalanya tidak terasa sama sekali, serigala tersebut tetap mengejar kelinci itu, 1 menit.. 2 menit.. 3 menit... sampai 5 menit..

Serigala itu belum dapat menangkap kelinci itu, karena kelinci itu larinya lebih kencang. serigala itupun kelelahan, dan menghentikan pengejarannya.

Dengan perasaan yang sangat malu, dia menunduk berjalan dan kembali ke temannya serigala B.

Setelah sampai di tempat serigala B, maka serigala B itupun bertanya, "Bagaimana? Apakah kamu bisa menangkapnya ?" tanya serigala B, lalu serigala A hanya menggeleng-gelengkan kepalanya yang masih tertunduk.

Serigala B lalu melanjutkan perkataanya : "Kamu tahu, kenapa kamu tidak bisa menangkap kelinci itu? Kamu kalah, karena kamu tidak serius. Kamu berlari mengejar kelinci hanya untuk pamer saja, sedangkan kelinci itu berlari untuk nyawanya."

Mungkin kita tertawa mendengar cerita ini, betapa bodohnya seekor serigala yang seharusnya dapat berlari sangat kencang, tetapi tidak dapat menangkap seekor kelinci.

Tapi, kita dapat mengambil pelajaran dari serigala tersebut, untuk orang yang sudah bekerja, mungkin Anda merasa, Anda sangat lelah, Anda capai dengan pekerjaan Anda, Anda merasa bosan, Anda merasa tidak ada kemajuan sama sekali dalam pekerjaan Anda, Itu dikarenakan karena Anda tidak serius dengan pekerjaan Anda. Cobalah pikirkan kembali, apakah tujuan sebenarnya Anda bekerja? Apakah pekerjaan Anda yang sekarang sudah cocok dengan bidang Anda? Terkadang ada orang yang bekerja, karena tuntutan orang tua agar mencari uang sendiri, atau kadang juga ada orang yang bekerja, karena mereka merasa 'harus' bekerja untuk membantu orang tua mereka menghidupi keluarganya, atau ada juga orang yang bekerja karena untuk dapat pamer pada teman-temannya, pada sanak saudara, bahwa dia sudah bekerja.

Memang bekerja tidaklah salah, tapi jika pekerjaan itu dilakukan dengan tidak serius atau 'separuh hati' maka Anda akan merasa bosan, merasa malas untuk bekerja, tidak ada gairah. Lain halnya jika Anda bekerja, karena Anda benar-benar menyukai pekerjaan tersebut dan sesuai dengan bidang Anda, Anda akan enggan berhenti bekerja untuk beristirahat, setiap pagi Anda akan selalu terbangun dengan wajah yang berseri-seri.

Jadi, apakah tujuan Anda bekerja ? Jawaban ada di tangan Anda : )

#130
yinyeksin 26 Oktober 2005 jam 9:43am  

Kebahagiaan

Seorang lelaki berumur 92 tahun yang mempunyai selera tinggi, percaya diri, dan bangga akan dirinya sendiri, yang selalu berpakaian rapi setiap hari sejak jam 8 pagi, dengan rambutnya yang teratur rapi meskipun dia buta,
masuk ke panti jompo hari ini.

Istrinya yang berumur 70 tahun baru-baru ini meninggal, sehingga dia harus masuk ke panti jompo. Setelah menunggu dengan sabar selama beberapa jam di lobi, dia tersenyum manis ketika diberi tahu bahwa kamarnya telah siap.

Ketika dia berjalan mengikuti penunjuk jalan ke elevator, aku menggambarkan keadaan kamarnya yang kecil, termasuk gorden yang ada di jendela kamarnya. Saya menyukainya, katanya dengan antusias seperti seorang anak kecil berumur 8 tahun yang baru saja mendapatkan seekor anjing.

Pak, Anda belum melihat kamarnya, tahan dulu perkataan tersebut. Hal itu tidak ada hubungannya, dia menjawab.

Kebahagiaan adalah sesuatu yang kamu putuskan di awal. Apakah aku akan menyukai kamarku atau tidak, tidak tergantung dari bagaimana perabotannya diatur tapi bagaimana aku mengatur pikiranku.

Aku sudah memutuskan menyukainya. Itu adalah keputusan yang kubuat setiap pagi ketika aku bangun tidur.

Aku punya sebuah pilihan; aku bisa menghabiskan waktu di tempat tidur menceritakan kesulitan-kesulitan yang terjadi padaku karena ada bagian tubuhnya yang tidak bisa berfungsi lagi, atau turun dari tempat tidur dan
berterima kasih atas bagian-bagian yang masih berfungsi.

Setiap hari adalah hadiah, dan selama mataku terbuka, aku akan memusatkan perhatian pada hari yang baru dan semua kenangan indah dan bahagia yang pernah kualami dan kusimpan. Hanya untuk kali ini dalam hidupku. Umur yang sudah tua adalah seperti simpanan di bank. Kita akan mengambil dari yang telah kita simpan.

Jadi, nasehatku padamu adalah untuk menyimpan sebanyak-banyaknya kebahagiaan di bank kenangan kita.

Terima kasih padamu yang telah mengisi bank kenanganku. Aku sedang menyimpannya.

Ingat-ingatlah lima aturan sederhana untuk menjadi bahagia:
1. Bebaskan hatimu dari rasa benci.
2. Bebaskan pikiranmu dari segala kekuatiran.
3. Hiduplah dengan sederhana.
4. Give more
5. Expect less

Anjing yang Pintar

Seorang penjual daging mengamati suasana sekitar tokonya. Ia sangat terkejut melihat seekor anjing datatng ke samping tokonya. Ia mengusir anjing itu, tetapi anjing itu kembali lagi.

Maka, ia menghampiri anjing itu & melihat ada suatu catatan di mulut anjing itu. Ia mengambil catatan itu dan membacanya," tolong sediakan 12 sosis dan satu kaki domba. Uangnya ada di mulut anjing ini."

Si penjual daging melihat ke mulut anjing itu dan ternyata ada uang sebesar 10 dollar disana. Segera ia mengambil uang itu, kemudian ia memasukkan sosis dan kaki domba ke dalam kantung plastik dan diletakkan kembali di mulut anjing itu. Si penjual daging sangat terkesan. Kebetulan saat itu adalah waktu tutup tokonya, ia menutup tokonya & berjalan mengikuti si anjing.

Anjing tersebut berjalan menyusuri jalan & sampai ke tempat penyeberangan jalan. Anjing itu meletakkan kantung plastiknya, melompat & menekan tombol penyeberangan, kemudian menunggu dengan sabar dengan kantung plastik dimulut, sambil menunggu lampu penyeberang berwarna hijau. Setelah lampu menjadi hijau, ia menyeberang sementara si penjual daging mengikutinya.

Anjing tersebut kemudian sampai ke perhentian bus, dan mulai melihat "papan informasi jam perjalanan".

Si penjual daging terkagum-kagum melihatnya. Si anjing melihat "papan informasi jam perjalanan" dan kemudian duduk disalah satu bangku yang disediakan. Sebuah bus datang, si anjing menghampirinya & melihat nomor bus
& kemudian kembali ke tempat duduknya.

Bus lain datang. Sekali lagi bus lainnya datang. Sekali lagi si anjing menghampiri & melihat nomor busnya. Setelah melihat bahwa bus tersebut adalah bus yang benar, si anjing naik. Si penjual daging, dengan kekagumannya mengikuti anjing itu & naik ke bus tersebut.

Bus berjalan meninggalkan kota, menuju ke pinggiran kota. Si anjing melihat pemandangan sekitar. Akhirnya ia bangun & bergerak ke depan bus, ia berdiri dengan 2 kakinya & menekan tombol agar bus berhenti. Kemudian ia keluar, kantung plastik masih tergantung di mulutnya.

Anjing tersebut berjalan menyusuri jalan sambil dikuti si penjual daging. Si anjing berhenti pada suatu rumah, ia berjalan menyusuri jalan kecil & meletakkan kantung plastik pada salah satu anak tangga.

Kemudian, ia mundur, berlari & membenturkan dirinya ke pintu. Ia mundur, & kembali membenturkan dirinya ke pintu rumah tersebut. Tidak ada jawaban dari dlm rumah, jd si anjing kembali melalui jalan kecil, melompati tembok kecil & berjalan sepanjang batas kebun tersebut. Ia menghampiri jendela & membenturkan kepalanya beberapa kali, berjalan mundur, melompat balik & menunggu di pintu.

Si penjual daging melihat seorang pria tinggi besar membuka pintu & mulai menyiksa anjing tersebut, menendangnya, memukulinya, serta menyumpahinya.

Si penjual daging berlari untuk menghentikan pria tersebut,"Apa yang kau lakukan ..??!! Anjing ini adalah anjing yang jenius. Ia dapat masuk televisi untuk kejeniusannya." Pria itu menjawab," Kau katakan anjing ini pintar ..??? Dalam minggu ini sudah dua kali anjing bodoh ini lupa membawa kuncinya ..!!!"

Cerita ini sering terjadi dalam kehidupan kita. Banyak orang yang tidak pernah puas dengan apa yang telah mereka dapat. Seringkali kita tidak menghargai bawahan kita yang telah bekerja dengan setia selama bertahun-tahun.

Seringkali kita juga tidak menghargai atasan kita yang dipakai Tuhan untuk memenuhi kebutuhan kita. Kita selalu menonjolkan kesalahan & kelemahan tanpa melihat kelebihan & jasa orang lain.

#131
yinyeksin 27 Oktober 2005 jam 10:41am  

Kios Kebenaran

Ketika aku melihat papan nama pada kios itu, hampir-hampir aku tidak percaya pada apa yang kubaca: KIOS KEBENARAN.

Mereka menjual kebenaran di sana!

Gadis penjaga kios bertanya dengan amat sopan: kebenaran macam apa yang ingin kubeli, sebagian kebenaran atau seluruh kebenaran? Tentu saja seluruh kebenaran! Aku tidak perlu menipu diri, mengadakan pembelaan diri atau rasionalisasi lagi. Aku menginginkan kebenaranku: terang, terbuka, penuh dan utuh. Ia memberi isyarat, agar aku menuju bagian lain dalam kios itu, yang menjual kebenaran yang utuh.

Pemuda penjaga kios yang ada di sana memandangku dengan rasa kasihan dan menunjuk kepada daftar harga. 'Harganya amat tinggi Tuan,' katanya. 'Berapa?' tanyaku mantap, karena ingin mendapat seluruh kebenaran,
berapapun harganya. 'Kalau Tuan membelinya,' katanya. 'Tuan akan membayarnya dengan kehilangan semua ketenangan dalam seluruh sisa hidup Tuan.'

Aku keluar dari kios itu dengan rasa sedih. Aku mengira bahwa aku dapat memperoleh seluruh kebenaran dengan harga murah. Aku masih belum siap menerima kebenaran.

Kadang-kadang aku mendambakan damai dan ketenangan. Aku masih perlu sedikit menipu diri dengan membela dan membenarkan diri. Aku masih ingin berlindung dibalik kepercayaan-kepercayaanku yang tak boleh
dipertanyakan. (anthony de Mello)

Dua Sisi Sifat Manusia

Seorang anak bertanya kepada ayahnya mengapa dia mudah sekali tersinggung, gampang marah, tdk tenang dan selalu punya prasangka buruk terhadap orang lain. Dia ingin tahu cara mengubah perangainya...

Sang ayah berkata, bahwa dalam diri manusia ada dua "Penjaga". Penjaga putih dan Penjaga hitam. Penjaga hitam selalu berpikiran negatif, mudah marah dan selalu punya prasangka buruk. Sedang Penjaga putih selalu berpikiran positif, baik hati, dan suka hidup damai. Setiap hari kedua penjaga ini selalu berkelahi dalam hati manusia.

Lalu siapakah yang menang? tanya si anak. Yang menang adalah yg setiap hari kau beri makan, kata sang ayah.
Sebuah contoh, saat ujian tiba, penjaga putih akan menyuruh kamu belajar dengan tekun tetapi sebaliknya penjaga hitam akan menyuruh kamu untuk menyontek teman sebelah kamu. Anak tersebut mengangguk-angguk mendengarkan nasehat ayahnya.

Sebelum meninggal, almarhum ayah saya pernah berkata :
"Diri kita adalah apa yang kita pikirkan. Kita akan menjadi seperti apa yang kita pikirkan tentang diri kita. Mengapa pikiran itu begitu besar pengaruhnya?. Ternyata pikiran-pikiran yg kita masukkan dalam diri kita akan mempengaruhi perilaku kita sehari-hari, prilaku akan membentuk sifat, sifat akan membentuk kebiasaan dan kebiasaanlah yang akan menentukan nasib kita".

Memang nasib manusia berada dan ditentukan oleh Tuhan, tetapi manusia juga mempunyai pilihan untuk menentukan nasibnya sebelum hal itu terjadi. Karena Tuhan tidak akan merubah nasib umat-Nya kalau manusia itu sendiri tidak mau merubahnya.

Jadi mulai saat ini masukkanlah pikiran-pikiran positif yang bermanfaat dalam diri kita, buanglah jauh-jauh rasa iri hati, dendam, benci dan pikiran negatif lainnya yang bisa merugikan kita. Janganlah kita memberi makan kepada "penjaga hitam" yang ada dalam diri kita.

Setiap pagi setelah bangun tidur dan sebelum memulai aktifitas, ucaplah syukur dan mohon kepada Tuhan agar "Dia" selalu memberikan jalan terang bagi kita, membimbing kita kepada hal-hal yang baik. Karena percayalah bahwa setiap langkah yang kita ambil atas ijin-NYA, maka akan membuahkan hasil yang baik.

Ingatlah bahwa : "Jika kita menanam anggur, tidak mungkin kita menuai duri".

#132
yinyeksin 28 Oktober 2005 jam 11:22am  

Sebuah Pelajaran Dari Ayah

Anda dapat mempertahankan hidup dengan apa yang Anda dapatkan, tetapi Anda menciptakan kehidupan dengan apa yang Anda berikan. (anonim)

Kehidupan berbisnis merupakan hal yang wajar dalam keluarga kami. Kami tujuh bersaudara, dan semuanya pernah bekerja di toko milik ayah saya, "Toko Perabotan Kita", di Mott, Dakota Utara, sebuah kota kecil di padang rumput yang maha luas. Kami mulai bekerja dengan melakukan pekerjaan sehari-hari seperti beres-beres, menata rak dan membungkus barang, kemudian dinyatakan lulus jika sudah diizinkan melayani pembeli. Sambil bekerja dan memperhatikan, kami belajar bahwa bekerja lebih dari sekedar bertahan hidup dan berhasil menjual sesuatu.

Ada satu pelajaran yang terpatri kuat dalam benak saya.

Peristiwanya terjadi beberapa waktu menjelang Natal. Saya masih duduk di kelas dua SMP dan bekerja di sore hari, menangani bagian mainan. Seorang anak laki-laki berusia sekitar lima atau enam tahun masuk ke toko. Dia
mengenakan mantel lusuh bertambalan dengan manset yang sudah usang.

Rambutnya acak-acakan, kecuali sebuah jambul yang mencuat di ujung kepalanya. Sepatunya sudah menganga dan salah satu talinya sudah putus. Anak lelaki itu tampak seperti anak miskin. Begitu miskinnya sehingga tak bisa
membeli sesuatu. Dia melihat-lihat ke sekeliling bagian mainan dan mengambil sebuah mainan, meletakkannya kembali dengan hati-hati ke tempatnya semula, lalu mengambil mainan yang lain, dan begitu seterusnya.

Ayah menuruni tangga dan melangkah menghampiri anak itu. Mata birunya yang seperti baja tampak tersenyum dan lesung pipinya tampak jelas ketika ia bertanya kepada si anak apakah yang bisa dia lakukan untuknya.

Anak itu menjawab bahwa dia sedang mencari hadiah Natal untuk saudara lelakinya. Saya sangat terkesan melihat cara ayah memperlakukan anak kecil itu seakan-akan dia seorang pembeli yang sudah dewasa. Ayah mengatakan agar si anak melihat-lihat saja dulu. Anak itu menuruti saran ayah.

Setelah 20 menit berlalu, dengan hati-hati anak kecil itu mengambil sebuah kapal-kapalan. Dia melangkah menghampiri ayah dan bertanya, "Berapa harganya, Pak?"

"Kamu punya uang berapa?" tanya ayah kembali.

Si anak mengulurkan tangannya dan membuka telapaknya. Garis-garis tangannya tampak kotor dan basah karena mengepal uangnya. Di telapak tangannya ada dua keping uang 10 sen, sekeping 5 sen, dan 2 keping 1 sen.

27 sen semuanya. Harga kapal-kapalan yang diambilnya adalah $3,98.

"Wah, uangmu pas sekali," kata ayah, dan menjual mainan itu pada si anak.

Jawaban ayah masih terus terngiang di telinga saya sampai sekarang. Saya memikirkan apa yang baru saja saya saksikan sambil membungkus hadiah itu. Ketika si anak melangkah keluar dari toko, saya tidak lagi melihat seorang anak bermantel kotor dan lusuh, berambut acak-acakan, atau bersepatu dengan tali putus sebelah. Yang saya lihat adalah seorang anak yang bercahaya karena memiliki harta yang sangat berharga. (LaVonn Steiner)

Manusia Kepiting

Di Filipina, masyarakat pedesaan gemar sekali menangkap dan memakan kepiting sawah. Kepiting itu ukurannya kecil, namun rasanya cukup lezat. Kepiting-kepiting itu ditangkap pada malam hari, lalu dimasukkan ke dalam baskom, tanpa diikat. Keesokkan harinya, kepiting-kepiting ini akan direbus, lalu disantap untuk lauk selama beberapa hari.

Yang menarik, tentu saja kepiting-kepiting itu akan selalu berusaha untuk keluar dari baskom, sekuat tenaga mereka, dengan menggunakan capit-capitnya yang kuat. Namun, seorang penangkap kepiting yang handal selalu tenang meskipun hasil buruannya selalu berusaha meloloskan diri.

Jurusnya hanya satu, si penangkap tahu betul sifat para kepiting itu. Jika ada seekor kepiting yang nyaris meloloskan diri keluar dari baskom, teman-temannya pasti akan menariknya lagi kembali ke dasar. Bila ada lagi yang naik dengan cepat ke mulut baskom, lagi-lagi temannya akan menariknya turun. Begitu seterusnya, sampai akhirnya tak seekor kepiting pun yang berhasil kabur dari baskom.

Keesokan harinya, sang penangkap tinggal merebus mereka semua dan matilah sekawanan kepiting yang dengki itu.

Begitu pula dalam kehidupan ini, tanpa sadar kita juga terkadang menjadi seperti kepiting-kepiting itu.

Yang seharusnya bergembira jika teman atau saudara kita meraih keberhasilan, kita malahan berprasangka buruk: jangan-jangan keberhasilan itu diraihnya dengan jalan yang tidak benar.

Apalagi dalam bisnis atau bidang lain yang mengandung unsur kompetisi. Sifat iri, tak mau kalah, atau munafik, akan semakin nyata dan kalau tidak segera kita sadari, tanpa sadar kita sudah membunuh diri kita sendiri.

Kesuksesan akan datang kalau kita bisa menyadari bahwa di dalam bisnis atau persaingan yang penting bukan siapa yang menang, namun terlebih penting dari itu seberapa jauh kita bisa mengembangkan diri kita seutuhnya.

Jika kita berkembang, kita mungkin bisa menang atau bahkan bisa juga kalah dalam suatu persaingan, namun yang pasti: kita menang dalam kehidupan ini.

Gelagat seseorang adalah "kepiting" antara lain:
1. Selalu mengingat kesalahan pihak luar (bisa orang lain atau situasi) dan menjadikannya sebagai acuan dalam bertindak.

2. Hobi membicarakan kelemahan orang lain, tapi tidak mengetahui kelemahan dirinya sendiri sehingga ia hanya sibuk merintangi orang lain yang akan sukses dan melupakan usaha mensukseskan dirinya dengan cara yang positif.

Seharusnya kepiting-kepiting itu tolong-menolong keluar dari baskom, namun yaah... dibutuhkan jiwa yang besar untuk melakukannya….

Coba renungkan, berapa waktu yang kita pakai untuk memikirkan cara-cara menjadi "pemenang" dalam kehidupan sosial, bisnis, sekolah, atau agama. Seandainya kita bisa menggunakan waktu tersebut untuk memikirkan cara-cara pengembangan diri yang positif, niscaya kita akan berkembang menjadi pribadi yang lebih sehat dan dewasa.

#133 avatar
roli-arifin 6 November 2005 jam 12:35pm  

It's worth to read.

The Story of the One-Eyed Mother

My mom only had one eye.
I hated her... she was such an embarrassment...
She cooked for students & teachers...to support the family. There was this
one day during elementary school and my mom came. I was so embarrassed. How
could she do this to me? I threw her a hateful look and ran out.

The next day at school...
"Your mom only has one eye?!?!"...eeeee said a friend.
I wished my mom would just disappear from this world.
So I said to my mom, "Mom... Why don't you have the other eye?! If you're
only gonna make me a laughing stock, why don't you just die?!!!"

My mom did not respond...
I guess I felt a little bad, but at the same time, it felt good to think
that I had said what I'd wanted to say all this time... Maybe it was because
my mom hadn't punished me, but I didn't think that I had hurt her feelings
very badly.

That night...
I woke up, and went to the kitchen to get a glass of water.
My mom was crying there, so quietly, as if she was afraid that she might
wake me. I took a look at her, and then turned away. Because of the thing I
had said to her earlier, there was something pinching at me in the corner of
my heart. Even so, I hated my mother who was crying out of her one eye. So I
told myself that I would grow up and become successful.

Then I studied real hard.
I left my mother and went to Singapore to study.

Then, I got married.
I bought a house of my own. Then I had kids, too...
Now I'm living happily as a successful man.
I like it here because it's a place that doesn't remind me of my mom.

This happiness was getting bigger and bigger, when...

What?! Who's this?!
It was my mother...Still with her one eye.
I felt as if the whole sky was falling apart on me.
Even my children ran away, scared of my mom's eye.
And I asked her, "Who are you?!" "I don't know you!!!" as if trying to make
that real. I screamed at her, "How dare you come to my house and scare my
children!"

GET OUT OF HERE! NOW!!!"

And to this, my mother quietly answered,
"Oh, I'm so sorry. I may have gotten the wrong address,"
and she disappeared out of sight.

Thank good ness... She doesn't recognize me. I was quite relieved. I told
myself that I wasn't going to care, or think about this for the rest of my
life. Then a wave of relief came upon me...

One day, a letter regarding a school reunion came to my house in Singapore.
So, lying to my wife that I was going on a business trip, I went. After the
reunion, I went down to the old shack, that I used to call a house... Just
out of curiosity

There, I found my mother fallen on the cold ground.
But I did not shed a single tear.
She had a piece of paper in her hand....It was a letter to me.

"My son...
I think my life has been long enough now...
And... I wont visit Singapore anymore...
But would it be too much to ask if I wanted you
to come visit me once in a while? I miss you so much..
And I was so glad when I heard you were coming for the reunion. But I
decided not to go to the school.

For you...
And I'm sorry that I only have one eye, and I was an embarrassment for you.

You see, when you were very little, you got into an accident, and lost your
eye. As a mom, I couldn't stand watching you having to grow up with only one
eye... So I gave you mine... I was so proud of my son that was seeing a
whole new world for me, in my place, with that eye. I was never upset at you
for anything you did.. The couple times that you were angry with me.. I
thought to myself, 'It's because he loves me..'

My son... Oh, my son... "

This message has a very deep meaning and is passed to remind people of the
goodness they have enjoy was because of others directly or indirectly. Pause
a moment and consider your life! Be thankful of what you have today compared
to many millions who do not live lives as you do!

Do spend some time in prayer for your mum out there!
:(( :((

#134
yinyeksin 9 November 2005 jam 11:35am  

Pikiran, Hasrat Dan Keinginan

Pada suatu masa, hidup seorang raja yang sombong, dia merasa kemakmuran yang didapat negaranya adalah hanya karena kecerdasan dan kemampuannya memerintah negara. Dia merasa memiliki segalanya.

Pada suatu saat dia pergi keluar , bertemu dengan seorang pengemis tua dengan pakaiannya yang compang-camping.

Sang raja bertanya : "Apa yang kamu inginkan?, aku pasti dapat mengabulkan katakan saja. Aku adalah raja yang besar. "

Sang pengemis berkata: "Kamu bertanya kepadaku untuk memenuhi keinginanku? "

Jawab sang Raja, " Ya katakan saja aku pasti dapat mengabulkannya.."

Sang pengemis berkata: "Berfikirlah dua kali sebelum berjanji kepada seseorang."

Pengemis ini sebenarnya bukan pengemis biasa, dia adalah seorang sufi yang sedang menyamar untuk memberikan pelajaran kepada sang Raja.

"Aku akan memenuhi semua yang minta ketahuilah aku adalah raja yang besar, permintaan apa yang tidak mungkin aku penuhi aku pasti bisa sebutkan saja".

Sang pengemis menjawab : "Baiklah, permintaanku sangat sederhana tolong penuhi mangkok mengemis ini dengan sesuatu."

Sang raja tersenyum sombong, "Ah , mudah sekali".

Dia memanggil pelayan istana. "Pelayan isi mangkoknya dengan uang".

Uang sebesar 1000 dinar dimasukkan tetapi ternyata hilang begitu saja ketika sampai dasar mangkok. Kemudian 10.000 100.000 1 juta dinar. Semuanya hilang ketika menyentuh dasar mangkok. Orang-orang diluar istana mulai ramai menggunjingkan hal tersebut.

Sang raja mulai terusik harga dirinya.

"Jika semua harta kekayaan kerajaan akan hilang untuk memenagkan ini aku akan lakukan".

Sang raja memerintahkan pegawai istana untuk mengambil barang kekayaan kerajaan.

Emas, permata,intan..berlian, mutira semua harta kekayaan kerajaan dimasukkan kedalam mangkok sang pengemis tetapi selalu ketika menyentuh dasar mangkok semuanya lenyap tak berbekas.

Akhirnya sampai sore hari semua harta kekayaan kerajaan telah lenyap didasar mangkok sang pengemis.

Semua orang hanya terdiam menyaksikan kejadian itu.

Akhirnya sang raja dengan lemas terduduk didepan pengemis, "Aku akui aku kalah tetapi sebelum engkau pergi tolong beritahu aku apa rahasia mangkok itu agar aku tidak terus diikuti rasa ingin tahu ku tentang mangkok itu."

Sang pengemis berkata, "Mangkok ini terbuat dari fikiran manusia.. tidak ada rahasia didalamnya terbuat dari keinginan manusia.. hasrat manusia".

Inilah bentuk kehidupan manusia yang dapat kita fahami. Bergerak dari satu keinginan ke hasrat yang lain. Bagaiman mekanismenya?

Pertama kita akan merasakan keinginan yang besar, hasrat yang besar, tekad yang besar, nafsu yang besar. Maka kamu akan berusaha untuk mendapatkan hal tersebut kamu merasakannya sesuatu terjadi dan kamu akhirnya sampai pada ujungnya..Kamu miliki mobil yang mewah, rumah yang indah, pakaian yang indah, kapal
pesiar yang megah, istri yang cantik, anak-anak yang lucu.

Setelah itu semua itu tiba-tiba kau akan merasakan kehampaan, ketiadaan. Apa yang terjadi? Fikiranmu menghilangkan semua hasrat dan keinginan yang besar itu.

Mobil yang kita kendarai, baju yang kita pakai, kesenangan hanya pada saat kita ingin memilikinya.

Kamu menjadi sangat mabuk saat ingin mendapatkannya, kamu lupa akan ketiadaan bahwa kita datang dan hadir diatas dunia ini tanpa membawa apa-apa.

Ketika semua sudah kita dapat, mobil mewah, rumah indah, pakaian yang bagus, istri yang cantik, uang dalam acount-account bankmu. Semua berubah menjadi ketiadaan, kebosanan yang siap untuk menelanmu. Akhirnya kamupun harus membuat, hasrat-hasrat dan keinginan-keinginan lainnya untuk melarikan diri dari kehampaan itu..

Itulah bagaimana seseorang bergerak dari satu keinginan ke keinginan lainnya waktu demi waktu.. Sementara sebagian orang lain terus berada dalam keadaan mengemis atau terpuruk dalam kemiskinannya. Hidupmu akan membuktikan itu waktu demi waktu.

Setiap keinginan datang, setelah tercapai, kamu akan membutuhkan keinginan lainnya.

Hidup akan terasa berisi dan berarti saat kita mampu merasakan hidup orang lain, penderitaan orang lain, perjuangan orang lain. Sehingga hidupmu tidak akan selalu sibuk untuk mencari keinginan-keinginan, dan hasrat-hasrat lainnya.

#135
tjamboek_berdoeri 20 November 2005 jam 10:02am  

Nasibnja Kambing
Kedjadian di pasar Tanah Abang. Ditempat penjembelehan kambing. Ketika saja datang disana saja liat ada doea ekor jang pada berkelodjotan di djoebin jang penoeh dengen darah dari kambing2 jang lebih dahoeloe dipotong. Tida djaoeh dari tempat pedjagalan ini saja nampak ada poela doea ekor kambing lain jang menanti nasib seroepa. Jang satoe berboeloe poetih dan kawannja hitam. Mereka digandeng satoe pada laen dengen sepotong tali jang pandjang djoega. Terdorong oleh rasa kasihan saja deketin itoe doea binatang dengen maksoed hendak oesap-oesap kepalanja.
Mendadak saja dengar ini pertjakapan :
“Apa kamoe tida takoet? Tanja si Hitam pada si Poetih jang mendjawab dengen soeara jang serak kedengerannja saking terharoenja.
“Takoet sih....... takoet, malah akoe rasa seperti mengigil kalaoe akoe inget sebentar lagi poen kaoe dan akoe pada berkelodjotan disana dengen tenggorokan terboeka....... tjoba liat itoe...! adoeh........roepanja koerang tepat memotongnja hingga moesti digorok lagi...!”
Dengen aer mata jang membasahi kedoea pipi si Poetih datang lebih deket pada kawannja seolah-olah hendak tjari perlindoengan.
“Ah......, akoe tida pikirin itoe semoea “ kata si Hitam. “akoe soedah serahkan nasibkoe pada kemaoean kekoeasa`an jang tjiptakan akoe dan kita semoea. Tjoema kalaoe seandainja boleh akoe.......akoe ingin ketemoe sekali lagi pada anak-koe jang baroe beroemoer 3 boelan. Ini anak jang ketiga jang akoe lahirken. Jang doea soedah lama di djoeal oleh madjikankoe. Kaoe sendiri ada anak berapa...?
“Akoe belon sempat mempoenjai. Banar akoe soedah di kawinkan setahoe berapa kali, tetapi tida sampe mengandoeng. Barangkali oleh karena ini madjikankoe ambil poetoesan kirim akoe ke pedjagalan ini.....”kata si Poetih. Kamoedian mereka....pada tempelkan masing2 poenja kepala satoe pada laen , seolah-olah hendak saling hiboerin diri.
“Ah...., apa maoe dikata ?” si Hitam bisikin kawannja jang roepanja soedah hendak menangis.....”Semoga dalem pendjelmahan lagi kami bisa menitis sebage hewan jang lebih tinggi dari deradjat sekarang.
“Ah... anakoe.........anakoe.....! waktoe semalam madjikankoe dan istrinja datang kekandangkoe, akoe baroe habis kasih minoem anakoe jang tidoer dekat peroetkoe.
“Jah........, paling baik esok pagi sadja akoe soeroeh bawa kambing ini ke Pasar Tanah Abang, kalaoe teroes di toenda ia akan toeroen harganja, sebab terlaloe toea.
Soeami dari madjikankoe manggoet2 dan akoe tahoe nasibkoe..!
Dengan tak terasa aer matakoe mengoetjoer sembari akoe djilat-djilat seloeroeh toeboeh anakoe. Akoe tjoba kasih ia bangoen boeat ia soeroeh menetek lagi boeat penghabisan kali, tetapi ia menolak dan tidoer teroes, dekat sekali pada peroetkoe. Seolah-olah dapet firasat apa jang akan terdjadi esok harinja. Ah....., ia sih masih belon tjoekoep tiga boelan oesianja.
Diesok paginja akoe soedah digiring kemari dimana akoe ketemoe kaoe..!”
Begitoelah si Poetih dan si Hitam berdiri deket sekali satoe pada lain sambil awasin bagaimana doea kambing jang tadinja masih berkelodjotan soedah tida bergerak lagi dan moelai diseret kelaen bagian oentoek dipotong lebih landjoet.
Si Poetih jang pertama ditarik......... ketengah oleh djagal. Ia masih sempet bilang meh........meh........meh.......meh! pada kawannja, sebelon dengan kemaoean sendiri.........ia berloetoet dan...... rebahkan badannja. Ia liat satoe tjahaja bergemilap didepan matanja.
Sesaat...... kamoedian tenggorokannja dirasakan..... amat sakit dan pandangan matanja moelai kaboer...kaboer karena darahnja soedah mantjoer .... keloear dari dalem badannja.
Si Hitam direbahkan disebelah si Poetih. Di saat-saat penghabisan sebelon piso si djagal menjodet poetoes oerat tenggorokannja, pikirannja masih melajang ke anaknja...... jang ditinggal dikandang di roemah madjikannja.
“Anakoe.....an......”
Selebihnja saja soedah tida bisa tangkap lagi karena soearanja beroepa petemboengan napas jang ditoetoep oleh darah jang mantjoer keloear.

Djika sobat2 telah batja ini tjerita boong-boongan, tapi ada sedikit ketertarikan, pastikiranja sobat akan bertanja siapa jang soedah menoelis ini tjerita .......? kalaoe pengen tahoe lajangken soerat balesan ke saja sekalian komentar baik itoe poedjian atawa soempah serapah dan tjatji maki akan diterima dengen lapang dada.

#136
yinyeksin 21 November 2005 jam 12:02pm  

Hormati Ibumu

Pada malam itu, Ana bertengkar dengan ibunya. Karena sangat marah, Ana segera meninggalkan rumah tanpa membawa apapun. Saat berjalan di suatu jalan, ia baru menyadari bahwa ia sama sekali tidak membawa uang.

Saat menyusuri sebuah jalan, ia melewati sebuah kedai bakmi dan ia mencium harumnya aroma masakan. Ia ingin sekali memesan semangkuk bakmi, tetapi ia tidak mempunyai uang.

Pemilik kedai melihat Ana berdiri cukup lama di depan kedainya, lalu berkata "Nona, apakah engkau ingin memesan semangkuk bakmi?"

" Ya, tetapi, aku tidak membawa uang" jawab Ana dengan malu-malu

"Tidak apa-apa, aku akan mentraktirmu" jawab si pemilik kedai.

"Silahkan duduk, aku akan memasakkan bakmi untukmu".

Tidak lama kemudian, pemilik kedai itu mengantarkan semangkuk bakmi. Ana segera makan beberapa suap, kemudian air matanya mulai berlinang.

"Ada apa nona?" Tanya si pemilik kedai.

"Tidak apa-apa" aku hanya terharu jawab Ana sambil mengeringkan air matanya.

"Bahkan, seorang yang baru kukenal pun memberi aku semangkuk bakmi!, tetapi, ibuku sendiri, setelah bertengkar denganku, mengusirku dari rumah dan mengatakan kepadaku agar jangan kembali lagi ke rumah"

"Kau, seorang yang baru kukenal, tetapi begitu peduli denganku dibandingkan dengan ibu kandungku sendiri" katanya kepada pemilik kedai Pemilik kedai itu setelah mendengar perkataan Ana, menarik nafas panjang dan berkata "Nona mengapa kau berpikir seperti itu? Renungkanlah hal ini, aku hanya memberimu semangkuk bakmi dan kau begitu terharu. Ibumu telah memasak bakmi dan nasi utukmu saat kau kecil sampai saat ini, mengapa kau tidak terima kasih kepadanya? Dan kau malah bertengkar dengannya"

Ana, terhenyak mendengar hal tersebut.
"Mengapa aku tidak berpikir tentang hal tersebut? Untuk semangkuk bakmi dari orang yang baru kukenal, aku begitu berterima kasih, tetapi kepada ibuku yang memasak untukku selama bertahun-tahun, aku bahkan tidak memperlihatkan kepedulianku kepadanya. Dan hanya karena persoalan sepele, aku bertengkar dengannya.

Ana, segera menghabiskan bakminya, lalu ia mnguatkan dirinya untuk segera pulang ke rumahnya. Saat berjalan ke rumah, ia memikirkan kata-kata yang harus diucapkan kepada ibunya.

Begitu sampai di ambang pintu rumah, ia melihat ibunya dengan wajah letih dan cemas.

Ketika bertemu dengan Ana, kalimat pertama yang keluar dari mulutnya adalah "Ana kau sudah pulang, cepat masuklah, aku telah menyiapkan makan malam dan makanlah dahulu sebelum kau tidur, makanan akan menjadi dingin jika kau tidak memakannya sekarang"

Pada saat itu Ana tidak dapat menahan tangisnya dan ia menangis dihadapan ibunya.

Sekali waktu, kita mungkin akan sangat berterima kasih kepada orang lain disekitar kita untuk suatu pertolongan kecil yang diberikan kepada kita.

Tetapi kepada orang yang sangat dekat dengan kita (keluarga) khususnya orang tua kita, kita harus ingat bahwa kita berterima kasih kepada mereka seumur hidup kita.

RENUNGAN:

BAGAIMANAPUN KITA TIDAK BOLEH MELUPAKAN JASA ORANG TUA KITA.

SERINGKALI KITA MENGANGGAP PENGORBANAN MEREKA MERUPAKAN SUATU PROSES ALAMI YANG BIASA SAJA.

TETAPI KASIH DAN KEPEDULIAN ORANG TUA KITA ADALAH HADIAH PALING BERHARGA YANG DIBERIKAN KEPADA KITA SEJAK KITA LAHIR.

PIKIRKANLAH HAL ITU......

APAKAH KITA MAU MENGHARGAI PENGORBANAN TANPA SYARAT DARI ORANG TUA KITA?

#137
yinyeksin 6 Desember 2005 jam 12:10pm  

Ingat Peraturan No. 5

Suatu hari Sang Guru sedang rapat dengan seorang rekan bisnisnya. Di tengah-tengah rapat, tiba-tiba seorang anak buah Sang Guru masuk ke ruang rapat sambil tersengal-sengal dan dengan kalut dia melaporkan sesuatu kepada Sang Guru.

Sang Guru menjawab: "Ingat peraturan nomor 5." Mendengar ini, anak buahnya kontan jadi tenang, meminta maaf, dan mohon diri.

Sepenanak nasi kemudian, seorang anak buah lainnya dari Sang Guru menginterupsi rapat dan dengan resah mengeluhkan suatu masalah yang tampaknya membuatnya berbeban berat.

Sang Guru menjawab: "Ingat peraturan nomor 5." Mendengar ini, anak buahnya kontan jadi tenang, meminta maaf, dan mohon diri.

Sejenak berlalu, lagi-lagi seorang anak buah yang lain dari Sang Guru menerobos ke ruang rapat dan dengan penuh kekesalan menyampaikan uneg-unegnya kepada Sang Guru.

Sang Guru menjawab: "Ingat peraturan nomor 5." Mendengar ini, anak buahnya kontan jadi tenang, meminta maaf, dan mohon diri.

Menyaksikan peristiwa itu, rekan bisnis Sang Guru tidak tahan lagi untuk mengungkapkan rasa penasarannya. Ia bertanya: "Apa sih peraturan nomor 5 itu?"

Sang Guru menjawab: "JANGAN SERIUS-SERIUS AMAT LAH."

"Ooo, itu peraturan yang bagus," ujar rekan bisnisnya seraya mengangguk-angguk, "lalu, apa bunyi peraturan-peraturan lainnya?"

"Nggak ada sih, itu aja!" sahut Sang Guru sambil tersenyum lebar.

Cerita di atas mengajarkan kepada kita banyak hal mengenai kelapangan hati. Dalam keseharian hidup, kita senantiasa berkecimpung dengan hal-hal yang membuat kita cemas dan kesal. Andaikata kita bisa meletakkan
setiap permasalahan kita dalam perspektif yang benar-benar esensial dan bernilai, kita akan bisa berpikir dengan lebih jernih.

Sebuah studi menunjukkan bahwa "penyebab kecemasan" orang-orang adalah:
- hal-hal yang tak pernah terjadi: 40%
- hal-hal yang silam dan tak bisa diubah: 30%
- perasaan takut sakit: 12%
- hal-hal sepele atau kurang beralasan: 10%
- masalah yang nyata/betulan: 8%

Jadi, survei membuktikan: 92% adalah kecemasan semu nan sia-sia!

Seiring dengan tumbuhnya kedewasaan spiritual kita, kita akan semakin menyadari kenyataan bahwa sehebat apa pun, kita dan segala atribut kita bukanlah pusat dari alam semesta. Dengan pemahaman ini, tatkala kita
menghadapi kecemasan atau kekesalan, kita bisa mengingatkan diri bahwa apa yang terjadi pada kita bukanlah hal yang bersifat "personal".

Alam dan kehidupan berjalan secara tidak memihak. Semakin kita mampu menyelaraskan diri dengan jalannya kehidupan, akan semakin damai dan bahagialah kita. Kalau kita senantiasa ingat "peraturan nomor 5", kita akan lebih mudah untuk terus bangkit dan melenggang dalam segala terpaan hidup.

Beginilah Jika Bersaudara

Dua orang bersaudara bekerja bersama menggarap ladang milik keluarga mereka. Yang seorang, si kakak, telah menikah, dan memiliki keluarga yang cukup besar. Si adik masih lajang, dan berencana tidak menikah.

Ketika musim panen tiba, mereka selalu membagi hasil sama rata. Selalu begitu.

Pada suatu hari, si adik yang masih lajang itu berpikir, "Tidak adil jika kami membagi rata semua hasil yang kami peroleh. Aku masih lajang dan kebutuhanku hanya sedikit." Maka, demi si kakak, setiap malam, dia akan mengambil sekarung padi miliknya, dan dengan diam-diam, meletakkan karung itu di lumbung milik kakaknya. Sekarung itu ia anggap cukuplah untuk mengurangi beban si kakak dan keluarganya.

Sementara itu, si kakak yang telah menikah pun merasa gelisah akan nasib adiknya. Ia berpikir, "Tidak adil jika kami selalu membagi rata semua hasil yang kami peroleh. Aku punya istri dan anak-anak yang akan mampu merawatku kelak ketika tua. Sedangkan adikku, tak punya siapa-siapa, tak akan ada yang peduli jika nanti dia tua dan miskin. Ia berhak mendapatkan hasil lebih daripada aku."

Karena itu, setiap malam, secara diam-diam, ia pun mengambil sekarung padi dari lumbungnya, dan memasukkan ke lumbung mulik adik satu-satunya itu. Ia berharap, satu karung itu dapatlah mengurangi beban adiknya, kelak.

Begitulah, selama bertahun-tahun kedua bersaudara itu saling menyimpan rahasia. Sementara padi di lumbung keduanya tak pernah berubah jumlah.

Sampai..., suatu malam, keduanya bertemu, ketika sedang memindahkan satu karung ke maring-masing lumbung saudaranya. Di saat itulah mereka sadar, dan saling menangis, berpelukan. Mereka tahu, dalam diam, ada cinta yang sangat dalam yang selama ini menjaga persaudaraan mereka. Ada harta, yang justru menjadi perekat cinta, bukan perusak. Demikianlah jika bersaudara.

#138
Azalae 6 Desember 2005 jam 6:01pm  

Di tengah rapat presiden dengan para menteri di jakarta tiba2 pintu terbuka. Seseorang dengan pakaian tentara bergegas masuk dengan nafas terengah.

"Lapor pak presiden, kami mendapat laporan ada ICBM (inter-continent ballistic missile -- misil balistik antar-benua?) menuju kemari.

Ruangan langsung ribut dan kacau. Ada menteri yang menangis. Ada yang menelepon keluarga. Ada yang langsung lari keluar ruangan.

SBY berteriak, "Ingat peraturan nomer lima!"

Serta merta semua orang menghela nafas lega dan tersenyum.

Lima menit kemudian ada cahaya terang dari kejauhan.

Beberapa detik kemudian hawa panas dengan kecepatan ratusan ribu kilometer per jam menghantam gedung kepresidenan.

Esoknya jakarta mendampingi hiroshima dan nagasaki menjadi anggota the most exclusive club.

:rofl2:

*kabur dulu dari yinyeksin*

wi, jangan marah yah. ingat peraturan nomer lima! :D

#139
yinyeksin 7 Desember 2005 jam 10:19am  

si jo bisa aja :rofl2::roflmao:

#140
yinyeksin 3 Januari 2006 jam 10:00am  

Bergerak - Rhenald Kasali

"Sebagian besar orang yang melihat belum tentu bergerak, dan yang bergerak belum tentu menyelesaikan (perubahan)."

Kalimat ini mungkin sudah pernah Anda baca dalam buku baru saya, "ChaNge". Minggu lalu, dalam sebuah seminar yang diselenggarakan Indosat, iseng-iseng saya mengeluarkan dua lembaran Rp 50.000. Di tengah-tengah ratusan orang yang tengah menyimak isi buku, Saya tawarkan uang itu.

"Silahkan, siapa yang mau boleh ambil," ujar Saya. Saya menunduk ke bawah menghindari tatapan ke muka audiens sambil menjulurkan uang Rp 100.000.

Seperti yang saya duga, hampir semua audiens hanya diam terkesima. Saya ulangi kalimat saya beberapa kali dengan mimik muka yang lebih serius. Beberapa orang tampak tersenyum, ada yang mulai menarik badannya dari sandaran kursi, yang lain lagi menendang kaki temannya. Seorang ibu menyuruh temannya maju, tetapi mereka semua tak bergerak. Belakangan, dua orang pria maju ke depan sambil celingak-celinguk. Orang yang maju dari sisi sebelah kanan mulanya bergerak cepat, tapi ia segera menghentikan langkahnya dan termangu, begitu melihat seseorang dari sisi sebelah kiri lebih cepat ke depan. Ia lalu kembali ke kursinya.

Sekarang hanya tinggal satu orang saja yang sudah berada di depan saya. Gerakannya begitu cepat, tapi tangannya berhenti manakala uang itu disentuhnya. Saya dapat merasakan tarikan uang yang dilakukan dengan keragu-raguan. Semua audiens tertegun. Saya ulangi pesan saya, "Silahkan ambil, silahkan ambil." Ia menatap wajah saya, dan saya pun menatapnya dengan wajah lucu. Audiens tertawa melihat keberanian anak muda itu. Saya ulangi lagi kalimat saya, dan Ia pun merampas uang kertas itu dari tangan saya dan kembali ke kursinya. Semua audiens tertawa terbahak-bahak. Seseorang lalu berteriak, "Kembalikan, kembalikan!" Saya mengatakan, "Tidak usah. Uang itu sudah menjadi miliknya."

Setidaknya, dengan permainan itu seseorang telah menjadi lebih kaya Rp.100.000. Saya tanya kepada mereka, mengapa hampir semua diam, tak bergerak. Bukankah uang yang Saya sodorkan tadi adalah sebuah kesempatan? Mereka pun menjawab dengan berbagai alasan:

"Saya pikir Bapak cuma main-main ."
"Nanti uangnya toh diambil lagi."
"Malu-maluin aja."
"Saya tidak mau kelihatan nafsu. Kita harus tetap terlihat cool!"
"Saya enggak yakin bapak benar-benar akan memberikan uang itu ..."
"Pasti ada orang lain yang lebih membutuhkannya...."
"Saya harus tunggu dulu instruksi yang lebih jelas....."
"Saya takut salah, nanti cuma jadi tertawaan doang........."
"Saya, kan duduk jauh di belakang..."
dan seterusnya.

Saya jelaskan bahwa jawaban mereka sama persis dengan tindakan mereka sehari-hari. Hampir setiap saat kita dilewati oleh rangkaian opportunity (kesempatan), tetapi kesempatan itu dibiarkan pergi begitu saja. Kita tidak menyambarnya, padahal kita ingin agar hidup kita berubah. Saya jadi ingat dengan ucapan seorang teman yang dirawat di sebuah rumah sakit jiwa di daerah Parung. Ia tampak begitu senang saat Saya dan keluarga membesuknya. Sedih melihat seorang sarjana yang punya masa depan baik terkerangkeng dalam jeruji rumah sakit bersama orang-orang tidak waras. Saya sampai tidak percaya ia berada di situ. Dibandingkan teman-temannya, ia adalah pasien yang paling waras. Ia bisa menilai "gila" nya orang di sana satu persatu dan berbicara waras dengan Saya. Cuma, matanya memang tampak agak merah. Waktu Saya tanya apakah ia merasa sama dengan mereka, ia pun protes. "Gila aja..ini kan gara-gara saudara2 Saya tidak mau mengurus saya. Saya ini tidak gila. Mereka itu semua sakit.....".

Lantas, apa yang kamu maksud 'sakit'?"

"Orang 'sakit' (gila) itu selalu berorientasi ke masa lalu, sedangkan saya selalu berpikir ke depan. Yang gila itu adalah yang selalu mengharapkan perubahan, sementara melakukan hal yang sama dari hari ke hari.....," katanya penuh semangat." Saya pun mengangguk-angguk.

Pembaca, di dalam bisnis, gagasan, pendidikan, pemerintahan dan sebagainya, Saya kira kita semua menghadapi masalah yang sama. Mungkin benar kata teman Saya tadi, kita semua mengharapkan perubahan, tapi kita tak tahu harus mulai dari mana. Akibatnya kita semua hanya melakukan hal yang sama dari hari ke hari. Jadi omong kosong perubahan akan datang. Perubahan hanya bisa datang kalau orang-orang mau bergerak bukan hanya dengan omongan saja.

Dulu, menjelang Soeharto turun orang-orang sudah gelisah, tapi tak banyak yang berani bergerak. Tetapi sekali bergerak, perubahan seperti menjadi tak terkendali, dan perubahan yang tak terkendali bisa menghancurkan misi perubahan itu sendiri, yaitu perubahan yang menjadikan hidup lebih baik. Perubahan akan gagal kalau pemimpin-pemimpinnya hanya berwacana saja. Wacana yang kosong akan destruktif.

Manajemen tentu berkepentingan terhadap bagaimana menggerakkan orang-orang yang tidak cuma sekedar berfikir, tetapi berinisiatif, bergerak, memulai, dan seterusnya.
Get Started.
Get into the game.
Get into the playing field, Now.
Just do it!.

Janganlah mereka dimusuhi, jangan inisiatif mereka dibunuh oleh orang-orang yang bermental birokratik yang bisanya cuma bicara di dalam rapat dan cuma membuat peraturan saja. Makanya tranformasi harus bersifat kultural, tidak cukup sekedar struktural. Ia harus bisa menyentuh manusia, yaitu manusia-manusia yang aktif, berinisiatif dan berani maju.

Manusia pemenang adalah manusia yang responsif. Seperti kata Jack Canfield, yang menulis buku Chicken Soup for the Soul, yang membedakan antara winners dengan losers adalah "Winners take action! they simply get up and do what has to be done!".
Selamat bergerak!

(Sumber: Bergerak oleh Rhenald Kasali)