Sekedar Renungan

HomeForumGeneral discussionsSekedar Renungan


#81
yinyeksin 21 Februari 2005 jam 4:19pm  

BERKAH RASA SAKIT

Menurut suatu laporan medis: satu dari 400.000 bayi yang lahir setiap tahun akan menjalani kehidupan yang kurang menguntungkan; mereka akan sering melukai diri sendiri, kadang bisa sangat parah dan tanpa menyadarinya.

Anak-anak semacam itu mengidap penyakit keturunan yang disebut familial dysautonomia: mereka tidak mampu merasakan sakit/nyeri. Anak-anak semacam ini bisa bermain-main mengiris tubuhnya sendiri, memegang setrika panas, jatuh dan patah tulang, tanpa pernah menyadari bahwa itu semua tidak semestinya mereka lakukan. Mereka tidak akan mengeluh sakit tenggorokan atau sakit perut sehingga orang tua mereka tidak akan tahu bahwa mereka sedang terkena penyakit, sampai segalanya terlambat.

Adakah di antara kita yang mau hidup seperti itu, tanpa rasa sakit?

Memang, rasa sakit itu tidak mengenakkan, tetapi itu adalah bagian penting jika kita hidup.

Suatu kali, Sang Guru bertanya kepada murid-muridnya: "Siapa yang mau hidup tanpa masalah?" Semua murid tanpa ragu-ragu mengangkat tangan.

Sang Guru melanjutkan bahwa setiap hari dalam perjalanan ke tempat kerja dia melewati sebuah tempat di mana orang-orang yang tinggal di sana tidak punya masalah sama sekali. Sang Guru kembali bertanya: "Apakah ada di antara kalian yang mau bergabung dengan orang-orang bebas masalah ini?"

Para murid berpikir bahwa guru mereka sedang bergurau, namun Sang Guru meyakinkan mereka lagi: "Orang-orang ini tidak pernah bermasalah dengan berita di koran, tidak ada masalah pekerjaan, pernikahan, makanan, dan jelas sudah bebas finansial lho!"

Ketika para murid menjadi makin penasaran, Sang Guru menyeletuk: "Tempat itu adalah pekuburan dan orang-orang di sana sudah almarhum semua...."

Masalah adalah indikator kehidupan. Selama kita hidup, masalah akan senantiasa membayangi. Jika kita mampu "mengenali" bahwa suatu masalah adalah masalah, itu sudah merupakan berkah tersendiri.

Kalau kita kaji lebih dalam, masalah menawarkan "kesempatan" bagi kita untuk memecahkannya. Orang yang berada di puncak adalah orang yang mampu memecahkan masalah. Apa yang selama ini terjadi jika kita mampu mengatasi masalah yang tidak dapat diatasi oleh orang lain?

Ada kalanya, suatu masalah mungkin saja betul-betul getir; memang... tidak semua "obat yang manjur" manis bukan?

#82
yinyeksin 24 Februari 2005 jam 11:06am  

BARU BAHAGIA KALAU…

Kita menganut kepercayaan bahwa hidup akan jadi lebih baik kalau kita menikah, kalau kita punya anak, kalau anak kita laki-laki atau perempuan. Kemudian kita tidak sabar ketika anak-anak tidak cepat besar dan kita merasa bahwa beban kita masih panjang. Setelah itu kita kesal karena anak-anak kita yang sudah remaja mulai membangkang terhadap kita. Kita merasa bahwa kita seharusnya bisa lebih berbahagia kalau mereka penurut atau mereka segera dewasa.

Kita berkata kepada diri sendiri bahwa kebahagiaan kita baru akan lengkap kalau kita punya mobil yang lebih bagus, kalau kita punya rumah yang lebih lapang, kalau kita bisa berlibur ke mana-mana, kalau kita sudah pensiun, dan seterusnya.

Padahal… pada kenyataannya, kebahagiaan tidak terletak di luar sana, setidaknya ketika kebutuhan dasar sudah tercukupi. Kebahagiaan ada di dalam batin kita sendiri. Tidak ada saat yang lebih baik daripada saat ini juga untuk berbahagia. Kalau tidak sekarang, lalu kapan?

Kebahagiaan adalah suatu cara kita merespon berbagai stimulus eksternal. Kabar baiknya: kita BISA MEMILIH respon kita sendiri, tak pandang apa pun jenis stimulusnya. Inilah kekuatan pikiran yang paling dahsyat. Kita bisa menentukan dan memilih sendiri untuk berbahagia atau untuk tidak berbahagia. Stephen R. Covey, pakar konsep "7 Habits", mengatakan: "The most proactive thing we can do is to BE HAPPY."

Para bijak mengatakan: "There is NO WAY to happiness, since happiness is THE WAY itself." Tidak ada jalan menuju kebahagiaan, karena kebahagiaan adalah sang jalan itu sendiri. Jadi, kebahagiaan adalah suatu cara kita menyikapi perjalanan hidup, suatu proses, bukan tujuan akhir, bukan kalau ini dan itu sudah tercapai…

Jadi, tunggu apa lagi, barukah kita akan berbahagia:
kalau cicilan sudah lunas?
kalau sudah punya mobil?
kalau turun 10 kg?
kalau naik 10 kg?
kalau sudah menikah?
kalau sudah cerai?
kalau sudah punya anak?
kalau anak sudah besar?
kalau sudah pensiun?
kalau hujan?
kalau panas?
kalau panjang umur?
kalau sudah mati?

Pepatah lain mengatakan: "Happiness is not about TO HAVE, but about TO BE." Ya, banyak benarnya juga. Amankan kebutuhan dasar, dan selebihnya… just be happy!

#83
Thor 24 Februari 2005 jam 11:19am  

Efek Domino Kesuksesan
(disadur dari Buku: Time To Change Hari Subagya)

Berhasil mengatasi masalah akan mengantarkan kita pada posisi yang bagus untuk mengatasi masalah berikutnya.
Kesuksesan kita akan menjadi bekal yang sangat baik untuk mencapai kesuksesan berikutnya.

Orang yang kaya menjadi lebih kaya bukan karena harta yang dimilikinya, namun karena arah yang benar dalam usaha dan kehidupannya; tindakan yang benar dalam langkah-langkahnya,
sehingga kesuksesan itu akan muncul ber-ulang2!

Kalau dalam kehidupan, kita melihat yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin. Memang itu yang terjadi.
Sekarang lihatlah kehidupan kita. Apakah kita makin kaya atau makin miskin? Jika kita makin miskin, maka segeralah berbalik arah. Kita pasti melakukan kesalahan yang mungkin tidak kita sadari. Jika kita tetap menjalani apa yang kita lakukan sekarang ini, maka kemungkinan kita akan semakin terpuruk. Namun jika kita merasa makin kaya,
maka melangkahlah makin cepat.
Berlarilah! Karena arah Kita sudah benar.

Jika kita cenderung mengalami kemerosotan dalam taraf kehidupan, maka saatnya sekarang berbalik arah! Ubah arah kita karena itu tidak bisa
ditawar-tawar lagi. Kita telah melakukan kesalahan !

Sekaranglah saatnya KITA berubah! Kemalasan kita ubah menjadi ketekunan. Kesombongan kita harus diubah menjadi keramahan. Kesederhanaan kita dalam berpikir harus kita ubah dengan kreativitas
yang genius. Kelalain Kita harus kita ubah dengan kewaspadaan yang tajam. Waktu kita harus diisi penuh dengan aktivitas, detik demi detik.
Pikiran negatif kita harus diubah dengan pikiran positif.

Apakah mudah? Jangan bertanya lagi! Begitu kita ingat maka lakukan perubahan itu, terus menerus, hingga kita tidak akan merasakan itu, dan kita sudah berbalik arah.
Ya, sekaranglah saatnya kita banting setir !

Rasakan perubahan itu. Bila kehidupan kita sudah mulai membaik, maka semangati untuk melaku lebih kencang, bergerak lebih cepat, berpikir lebih taktis dan lakukan terus hal-hal baik yang sudah membuat
kehidupan kita menuju arah uang benar.

Ingat! Orang yang kaya semakin kaya, bukan karena dia memiliki harta lebih banyak, namun karena dia sudah berada diarah yang benar. Kesuksesan yang dia capai telah membuat efek domino untuk kesuksesan berikutnya !

#84
yinyeksin 28 Februari 2005 jam 10:51am  

Mengecek Hasil Pekerjaan Sendiri

Seorang anak lelaki masuk ke sebuah apotek, menarik peti minuman dan meletakkannya di dekat telepon umum. Ia naik ke atasnya sehingga dapat mencapai tombol-tombol yang ada pada telepon. Lalu mulailah ia menekan tombol sampai tujuh dijit. Saya menyimak percakapannya.

Ia berkata, "Bu, apakah Anda membutuhkan bantuan untuk membersihkan kebun Anda?"

Wanita di telepon itu menjawab, "Saya sudah membayar seseorang untuk membersihkannya."

"Bu, Anda dapat membayar saya setengah harga saja."

Sepertinya wanita itu sudah puas dengan hasil kerja dari orang tersebut.

Namun anak itu tak kenal putus asa dan menawarkan, "Bu, saya juga akan menyapu pinggiran jalan dan trotoar rumah Anda, sehingga pada hari Minggu nanti Anda akan memiliki halaman terindah di North Palm Beach, Florida."

Lagi-lagi wanita itu menolak.

Dengan senyum, anak itu meletakkan gagang telepon.

Sang pemilik apotek menghampiri anak itu dan berkata, "Nak, saya suka sikapmu itu. Saya mengagumi semangat yang kaumiliki. Bagaimana kalau kamu bekerja untuk saya saja?"

Anak itu menjawab, "Tidak, Pak. Terima kasih. Sebenarnya saya hanya mengecek hasil pekerjaan saya sendiri."

Oleh (c) Dr. Eric Scott Kaplan
Kisah ini dikutip dari buku "Embun bagi Jiwa #1"

#85
Thor 4 Maret 2005 jam 11:23am  

Kesempatan

Ada 3 tipe manusia melihat sebuah kesempatan. Dalam pepatah mandarin
dikatakan:

1. Orang yang lemah, menunggu kesempatan.
2. Orang yang kuat, menciptakan kesempatan.
3. Orang yang cerdik/bijak memanfaatkan kesempatan.

Bagi orang lemah, bila kesempatan belum datang, dia akan menunggu dan
menunggu sampai kesempatan itu datang, Bila ditunggu kesempatan belum
juga datang, dia berpikir, yah.. Ini memang nasibku.

Tipe kedua: bagi orang kuat, bila kesempatan belum datang, dia akan
mengunakan berbagai macam cara, kreatifitas, koneksitas, dan segenap
kemampuannya untuk menciptakan kesempatan itu datang padanya.

Tipe ketiga: bagi orang cerdik/bijak, dia akan memanfaatkan
kesempatan karena dia menyadari kesempatan adalah sesuatu yang
berharga, belum tentu kesempatan itu datang untuk kedua kali.

Memang pada kondisi tertentu, kadang munculnya kesempatan itu butuh
pematangan waktu. Kita perlu menunggu sesaat, tetapi bukan dengan
sikap yang pasif, sebaliknya, kita menunggu kesempatan itu dengan
sikap waspada, proaktif dan penuh kesiapan.

Seperti sikap seekor kucing yang akan menangkap tikus, kucing bisa
dengan sabar, waspada, penuh kesiapan menunggu kesempatan tikus
keluar dari lubang persembunyiannya. Begitu tikus keluar, kucing akan
segera menyergap mangsanya.

Keberhasilan kucing melumpuhkan tikus adalah serangkaian proses
melakukan 3 hal yang saya bicarakan di atas, yaitu kemampuan menunggu
kesempatan bukan secara pasif tetapi proaktif, penuh kesiapan. Begitu
kesempatan tercipta langsung dimanfaatkan.

Kesempatan merupakan salah satu factor yang harus dimiliki bagi siapa
saja yang mau mengembangkan diri. Tanpa kesempatan yang tersedia,
tidak mungkin kita bisa sukses. Oleh sebab itu bila kesempatan belum
datang, kita harus berusaha menciptakannya, bahkan di dalam kesulitan
pun, jika kita punya keuletan untuk berusaha terus menerus, suatu
hari, kesempatan pasti akan datang.

"Sesungguhnya dalam kesulitan akan ada kemudahan"

Pastikan dengan segenap kreatifitas, kerja keras, keuletan dan niat
baik kita ciptakan kesempatan, manfaatkan kesempatan untuk
mengembangkan diri semaksimal mungkin dan memperoleh kehidupan yang
lebih baik, lebih sukses, dan lebih berarti !!!

#86
yinyeksin 8 Maret 2005 jam 9:13am  

Mengalahkan Diri Sendiri

Dalam hidup ini, bahagia tidaknya kita, kita sendiri yang akan menentukan. Hanya karena kebodohan, kita dibayangi oleh rasa kekhawatiran dan rasa takut yang sebenarnya tidak perlu ada.

Berhati lurus adalah menjaga hati dan pikiran agar tidak mudah goyah oleh godaan. Bagi yang berkepribadian lemah dan berjiwa rapuh akan mudah tergoda pada kesenangan duniawi.

Mata kita hanya melihat benda-benda yang indah, telinga kita hanya akan mendengar suara yang merdu, dan lidah hanya mau mencicipi makanan yang lezat. Tubuh menjadi manja, dan pikiran mengembara ke mana-mana tanpa dapat dikendalikan.

Orang bijak mengatakan bahwa perang yang tidak ada habisnya adalah perang melawan diri sendiri. Musuh yang paling sulit ditaklukkan adalah diri sendiri.

Hati yang bercabang ibarat kuda yang lepas dari kendali.

Karena itu kita harus menjaga keseimbangan hati dan pikiran kita. Hindari pikiran yang menyesatkan, karena nantinya akan menimbulkan malapetaka bagi diri sendiri.

Bila kita ingin menuai benih kebahagiaan, taburlah benih kebaikan. Kita mulai dengan menanam bibit-bibit kebaikan, mencabut rumput-rumput ketamakan, kebencian, iri hati, mengairinya dengan ketabahan dan kemurahan hati, serta menyuburkannya dengan memberi pupuk perilaku yang berbudi.

Dengan begitu, sudah sepantasnya kita menikmati hasil panen yang memuaskan.

Apabila di dalam diri seseorang masih ada rasa malu dan takut untuk berbuat suatu kebaikan, maka jaminan bagi orang tersebut adalah tidak akan bertemunya ia dengan kemajuan selangkah pun. (Bung Karno)

#87
yinyeksin 16 Maret 2005 jam 10:44am  

Cermin yang Terlupakan

Pada suatu ketika, sepasang suami istri, katakanlah nama mereka Smith, mengadakan 'garage sale' untuk menjual barang-barang bekas yang tidak mereka butuhkan lagi. Suami istri ini sudah setengah baya, dan anak-anak mereka telah meninggalkan rumah untuk hidup mandiri. Sekarang waktunya untuk membenahi rumah, dan menjual barang-barang yang tidak dibutuhkan lagi.

Saat mengumpulkan barang-barang yang akan dijual, mereka menemukan benda-benda yang sudah sedemikian lama tersimpan di gudang. Salah satu di antaranya adalah sebuah cermin yang mereka dapatkan sebagai hadiah pernikahan mereka, dua puluh tahun yang lampau.

Sejak pertama kali diperoleh, cermin itu sama sekali tidak pernah digunakan. Bingkainya yang berwarna biru aqua membuat cermin itu tampak
buruk, dan tidak cocok untuk diletakkan di ruangan mana pun di rumah mereka. Namun karena tidak ingin menyakiti orang yang menghadiahkannya, cermin itu tidak mereka kembalikan. Demikianlah, cermin itu teronggok di loteng. Setelah dua puluh tahun berlalu, mereka berpikir orang yang memberikannya tentu sudah lupa dengan cermin itu. Maka mereka mengeluarkannya dari gudang, dan meletakkannya bersama dengan barang lain untuk dijual keesokan hari.

Garage sale mereka ternyata mendapat banyak peminat. Halaman rumah mereka penuh oleh orang-orang yang datang untuk melihat barang bekas yang mereka jual. Satu per satu barang bekas itu mulai terjual. Perabot rumah tangga, buku-buku, pakaian, alat berkebun, mainan anak-anak, bahkan radio tua yang sudah tidak berfungsi pun masih ada yang membeli.

Seorang lelaki menghampiri Mrs. Smith. "Berapa harga cermin itu?" katanya sambil menunjuk cermin tak terpakai tadi. Mrs. Smith tercengang.

"Wah, saya sendiri tidak berharap akan menjual cermin itu. Apakah Anda sungguh ingin membelinya?" katanya.

"Ya, tentu saja. Kondisinya masih sangat bagus." jawab pria itu. Mrs. Smith tidak tahu berapa harga yang pantas untuk cermin jelek itu. Meskipun sangat mulus, namun baginya cermin itu tetaplah jelek dan tidak berharga.

Setelah berpikir sejenak, Mrs. Smith berkata, "Hmm ... anda bisa membeli cermin itu untuk satu dolar."

Dengan wajah berseri-seri, pria tadi mengeluarkan dompetnya, menarik selembar uang satu dolar dan memberikannya kepada Mrs. Smith.

"Terima kasih," kata Mrs. Smith, "Sekarang cermin itu jadi milik Anda. Apakah perlu dibungkus?"

"Oh, jika boleh, saya ingin memeriksanya sebelum saya bawa pulang." jawab si pembeli.

Mrs. Smith memberikan ijinnya, dan pria itu bergegas mengambil cerminnya dan meletakkannya di atas meja di depan Mrs. Smith. Dia mulai mengupas pinggiran bingkai cermin itu. Dengan satu tarikan dia melepaskan lapisan pelindungnya dan muncullah warna keemasan dari baliknya. Bingkai cermin itu ternyata bercat emas yang sangat indah, dan warna biru aqua yang selama ini menutupinya hanyalah warna dari lapisan pelindung bingkai itu!

"Ya, tepat seperti yang saya duga! Terima kasih!" sorak pria itu dengan gembira. Mrs. Smith tidak bisa berkata-kata menyaksikan cermin indah itu dibawa pergi oleh pemilik barunya, untuk mendapatkan tempat yang lebih pantas daripada loteng rumah yang sempit dan berdebu.

Kisah ini menggambarkan bagaimana kita melihat hidup kita. Terkadang kita merasa hidup kita membosankan, tidak seindah yang kita inginkan. Kita melihat hidup kita berupa rangkaian rutinitas yang harus kita jalani. Bangun pagi, pergi bekerja, pulang sore, tidur, bangun pagi, pergi bekerja, pulang sore, tidur. Itu saja yang kita jalani setiap hari.

Sama halnya dengan Mr. dan Mrs. Smith yang hanya melihat plastik pelapis dari bingkai cermin mereka, sehingga mereka merasa cermin itu jelek dan tidak cocok digantung di dinding. Padahal dibalik lapisan itu, ada warna emas yang indah.

Padahal di balik rutinitas hidup kita, ada banyak hal yang dapat memperkaya hidup kita. Setiap saat yang kita lewati, hanya bisa kita alami satu kali seumur hidup kita. Setiap detik yang kita jalani, hanya berlaku satu kali dalam hidup kita. Setiap detik adalah pemberian baru dari Tuhan untuk kita.

Akankah kita menyia-nyiakannya dengan terpaku pada rutinitas? Akankah kita membiarkan waktu berlalu dengan merasa hidup kita tidak seperti yang kita inginkan?

Setelah dua puluh tahun, dan setelah terlambat, barulah Mrs. Smith menyadari nilai sesungguhnya dari cermin tersebut. Inginkah kita menyadari
keindahan hidup kita setelah segalanya terlambat? Tentu tidak. Sebab itu, marilah kita mulai mengikis pandangan kita bahwa hidup hanyalah rutinitas belaka. Mari kita mulai mengelupas rutinitas tersebut dan menemukan nilai sesungguhnya dari hidup kita.

Marilah kita mulai menjelajah hidup kita, menemukan hal-hal baru, belajar lebih banyak, mengenal orang lebih baik. Mari kita melakukan sesuatu yang baru. Mari kita membuat perbedaan!

#88
yinyeksin 18 Maret 2005 jam 10:09am  

Hasrat, Komitmen Dan Keberanian

Namanya Hani. Hani Irmawati. Ia adalah gadis pemalu, berusia 17 tahun. Tinggal di rumah berkamar dua bersama dua saudara dan orangtuanya. Ayahnya adalah penjaga gedung dan ibunya pembantu rumah tangga. Pendapatan tahunan mereka, tidak setara dengan biaya kuliah sebulan di Amerika.

Pada suatu hari, dengan baju lusuh, ia berdiri sendirian di tempat parkir sebuah sekolah internasional. Sekolah itu mahal, dan tidak menerima murid Indonesia. Ia menghampiri seorang guru yang mengajar bahasa Inggris di sana. Sebuah tindakan yang membutuhkan keberanian besar untuk ukuran gadis Indonesia.

"Aku ingin kuliah di Amerika," tuturnya, terdengar hampir tak masuk akal. Membuat sang guru tercengang, ingin menangis mendengar impian gadis belia yang bagai pungguk merindukan bulan.

Untuk beberapa bulan berikutnya, Hani bangun setiap pagi pada pukul lima dan naik bis kota ke SMU-nya. Selama satu jam perjalanan itu, ia belajar untuk pelajaran biasa dan menyiapkan tambahan pelajaran bahasa Inggris yang didapatnya dari sang guru sekolah internasional itu sehari sebelumnya. Lalu pada jam empat sore, ia tiba di kelas sang guru. Lelah, tapi siap belajar.

"Ia belajar lebih giat daripada kebanyakan siswa ekspatriatku yang kaya-kaya," tutur sang guru. "Semangat Hani meningkat seiring dengan
meningkatnya kemampuan bahasanya, tetapi aku makin patah semangat."

Hani tak mungkin memenuhi syarat untuk mendapatkan beasiswa dari universitas besar di Amerika. Ia belum pernah memimpin klub atau organisasi, karena di sekolahnya tak ada hal-hal seperti itu. Ia tak memiliki pembimbing dan nilai tes standar yang mengesankan, karena tes semacam itu tak ada. Namun, Hani memiliki tekad lebih kuat daripada murid mana pun.

"Maukah Anda mengirimkan namaku?" pintanya untuk didaftarkan sebagai penerima beasiswa.

"Aku tak tega menolak. Aku mengisi pendaftaran, mengisi setiap titik-titik dengan kebenaran yang menyakitkan tentang kehidupan akademisnya, tetapi juga dengan pujianku tentang keberanian dan kegigihannya," ujar sang guru.

"Kurekatkan amplop itu dan mengatakan kepada Hani bahwa peluangnya untuk diterima itu tipis, mungkin nihil."

Pada minggu-minggu berikutnya, Hani meningkatkan pelajarannya dalam bahasa Inggris. Seluruh tes komputerisasi menjadi tantangan besar bagi seseorang yang belum pernah menyentuh komputer. Selama dua minggu ia belajar bagian-bagian komputer dan cara kerjanya.

Lalu, tepat sebelum Hani ke Jakarta untuk mengambil TOEFL, ia menerima surat dari asosiasi beasiswa itu.

"Inilah saat yang kejam. Penolakan," pikir sang guru.

Sebagai upaya mencoba mempersiapkannya untuk menghadapi kekecewaan, sang guru lalu membuka surat dan mulai membacakannya: Ia diterima! Hani diterima....

"Akhirnya aku menyadari bahwa akulah yang baru memahami sesuatu yang sudah diketahui Hani sejak awal: bukan kecerdasan saja yang membawa sukses, tapi juga hasrat untuk sukses, komitmen untuk bekerja keras, dan keberanian untuk percaya akan dirimu sendiri," tutur sang guru menutup kisahnya.

Kisah Hani ini diungkap oleh sang guru bahasa Inggris itu, Jamie Winship, dan dimuat di buku "Chicken Soup for the College Soul", yang edisi
Indonesianya telah diterbitkan.

Tentu kisah ini tidak dipandang sebagai kisah biasa oleh Jack Canfield, Mark Victor Hansen, Kimberly Kirberger, dan Dan Clark. Ia terpilih diantara lebih dari delapan ribu kisah lainnya. Namun, bukan ini yang membuatnya istimewa. Yang istimewa, Hani menampilkan sosoknya yang berbeda. Ia punya tekad. Tekad untuk maju. Maka, sebagaimana diucapkan Tommy Lasorda, "Perbedaan antara yang mustahil dan yang tidak mustahil terletak pada tekad seseorang."

Anda memilikinya?

#89
Thor 25 Maret 2005 jam 5:17pm  

Cara Pikir Orang Kaya

Seringkali saya mendengar gerutuan orang-2 yang mengatakan bahwa
dunia ini tidak adil, karena yang kaya semakin kaya, dan yang miskin
tetap miskin. Orang yang miskin acapkali berkata, seandainya mereka
diberi kesempatan, mereka juga bisa kaya. Atau kalau mereka punya
modal yang banyak atau pandai, mereka bisa mempunyai perusahaan juga.
Benarkah modal bisa membuat orang kaya ? Banyak orang yang menang
undian berhadiah, tapi dalam sekejab pula hartanya tersebut habis
karena tidak dikelola dengan baik.
Kaya dan miskin dalam konteks disini bukan dalam arti fisik, namun
dari cara anda memandang uang. Apabila anda mempunyai rumah bak
istana dengan lima mobil, namun anda selalu merasa kekurangan uang,
berarti anda adalah orang miskin. Sebaliknya, seorang tukang becak
yang sudah cukup puas dengan makan tiga kali sehari, bisa dianggap
orang kaya.
Robert Kiyosaki pernah mengatakan bahwa yang membedakan seseorang
kaya dan miskin bukan uang, kepandaian atau modal, tetapi CARA
BERPIKIR. Nah, cara berpikir seperti apa yang membuat orang kaya ?
Yang pertama adalah masalah tabungan (saving). Orang miskin berpikir
menabung di tempat yang aman, orang kaya berpikir investasi di tempat
yang nyaman. Tempat menabung yang aman menurut orang miskin adalah
tempat yang paling sering didengar keberadaannya, paling banyak
cabangnya, paling besar gedungnya, bunganya stabil, dan bisa
memberikan jaminan keamanan apabila terjadi sesuatu. Sedang tempat
menabung yang nyaman menurut orang kaya adalah tempat yang tidak
banyak diketahui orang, beresiko tinggi, pendapatannya naik turun
setiap saat, dan perlu keahlian khusus untuk mengelolanya. Prinsip
orang miskin disini adalah "Safe Risk, Stable Return", sedang orang
kaya adalah "High Risk, High Return".
Yang kedua adalah masalah penghematan vs pendapatan. Orang miskin
sangat mematuhi aturan "Jangan sampai besar pasak daripada tiang".
Artinya, seandainya pendapatan kita Rp 1 juta, sedangkan pengeluaran
kita 1,5 juta, maka sebisa mungkin pengeluaran ditekan hingga Rp 800
ribu, masih sisa Rp 200 ribu untuk ditabung. Disisi lain, orang kaya
jika mempunyai pendapatan 1 juta dan pengeluarannya 1,5 juta, maka
mereka akan bekerja lebih keras sehingga pendapatannya mencapai 2
juta. Sehingga pengeluaran 1,5 juta tertutup dan masih tersisa Rp 500
ribu untuk ditabung. Bisa kita lihat disini, bahwa orang kaya pun
mematuhi aturan penghematan tersebut, tapi dari sisi yang berbeda.
Orang miskin melihatnya dari seberapa besar pendapatannya, lalu
menekan pengeluarannya, sedang orang kaya melihat dari sisi
pengeluarannya, lalu meningkatkan pendapatannya.
Yang ketiga adalah masalah bagaimana anda dan uang bekerja bersama.
Orang miskin bekerja keras demi uang, orang kaya menempatkan uang
mereka pada instrumen tertentu agar bekerja keras bagi mereka. Disini
semakin keras orang miskin bekerja, mereka akan mempunyai banyak
uang, tetapi mereka hampir tidak mempunyai lagi waktu luang.
Sebaliknya, semakin keras uang bekerja bagi orang kaya, mereka
semakin punya banyak uang serta waktu luang. Itulah sebabnya tidak
usah heran melihat orang kaya dengan ribuan karyawan masih sempat
main golf, sedangkan orang miskin mengatakan tidak punya waktu
mengantar anak tunggalnya jalan-2 ke mall karena sibuk bekerja.
Yang keempat adalah pengelolaan uang tambahan. Seringkali jika kita
menerima uang tambahan diluar gaji bulanan seperti THR, bonus, atau
hasil kerja sampingan, pikiran orang miskin akan langsung digunakan
untuk membeli sesuatu, karena dianggap duit tambahan tersebut sebagai
rejeki dadakan. Orang kaya akan menempatkan uang tambahan tersebut
pada investasi tertentu, dan bunganya baru dipakai untuk membeli
sesuatu. Tiga hal yang berperan disini adalah waktu, modal awal dan
bunga. Orang miskin dari segi waktu lebih cepat memperoleh barangnya,
namun modal awalnya habis dan tidak memperoleh bunga. Sebaliknya,
orang kaya lebih bisa menahan diri untuk membeli barang dalam waktu
yang lebih lama, namun modal awalnya masih ada, karena pembelian
dilakukan dengan bunga.
Bagaimana cara berpikir anda, sudahkah anda berpikir seperti orang
kaya ?
- Ardi Indrawan -

#90
yinyeksin 1 April 2005 jam 10:47am  

APA HARUS SAMPAI KEPEPET?

Seekor katak tercebur ke dalam sebuah lubang di tengah jalan raya. Selama seharian penuh dia berusaha melompat keluar dari lubang itu, tapi usahanya tak kunjung berhasil juga.

Seekor anjing datang dan mengulurkan bantuan untuk mengeluarkan katak yang terjebak itu. Upaya sang anjing belum berbuah jua. Sekawanan hewan lainnya ikut turun tangan untuk menolong katak malang tersebut, namun akhirnya mereka menyerah.

"Kami akan membawakan makanan untukmu," kata kawan-kawannya. "Mungkin kamu masih akan cukup lama di sana." Mereka pun beranjak pergi untuk mencarikan makanan. Tak lama kemudian mereka kembali; mereka tak percaya dengan apa yang mereka lihat: katak itu sudah di luar lubang!

"Kami pikir kamu tidak akan bisa keluar!" seru mereka.

"Habis gimana," jawab si katak, "ada traktor datang ke arahku, nggak ada pilihan dong!"

Pencerahan satu: tekanan tertentu ada kalanya diperlukan agar kita berjuang lebih keras. "Don’t crack under pressure," kata Tag Heuer.

Eh, ada cerita katak lagi. Katak yang direbus perlahan-lahan dalam wajan tidak akan menyadari bahwa dirinya akan mati. Air yang hangat bisa membuainya untuk tetap bersantai di wajan maut itu. Sampai ketika ia merasa kepanasan, ia sudah kehabisan tenaga untuk melompat keluar; terlambat sudah….

Coba kita lemparkan seekor katak ke dalam wajan berisi air panas; kontan saja dia akan melompat sekuat-kuatnya, mungkin lumayan babak belur, tapi dia selamat!

Pencerahan dua: jangan terjebak dalam kenyamanan semu; ketika kondisi berubah dan kita membutuhkan perbaikan, mungkin saat itu kita sudah terlambat. Apa harus sampai kepepet? "Sedia payung sebelum hujan", kata Nenek.

#91
yinyeksin 4 April 2005 jam 11:10am  

KEBAHAGIAAN ADALAH SEBUAH PILIHAN

Pada suatu zaman di Tiongkok, hiduplah seorang jenderal besar yang selalu menang dalam setiap pertempuran. Karena itulah, ia dijuluki "Sang Jenderal Penakluk" oleh rakyat.

Suatu ketika, dalam sebuah pertempuran, ia dan pasukannya terdesak oleh pasukan lawan yang berkali lipat lebih banyak. Mereka melarikan diri, namun terangsak sampai ke pinggir jurang. Pada saat itu para prajurit Sang Jenderal menjadi putus asa dan ingin menyerah kepada musuh saja.

Sang Jenderal segera mengambil inisiatif, "Wahai seluruh pasukan, menang-kalah sudah ditakdirkan oleh dewa-dewa. Kita akan menanyakan kepada para dewa, apakah hari ini kita harus kalah atau akan menang."

Saya akan melakukan tos dengan keping keberuntungan ini! Jika sisi gambar yang muncul, kita akan menang. Jika sisi angka yang muncul, kita akan kalah! Biarlah dewa-dewa yang menentukan!" seru Sang Jenderal sambil melemparkan kepingnya untuk tos… Ternyata sisi gambar yang muncul!

Keadaan itu disambut histeris oleh pasukan Sang Jenderal, "Hahaha… dewa-dewa di pihak kita! Kita sudah pasti menang!!!" Dengan semangat membara, bagaikan kesetanan mereka berbalik menggempur balik pasukan lawan. Akhirnya, mereka benar-benar berhasil menunggang-langgangkan lawan yang berlipat-lipat banyaknya.

Pada senja pasca-kemenangan, seorang prajurit berkata kepada Sang Jenderal, "Kemenangan kita telah ditentukan dari langit, dewa-dewa begitu baik terhadap kita."

Sang Jenderal menukas, "Apa iya sih?" sembari melemparkan keping keberuntungannya kepada prajurit itu. Si prajurit memeriksa kedua sisi keping itu, dan dia hanya bisa melongo ketika mendapati bahwa ternyata kedua sisinya adalah gambar…

Memang dalam hidup ini ada banyak hal eksternal yang tidak bisa kita ubah; banyak hal yang terjadi tidak sesuai dengan kehendak kita. Namun demikian, pada dasarnya dan pada akhirnya, kita tetap bisa mengubah pikiran atau sisi internal kita sendiri: untuk menjadi bahagia atau menjadi tidak berbahagia. Jika bahagia atau tidak bahagia diidentikkan dengan nasib baik atau nasib buruk, jadi sebenarnya nasib kita tidaklah ditentukan oleh siapa-siapa, melainkan oleh diri kita sendiri.

Ujung-ujungnya, kebahagiaan adalah sebuah pilihan proaktif. "The most proactive thing we can do is to 'be happy'," begitu kata Stephen R. Covey dalam buku 7 Habits-nya.

#92
yinyeksin 6 April 2005 jam 10:58am  

SIAPA YANG TAK MATI?

Suatu ketika ada seorang janda yang sangat berduka karena anak satu-satunya mati. Sembari membawa jenasah anaknya, wanita ini menghadap Sang Guru untuk meminta mantra atau ramuan sakti yang bisa menghidupkan kembali anaknya.

Sang Guru mengamati bahwa wanita di hadapannya ini tengah tenggelam dalam kesedihan yang sangat mendalam, bahkan sesekali ia meratap histeris. Alih-alih memberinya kata-kata penghiburan atau penjelasan yang dirasa masuk akal, Sang Guru berujar:

"Aku akan menghidupkan kembali anakmu, tapi aku membutuhkan sebutir biji lada."

"Itu saja syaratnya?" tanya wanita itu dengan keheranan.

"Oh, ya, biji lada itu harus berasal dari rumah yang anggota penghuninya belum pernah ada yang mati."

Dengan "semangat 45", wanita itu langsung beranjak dari tempat itu, hatinya sangat entusias, "Guru ini memang sakti dan baik sekali, dia akan menghidupkan anakku!"

Dia mendatangi sebuah rumah, mengetuk pintunya, dan bertanya: "Tolonglah saya. Saya sangat membutuhkan satu butir biji lada. Maukah Anda memberikannya?" "Oh, boleh saja," jawab tuan rumah. "Anda baik sekali Tuan, tapi maaf, apakah anggota rumah ini belum pernah ada yang mati?" "Oh, ada, paman kami meninggal tahun lalu." Wanita itu segera berpamitan karena dia tahu bahwa ini bukan rumah yang tepat untuk meminta biji lada yang dibutuhkannya.

Ia mengetuk rumah-rumah berikutnya, semua penghuni rumah dengan senang hati bersedia memberikan biji lada untuknya, tetapi ternyata tak satu pun rumah yang terhindar dari peristiwa kematian sanak saudaranya. "Ayah kami barusan wafat…," "Kakek kami sudah meninggal…," "Ipar kami tewas dalam kecelakaan minggu lalu…," dan sebagainya.

Ke mana pun dia pergi, dari gubuk sampai istana, tak satu tempat pun yang memenuhi syarat tidak pernah kehilangan anggotanya. Dia malah terlibat dalam mendengarkan cerita duka orang lain. Berangsur-angsur dia menyadari bahwa dia tidak sendirian dalam penderitaan ini; tak seorang pun yang terlepas dari penderitaan. Pada penghujung hari, wanita ini kembali menghadap Sang Guru dalam keadaan batin yang sangat berbeda dengan sebelumnya. Dia mengucap lirih, "Guru, saya akan menguburkan anak saya." Sang Guru hanya mengangguk seraya tersenyum lembut.

Mungkin saja Sang Guru bisa mengerahkan kesaktian dan menghidupkan kembali anak yang telah mati itu, tetapi kalau pun bisa demikian, apa hikmahnya? Bukankah anak tersebut suatu hari akan mati lagi juga? Alih-alih berbuat demikian Sang Guru membuat wanita yang tengah berduka itu mengalami pembelajaran langsung dan menyadari suatu kenyataan hidup yang tak terelakkan bagi siapa pun: siapa yang tak mati?

Penghiburan sementara belaka bukanlah solusi sejati terhadap peristiwa dukacita mendalam seperti dalam cerita di atas. Penderitaan hanya benar-benar bisa diatasi dengan pengertian yang benar akan dua hal: (1) kenyataan hidup sebagaimana adanya, bukan sebagaimana maunya kita, dan (2) bahwasanya pada dasarnya penderitaan dan kebahagiaan adalah sesuatu yang bersumber dari dalam diri kita sendiri.

IBLIS BELAS KASIH

Sang Guru ditanya, "Bagaimana caranya menumbuhkan belas kasih yang tak terbatas kepada semua makhluk?" Jawabnya, "Kembangkan ketidak-berpihakan." Ini artinya, menyadari kesamaan hakiki semua makhluk hidup—saya tidak lebih hebat dari orang lain, demikian pula orang lain tidak lebih hebat dari yang lain. Kita semua adalah satu.

Hal ini mengingatkan kita pada perumpamaan sederhana tentang burung berkepala dua. Seekor burung memiliki dua kepala dan satu tubuh. Suatu hari, karena dengki, kepala yang satu menipu kepala yang lain untuk menenggak racun; alhasil "seluruh" burung itu mati.

Demikian juga halnya, "orang lain" dan "saya" berbagi tubuh yang sama. Siapa kita dan kehidupan kita tergantung kepada orang lain—tidak ada makanan, teman, orang tua, pekerjaan... yang tanpa "orang lain"—kita semua saling bergantung. Kekonyolan satu orang dapat mengakibatkan kejatuhan seluruh masyarakat.

Sang Guru berkata, "Hati-hati, jangan sampai menjadi Iblis Belas Kasih." Iblis Belas Kasih adalah orang yang berpikir bahwa dirinya betul-betul penuh belas kasih karena melihat dirinya terpisah dari orang lain—bahwa "mereka" tidak disangkal lagi membutuhkan bantuannya. Waspadalah, hal ini bisa menyebabkan ego muncul dan menjadi gemuk lho!

Orang yang benar-benar penuh belas kasih tidak pernah merasa ia penuh belas kasih. Ia sekadar melakukan apa yang dianggapnya paling alamiah di dunia ini. Sekalipun kita sudah selayaknya memuji kebajikan, tidak ada yang perlu dibesar-besarkan karena telah berbuat baik.

#93
yinyeksin 8 April 2005 jam 10:28am  

Stanford University

Seorang wanita yang mengenakan gaun pudar dan suaminya yang berpakaian sederhana dan terlihat usang, turun dari kereta api di Boston, dan berjalan dengan malu-malu menuju kantor Pimpinan Harvard University dan meminta janji temu. Sang sekretaris langsung mendapat kesan bahwa orang kampung, udik seperti ini tidak ada urusan di Harvard dan bahkan mungkin tidak pantas berada di Cambridge.

"Kami ingin bertemu Pimpinan Harvard", kata sang Pria lembut.

"Beliau hari ini sibuk," sahut sang Sekretaris cepat.

"Kami akan menunggu," jawab sang Wanita.

Selama 4 jam Sekretaris itu mengabaikan mereka, dengan harapan bahwa pasangan tersebut akhirnya akan patah semangat dan pergi. Tetapi ternyata tidak, dan sang sekretaris mulai frustrasi dan akhirnya memutuskan untuk melaporkan kepada sang Pimpinan.

"Mungkin jika Anda menemui mereka selama beberapa menit, mereka akan pergi," katanya pada sang Pimpinan Harvard.

Sang pimpinan menghela nafas dengan geram dan mengangguk. Orang sepenting dia pasti tidak punya waktu untuk mereka, tetapi dia tidak menyukai ada orang yang mengenakan baju pudar dan pakaian usang diluar kantornya. Sang Pemimpin Harvard, dengan wajah galak menuju pasangan tersebut.

Sang wanita berkata padanya, "Kami memiliki seorang putra yang kuliah tahun pertama di Harvard. Dia sangat menyukai Harvard dan bahagia di sini. Tetapi setahun yang lalu, dia meninggal karena kecelakaan. Kami ingin mendirikan peringatan untuknya, di suatu tempat di kampus ini."

Sang Pemimpin Harvard tidak tersentuh...dia bahkan terkejut.

"Nyonya," katanya dengan kasar, "Kita tidak bisa mendirikan tugu untuk setiap orang yang masuk Harvard dan meninggal. Kalau kita lakukan itu,
tempat ini akan seperti kuburan."

"Oh, bukan," Sang wanita menjelaskan dengan cepat, "Kami tidak ingin mendirikan tugu peringatan. Kami ingin memberikan sebuah gedung untuk Harvard."

Sang Pemimpin Harvard memutar matanya. Dia menatap sekilas pada baju pudar dan pakaian usang yang mereka kenakan dan berteriak, "Sebuah gedung! Apakah kalian tahu berapa harga sebuah gedung?! Kami memiliki lebih dari 7,5 juta dolar hanya untuk bangunan fisik Harvard."

Untuk beberapa saat sang wanita terdiam. Sang Pemimpin Harvard senang. Mungkin dia bisa terbebas dari mereka sekarang. Sang wanita menoleh pada suaminya dan berkata pelan, "Kalau hanya sebesar itu biaya untuk memulai sebuah universitas, mengapa tidak kita buat sendiri saja?"

Suaminya mengangguk. Wajah sang Pemimpin Harvard menampakkan kebingungan.

Mr. dan Mrs. Leland Stanford bangkit dan berjalan pergi, melakukan perjalanan ke Palo Alto, California, dimana mereka mendirikan sebuah
Universitas yang menyandang nama mereka, sebuah peringatan untuk seorang anak yang tidak lagi diperdulikan oleh Harvard.

Anda bisa dengan gampang menilai karakter orang lain dengan melihat bagaimana mereka memperlakukan orang-orang yang mereka pikir tidak dapat berbuat apa-apa untuk mereka. --by Malcolm Forbes

#94
heni_w 10 April 2005 jam 9:18pm  

BERSYUKUR

AKU TAK SELALU MENDAPATKAN APA YANG KUSUKAI, OLEH KARENA ITU AKU SELALU MENYUKAI APAPUN YANG AKU DAPATKAN.

Kata-Kata Di atas merupakan wujud syukur. Syukur merupakan kualitas hati yang terpenting. Dengan bersyukur kita akan senantiasa diliputi rasa damai, tentram dan bahagia. Sebaliknya, perasaan tak bersyukur akan senantiasa membebani kita. Kita akan selalu merasa kurang dan tak bahagia.

Ada dua hal yang sering membuat kita tak bersyukur. Pertama : Kita
sering memfokuskan diri pada apa yang kita inginkan, bukan pada apa yang kita miliki. Katakanlah anda telah memiliki sebuah rumah,kendaraan, pekerjaan tetap, dan pasangan yang terbaik. Tapi anda masih merasa kurang. Pikiran anda dipenuhi berbagai target dan keinginan. Anda begitu terobsesi oleh rumah yang
besar dan indah,mobil mewah, serta pekerjaan yang mendatangkan lebih banyak uang. Kita ingin ini dan itu. Bila tak mendapatkannya kita terus memikirkannya. Tapi anehnya, walaupun sudah mendapatkannya, kita hanya menikmati kesenangan sesaat. Kita tetap tak puas, kita ingin yang lebih lagi. Jadi, betapapun banyaknya harta yang kita miliki, kita tak pernah menjadi "KAYA" dalam arti yang sesungguhnya.

Mari kita luruskan pengertian kita mengenai orang ''kaya''. Orang yang ''kaya'' bukanlah orang yang memiliki banyak hal, tetapi orang yang dapat menikmati apapun yang mereka miliki.

Tentunya boleh-boleh saja kita memiliki keinginan, tapi kita perlu menyadari bahwa inilah akar perasaan tak tenteram. Kita dapat mengubah perasaan ini dengan berfokus pada apa yang sudah kita miliki. Cobalah lihat keadaan di sekeliling Anda, pikirkan yang Anda miliki, dan syukurilah. Anda akan merasakan nikmatnya hidup.

Pusatkanlah perhatian Anda pada sifat-sifat baik atasan, pasangan, dan orang-orang di sekitar Anda. Mereka akan menjadi lebih menyenangkan. Seorang pengarang pernah mengatakan, ''Menikahlah dengan orang yang Anda cintai, setelah itu cintailah orang yang Anda nikahi.'' Ini perwujudan rasa syukur.

Ada cerita menarik mengenai seorang kakek yang mengeluh karena tak dapat membeli sepatu, padahal sepatunya sudah lama rusak. Suatu sore ia melihat seseorang yang tak mempunyai kaki, tapi tetap ceria. Saat itu juga si kakek berhenti mengeluh dan mulai bersyukur.

Hal kedua yang sering membuat kita tak bersyukur adalah kecenderungan membanding-bandingkan diri kita dengan orang lain. Kita merasa orang lain lebih beruntung. Kemanapun kita pergi, selalu ada orang yang lebih pandai, lebih tampan, lebih cantik, lebih percaya diri, dan lebih kaya dari kita.

Saya ingat, pertama kali bekerja saya senantiasa membandingkan penghasilan saya dengan rekan-rekan semasa kuliah. Perasaan ini membuat saya resah dan gelisah. Sebagai mantan mahasiswa teladan di kampus, saya merasa gelisah setiap mengetahui ada kawan satu angkatan yang memperoleh penghasilan di atas saya. Nyatanya, selalu saja ada kawan yang penghasilannya melebihi saya. Saya menjadi gemar bergonta-ganti pekerjaan, hanya untuk mengimbangi rekan-rekan saya. Saya bahkan tak peduli dengan jenis pekerjaannya, yang penting gajinya lebih besar. Sampai akhirnya saya sadar bahwa hal ini tak akan pernah ada habisnya. Saya berubah dan mulai mensyukuri apa yang saya dapatkan. Kini saya sangat menikmati pekerjaan saya.

Rumput tetangga memang sering kelihatan lebih hijau dari rumput di pekarangan sendiri. Ada cerita menarik mengenai dua pasien rumah sakit jiwa. Pasien pertama sedang duduk termen ung sambil menggumam, ''Lulu, Lulu.'' Seorang pengunjung yang keheranan menanyakan masalah yang dihadapi orang ini. Si dokter menjawab, ''Orang ini jadi gila setelah cintanya ditolak oleh Lulu.'' Si pengunjung manggut-manggut, tapi begitu lewat sel lain ia terkejut melihat penghuninya terus menerus memukulkan kepalanya di tembok dan berteriak, ''Lulu, Lulu''. ''Orang ini juga punya masalah dengan Lulu?'' tanyanya keheranan. Dokter kemudian menjawab, ''Ya, dialah yang akhirnya menikah dengan Lulu.''

Hidup akan lebih bahagia kalau kita dapat menikmati apa yang kita miliki. Karena itu bersyukur merupakan kualitas hati yang tertinggi. Saya ingin mengakhiri tulisan ini dengan cerita mengenai seorang ibu yang sedang terapung di laut karena kapalnya karam, namun tetap berbahagia. Ketika ditanya kenapa demikian, ia menjawab, ''Saya mempunyai dua anak laki-laki. Yang pertama sudah meninggal, yang kedua hidup ditanah seberang. Kalau berhasil selamat, saya sangat bahagia karena dapat berjumpa dengan anak kedua saya. Tetapi kalaupun mati tenggelam, saya juga akan berbahagia karena saya akan berjumpa dengan anak pertama saya di surga.''

Bersyukurlah !

Bersyukurlah bahwa kamu belum siap memiliki segala sesuatu yang kamu inginkan ....
Seandainya sudah, apalagi yang harus diinginkan ?

Bersyukurlah apabila kamu tidak tahu sesuatu ...
Karena itu memberimu kesempatan untuk belajar ...

Bersyukurlah untuk masa-masa sulit ...
Di masa itulah kamu tumbuh ...

Bersyukurlah untuk keterbatasanmu ...
Karena itu memberimu kesempatan untuk berkembang ...

Bersyukurlah untuk setiap tantangan baru ...
Karena itu akan membangun kekuatan dan karaktermu ...

Bersyukurlah untuk kesalahan yang kamu buat ...
Itu akan mengajarkan pelajaran yang berharga ...

Bersyukurlah bila kamu lelah dan letih ...
Karena itu kamu telah membuat suatu perbedaan ...

Mungkin mudah untuk kita bersyukur akan hal-hal yang baik....
Hidup yang berkelimpahan datang pada mereka yang juga bersyukur akan masa surut...

Rasa syukur dapat mengubah hal yang negatif menjadi positif ...

Temukan cara bersyukur akan masalah-masalahmu dan semua itu akan menjadi berkah bagimu ...

Sumber: Unknown

#95
yinyeksin 14 April 2005 jam 10:06am  

Bagaimana Caranya Mengampuni dan Melupakan

MENGAMPUNI ORANG LAIN ADALAH PERBUATAN BAIK YANG TERBESAR YANG DAPAT ANDA LAKUKAN - BAGI DIRI ANDA SENDIRI

1. Ambillah inisiatif
Jangan tunggu orang yang bersangkutan minta maaf.

2. Kalau orang yang telah Anda ampuni itu ingin memasuki kehidupan Anda lagi adillah untuk menuntut kejujuran.
la hendaknya dibuat mengerti, dibuat merasakan kepedihan yang telah Anda rasakan. Lalu hendaknya Anda harapkan janji tulus bahwa Anda takkan dilukai sepert itu lagi.

3. Bersabarlah.
Kalau kepedihannya dalam, Anda tidak mungkin mengampuninya seketika.

4. Ampunilah "secara eceran", bukannya "secara grosiran"
Adalah hampir tidak mungkin mengampuni seseorang yang jahat. Fokuskanlah pada perbuatan tertentu yang menyinggung Anda (Mungkin akan membantu kalau Anda menuliskannya).

5. Jangan terlalu berharap.
Mengampuni tidaklah berarti Anda harus memperbaharui hubungan yang pernah dekat.

6. Singkirkanlah rasa benar sendiri.
Seorang korban bukanlah orang kudus. Andapun bisa-bisa membutuhkan pengampunan suatu hari nanti.

7. Pisahkanlah amarah dengan kebencian.
Untuk menghilangkan kebencian Anda: Hadapilah emosi Anda dan terimalah itu sebagai alami. Lalu diskusikanlah, entah dengan objek kebencian Anda (kalau Anda dapat melakukannya tanpa menambah kebenciannya) atau dengan pihak ketiga yang bisa Anda percayai.

8. Ampunilah diri sendiri.
Mungkin inilah yang paling berat. Bersikap apa adanya sangat penting.

Akuilah kesalahan Anda. Rileks-kanlah pergumulan Anda untuk menjadi sempurna. Lalu bersikaplah yang konkrit dan spesifik tentang apa yang mengganggu Anda. Perbuatan Anda mungkin jahat. Tetapi Anda tidak.

Lewis B. Smedes
Diambil dari "Forgive and Forget"

#96
yinyeksin 15 April 2005 jam 11:49am  

Never Fall in Love With Your Company

Seorang CEO sebuah perusahaan IT dari India berbicara dalam sebuah sesi dengan para karyawan tentang filosofi ini. CEO tsb termasuk dalam 50 orang paling berpengaruh dalam dunia bisnis di Asia (dirilis oleh majalah Asia Week).

Saya sering menjumpai orang-orang yang bekerja selama 12 jam sehari, 6 hari seminggu, atau lebih. Beberapa diantaranya melakukan hal tersebut karena diburu-buru deadline, memenuhi target yang telah ditetapkan.

Bagi mereka, waktu-waktu panjang yang penuh lembur hanyalah bersifat sewaktu-waktu saja. Ada pula yang menjalani jam-jam panjang dalam hari-hari mereka selama bertahun-tahun, entah karena orang-orang ini merasa telah mengabdikan diri sepenuhnya kepada pekerjaan, atau bisa juga disebut Workalholic.

Apapun alasan yang orang buat untuk bekerja lembur, kondisi tersebut berpengaruh TIDAK BAIK kepada orang yang menjalani maupun orang-orang disekitarnya. Berada dalam kantor selama berjam-jam dalam rentang waktu yang lama, bisa menimbulkan potensi yang cukup besar bagi yang menjalaninya untuk membuat kesalahan. Rekan-rekan saya yang saya kenal sering bekerja lembur, sering membuat kesalahan karena faktor kelelahan. Membetulkan kesalahan-kesalahan ini tentu saja membutuhkan waktu dan tenaga tidak saja dari dirinya sendiri, melainkan orang lain yang secara langsung maupun tidak langsung bekerja bersamanya.

Masalah lain adalah orang-orang yang bekerja pada perusahaan yang menetapkan waktu kerja yang ketat seringkali bukanlah orang-orang yang secara pergaulan menyenangkan. Para karyawan dari perusahaan dengan tipe seperti ini sering mengeluh atau komplain mengenai orang lain (yang tidak bekerja sekeras mereka). Mereka menjadi mudah tersinggung, dan mudah marah. Orang-orang lain menjauhi mereka. Perilaku semacam ini secara organisasi tentunya merupakan masalah besar: Hasil besar akan dicapai oleh sebuah organisasi apabila ada jalinan harmonis dalam kerja sama tim antar karyawannya, bukannya bekerja sendiri-sendiri dan saling menjauhi.

Sebagai seorang manajer, saya harus membantu orang lain untuk meninggalkan kantor tepat waktu. Langkah pertama dan terpenting adalah saya-lah yang harus memberi contoh dan pulang ke rumah tepat waktu. Saya bekerja dengan seorang Manager yang menyindir orang-orang yang bekerja lembur terlalu lama. Ajakannya menjadi kehilangan makna ketika orang-orang menerima emailnya dan melihat jam email tsb dikirim ternyata jam 2 pagi. Untuk mengajak orang melakukan suatu hal, langkah terpenting adalah memberi contoh dengan melakukannya sendiri. Langkah kedua adalah mengajak orang untuk menjalani hidup yang seimbang.

Sebagai contoh, berikut ini adalah langkah-langkah yang menurut saya cukup membantu:
1) Bangun pagi, sarapan dengan menu yang baik, lalu berangkat bekerja.
2) Bekerjalah dengan keras dan pintar serta iklas selama 8 atau 9 jam sehari.
3) Pulanglah ke rumah
4) Having Fun; Baca buku atau komik, menonton film yang lucu, kumpul-kumpul dengan rekan, keluarga, bermain dengan anak-anak, dll.
5) Makan yang sehat dan tidur yang cukup.

Langkah-langkah ini disebut sebagai recreating. Mengerjakan langkah 1, 3, 4, dan 5 akan memungkinkan langkah 2 dilakukan secara efektif dan seimbang.

Bekerja secara normal dan mempertahankan hidup yang seimbang adalah konsep yang sederhana. Langkah-langkah tsb mungkin akan sulit dilakukan oleh sebagian orang, karena orang tsb menganggap perlunya perubahan mendasar yangbersifat personal pada dirinya.

Sebenarnya langkah-langkah ini memungkinkan untuk dilakukan oleh setiap orang, karena kita memiliki kekuatan untuk memilih apa yang akan kita lakukan.

#97
yinyeksin 18 April 2005 jam 12:52pm  

Berani Mencoba

Alkisah, seorang pembuat jam tangan berkata kepada jam yang sedang dibuatnya.
"Hai jam, apakah kamu sanggup untuk berdetak paling tidak 31,104,000 kali selama setahun?"
"Ha?," kata jam terperanjat, "Mana sanggup saya?"
"Bagaimana kalau 86,400 kali dalam sehari?"
"Delapan puluh ribu empat ratus kali? Dengan jarum yang ramping-ramping seperti ini?" jawab jam penuh keraguan.
"Bagaimana kalau 3,600 kali dalam satu jam?"
"Dalam satu jam harus berdetak 3,600 kali? Banyak sekali itu" tetap saja jam ragu-ragu dengan kemampuan dirinya

Tukang jam itu dengan penuh kesabaran kemudian bicara kepada si jam,
"Kalau begitu, sanggupkah kamu berdetak satu kali setiap detik?"
"Naaaa, kalau begitu, aku sanggup!" kata jam dengan penuh antusias.

Maka, setelah selesai dibuat, jam itu berdetak satu kali setiap detik. Tanpa terasa, detik demi detik terus berlalu dan jam itu sungguh luar biasa
karena ternyata selama satu tahun penuh dia telah berdetak tanpa henti. Dan itu berarti ia telah berdetak sebanyak 31,104,000 kali.

Ada kalanya kita ragu-ragu dengan segala tugas pekerjaan yang begitu terasa berat. Namun sebenarnya kalau kita sudah menjalankannya, kita teryata mampu. Bahkan yang semula kita anggap impossible untuk dilakukan sekalipun. Jangan berkata "tidak" sebelum Anda pernah mencobanya.

Ada yang mengukur hidup mereka dari hari dan tahun, yang lain dengan denyut jantung, gairah, dan air mata. Tetapi ukuran sejati di bawah mentari adalah apa yang telah engkau lakukan dalam hidup ini untuk orang lain.

#98
yinyeksin 26 April 2005 jam 11:48am  

Melihat Yang Orang Lain Tidak Dapat Lihat

Saat orang lain menganggap sebagai masalah yang berat.
Saya melihat sebagai peluang untuk dapat maju.

Saat orang lain menganggap sebagai hal yang tidak berarti.
Saya melihat sebagai suatu masukkan yang berarti.

Saat orang lain melihat sebagai angka-angka yang membosankan.
Saya melihat sebagai data yang menentukan keputusan.

Saat orang lain melihat sebagai pekerjaan orang lain.
Saya melihat sebagai menambah pengetahuan.

Saat orang lain tidak dapat menyelesaikan masalah.
Saya melihat tidak ada masalah yang tidak dapat terselesaikan.

Saat orang lain hanya sebagai pengikut.
Saya melihat peluang untuk menciptakan pengikut.

Saat orang lain menutupi kesalahan.
Saya belajar dari kesalahan.

#99
yinyeksin 27 April 2005 jam 12:53pm  

Meredam Rasa Tersinggung

Salah satu hal yang sering membuat energi kita terkuras adalah timbulnya rasa ketersinggungan diri. Munculnya perasaan ini sering disebabkan oleh ketidaktahanan kita terhadap sikap orang lain. Ketika tersinggung, minimal kita akan sibuk membela diri dan selanjutnya akan memikirkan kejelekan orang lain. Hal yang paling membahayakan dari ketersinggungan adalah habisnya waktu kita untuk memikirkan "balas dendam"

Efek yang biasa ditimbulkan oleh rasa tersinggung adalah kemarahan. Jika kita marah, kata-kata jadi tidak terkendali, stress meningkat, dan lainnya. Karena itu, kegigihan kita untuk tidak tersinggung menjadi suatu keharusan. Apa yang menyebabkan orang tersinggung?

Ketersinggungan seseorang timbul karena menilai dirinya lebih dari kenyataan, merasa pintar, berjasa, baik, tampan, dan merasa sukses. Setiap kali kita menilai diri lebih dari kenyataan bila ada yang menilai kita kurang sedikit saja akan langsung tersinggung. Peluang tersinggung akan terbuka jika kita salah dalam menilai diri sendiri. Karena itu, ada sesuatu yang harus kita perbaiki, yaitu proporsional menilai diri.

Teknik pertama agar kita tidak mudah tersinggung adalah tidak menilai lebih kepada diri kita. Misalnya, jangan banyak mengingat-ingat bahwa saya telah berjasa, saya seorang guru, saya seorang pemimpin, saya ini orang yang sudah berbuat.

Semakin banyak kita mengaku-ngaku tentang diri kita, akan membuat kita makin tersinggung. Ada beberapa cara yang cukup efektif untuk
meredam ketersinggungan:
Pertama, belajar melupakan.
Jika kita seorang sarjana maka lupakanlah kesarjanaan kita. Jika kita seorang direktur lupakanlah jabatan itu. Jika kita pemuka agama lupakan kepemuka agamaan kita. Jika kita seorang pimpinan lupakanlah hal itu, dan seterusnya. Anggap semuanya ini berkat dari Tuhan agar kita tidak tamak terhadap penghargaan. Kita harus melatih diri untuk merasa sekadar hamba Tuhan yang tidak memiliki apa-apa kecuali berkat ilmu yang dipercikkan oleh Tuhan sedikit. Kita lebih banyak tidak tahu. Kita tidak mempunyai harta sedikit pun kecuali sepercik titipan berkat dari Tuhan. Kita tidak mempunyai jabatan ataupun kedudukan sedikit pun kecuali sepercik yang Tuhan telah berikan dan dipertanggung jawabkan. Dengan sikap seperti ini hidup kita akan lebih ringan. Semakin kita ingin dihargai, dipuji, dan dihormati, akan kian sering kita sakit hati.
Kedua, kita harus melihat bahwa apa pun yang dilakukan orang kepada kita akan bermanfaat jika kita dapat menyikapinya dengan tepat.
Kita tidak akan pernah rugi dengan perilaku orang kepada kita, jika bisa menyikapinya dengan tepat. Kita akan merugi apabila salah menyikapi
Kejadian dan sebenarnya kita tidak bisa memaksa orang lain berbuat sesuai dengan keinginan kita. Yang bisa kita lakukan adalah memaksa
diri sendiri menyikapi orang lain dengan sikap terbaik kita. Apa pun perkataan orang lain kepada kita, anggap saja ini episode atau ujian
yang harus kita alami untuk menguji keimanan kita.
Ketiga, kita harus berempati.
Yaitu, mulai melihat sesuatu tidak dari sisi kita. Perhatikan kisah seseorang yang tengah menuntun gajah dari depan dan seorang lagi mengikutinya di belakang Gajah tersebut. Yang di depan berkata, "Oh indah nian pemandangan sepanjang hari". Kontan ia didorong dan dilempar dari belakang karena dianggap menyindir. Sebab, sepanjang perjalanan, orang yang di belakang hanya melihat pantat gajah. Karena itu, kita harus belajar berempati. Jika tidak ingin mudah tersinggung cari seribu satu alasan untuk bisa memaklumi orang lain. Namun yang harus diingat, berbagai alasan yang kita buat semata-mata untuk memaklumi, bukan untuk membenarkan kesalahan, sehingga kita dapat mengendalikan diri.
Keempat, jadikan penghinaan orang lain kepada kita sebagai ladang peningkatan kwalitas diri dan kesempatan untuk mempraktekkan buah-buah "kebaikan".
Yaitu, dengan memaafkan orang yang menyakiti dan membalasnya dengan kebaikan.

Sumber: Unknown (Tidak Diketahui)

#100
yinyeksin 29 April 2005 jam 12:24pm  

Persahabatan Kerang Dan Mutiara

Malam ini angin berhembus lembut, permukaan laut tenang, ada sedikit cahaya rembulan menerobos masuk ke dasar laut mana seekor kerang sedang duduk menikmati suasana temaram dan tenang.

Gelombang lembut di dasar laut sana membawa pasir-pasir menari mengikuti arus bermain.

Sebutir pasir masuk ke dalam tubuh kerang, membuat sang kerang kaget.

"Heiii, siapakah kau gerangan", sang kerang bertanya.

"Aku adalah pasir, gelombang lautlah yang membawa aku ketempatmu. Siapakah kau?" tanya sang pasir.

"Aku kerang, penghuni dasar lautan ini."

Demikianlah perkenalan sang kerang dengan butir pasir tersebut. Perkenalan tersebut pada awalnya hampa rasanya, mungkin hanya ibarat sebutir pasir besarnya. Sampai suatu saat, sang dewi rembulan melihat persahabatan yang hampa tersebut.

Sang dewi berkata, "Wahai kerang tidakkah kau dapat lebih mencurahkan rasa persahabatan mu pada butir pasir lembut tersebut, dia begitu kecil dan lembut. Mulai sekarang biar aku mengajarkan bagaimana rasa persahabatan itu agar hidupmu lebih berarti."

Dengan lembut sang dewi mengajarkan, tidak sia-sia apa yang diajakan sang dewi rembulan, persahabatan antara sang kerang dengan butir pasir lembut tersebut berbuah hasil. Ada canda, ada tawa, mereka berbagi masalah.

Persahabatan itu telah merubah butir pasir lembut tersebut menjadi sebutir mutiara muda yang berwarna putih. Warna putih tersebut merupakan warisan sang dewi rembulan kepada mereka.

Di suatu siang yang terik, pada saat mereka sedang berbagi rasa di dasar laut yang berselimut pasir putih.

Tiba-tiba mereka mendengar seruan, "Hai sahabat, apa yang sedang kalian lakukan?"

Sang kerang menjawab "Siapakah engkau gerangan?"

"Wahai kerang tidakkah engkau mengenali aku? Aku Surya, dewa penguasa matahari yang menyinari seluruh bumi di siang hari. Aku melihat persahabatanmu dan mutiara muda itu tulus sekali."

Sang kerang menjawab, "Itu merupakan hasil didikan dewi rembulan yang lembut dan penuh cinta kasih."

"Kalau begitu, biar aku lengkapi ajaran sang dewi, biar aku ajarkan kepada kalian tentang hangatnya cinta", jawab sang matahari. Seiring terbit dan tenggelamnya mentari, sang raja surya memupuk sang kerang dan mutiara muda dengan perasaan cinta. Jatuh cintalah sang kerang dengan mutiara muda itu. Mutiara muda itu sekarang menjadi sebutir mutiara putih bersih dan berkilau mewarisi sifat sang dewa surya, dan dibalut dengan cinta sang kerang, indah sekali.

Hidup sang kerang dan butir mutiara itu indah sekali, cinta mereka tulus, berbagai duka, suka, mereka lalui bersama. Tidak ada hari-hari seindah
hari-hari yang mereka lalui. Suatu hari seekor ikan yang lewat berkata kepada sang butir mutiara. "Wahai mutiara elok, tahun depan Raja dari
kerajaan di sebrang sana akan mengadakan pemilihan mutiara terindah, tidakkah kau tertarik untuk mengikutinya, rupamu elok, aku yakin raja akan memilihmu," kata sang ikan

"Benarkah begitu?" tanya sang mutiara.

"Aku akan menyampaikan kabar gembira ini pada sang kerang kekasihku", sambung sang mutiara.

Mulai saat itu sang mutiara rajin mempercantik diri, sang kerang juga memberinya semangat dan dorongan. Namun sang kerang tidak menyadari, keinginan besar sang mutiara untuk menang telah merubah sikap sang mutiara.

Sampai suatu hari mutiara tersebut berkata kepada sang kerang "Wahai kekasihku kerang, perlombaan itu hampir tiba saatnya, aku ingin keluar sebagai pemenang, aku ingin mencapai cita-citaku, adalah lebih baik mulai saat ini kau menjadi temanku saja, bukan seorang kekasih. Aku ingin mencurahkan seluruh perhatianku untuk lomba itu, aku tidak mau terganggu".

Kata-kata tersebut melukai perasaan sang kerang, air mata jatuh?

"Kenapa kau melakukan ini padaku, aku menyayangimu dengan segenap hatiku, tidakkah engkau tahu perasaanku, aku memang tidak mudah mengungkapkan perasaanku, aku kaku laksana kulitku yang keras, tapi mengapa?"

"Kerang yang baik, untuk apa engkau menangis, aku akan tetap menjadi sahabatmu, aku tetap akan menjaga hubungan kita," kata sang mutiara

Akhirnya tiba waktu perlombaan tersebut, sang raja langsung jatuh hati kepada butir mutiara tadi.

"Inilah mutiara terindah yang pernah aku jumpai, aku memilihnya," kata sang raja.

Akhirnya mutiara tersebut bersanding menjadi liontin sang raja. Setiap hari sang raja mengaguminya. Sang mutiara telah melupakan sang kerang, sang mutiara asik melayani sang raja.

Tinggallah sang kerang yang kembali duduk di keheningan di dasar laut sana, sepi, hampa hidup sang kerang itu. Setiap hari ia menunggu sang angin menyampaikan kabar dari sang mutiara, satu hari, dua hari, seminggu tidak ada kabar dari sang mutiara.

"Biarlah aku menitip pesanku pada sang angin untuk mutiaraku," pikir sang kerang.

"Wahai angin, sampaikan rasa rinduku pada mutiaraku yang ada di negeri seberang sana," pekik sang kerang. Sang angin menyampaikan pesan tersebut.

Namun apa kata sang mutiara indah, "Angin, sampaikan kepada sang kerang, jangan ganggu aku, aku sibuk sekali melayani sang raja, dan sampaikan juga padanya untuk mencari mutiara lain saja."

Kabar ini membuat sang kerang sedih, namun dalam kesedihannya rasa sayang sang kerang terhadap sang mutiara mengalahkan rasa kecewanya, ia tetap berdoa pada Ilahi agar sang mutiara berbahagia.

Nah sahabat dalam kehidupan nyata ini banyak persahabatan yang berakhir dengan sebuah hubungan cinta, jika kedua belah pihak punya komitmen, dan mau menanggung duka dan suka bersama-sama, hubungan itu bisa berakhir dengan sebuah jenjang pernikahan yang suci. Namun bisa juga percintaan itu berakhir dengan sebuah permusuhan yang mengakibatkan kedua belah pihak atau salah satunya terluka, kalaupun cinta itu dapat berakhir lagi dengan sebuah persahabatan, percayalah rasa persahabatan itu akan lain, akan hambar.

Luka dari cinta itu cuma bisa disembuhkan oleh waktu.

Apakah anda memilih menjadi kerang tersebut atau mutiara indah tersebut? Terserah anda.